BAB I PENDAHULUAN. untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah Tuhan dan juga aset bangsa yang sangat berharga.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. SD dan SMP, kemudian dilanjutkan ke jenjang SMA dan perguruan tinggi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

Sukoharjo, 16 April 1993

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti asuhan menurut Depsos RI (2004:4) adalah suatu lembaga yang sangat terkenal untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama keluarga. Anak-anak panti asuhan dirawat oleh pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam merawat, menjaga dan memberikan bimbingan kepada anak-anak agar anak menjadi seorang dewasa yang berguna dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari. Penghuni panti asuhan tidak identik dengan anak yatim atau yatim piatu saja, akan tetapi, kebanyakan anak-anak yang ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami kesulitan ekonomi dan juga secara sosial dalam dengan tujuan untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan dan pengasuhan. Hampir semua fokus panti asuhan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak kurang dipertimbangkan (sumber: kemsos.go.id). Di seluruh Indonesia pada Tahun 2014 jumlah anak terlantar berdasarkan data yang ada sebanyak 5,4 juta (sumber: kemsos.go.id). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Sosial RI didapatkan gambaran yang komprehensif tentang kualitas pengasuhan dalam panti asuhan di Indonesia bahwa panti asuhan lebih berfungsi sebagai lembaga penyedia akses pendidikan daripada sebagai lembaga alternatif terakhir pengasuhan anak yang tidak dapat diasuh oleh orangtua atau keluarganya, 90% anak yang tinggal di panti asuhan masih memiliki orangtua dan dimasukkan ke panti asuhan dengan alasan utama untuk 1

2 melanjutkan pendidikan, kemudian Pengurus panti asuhan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang situasi anak yang seharusnya diasuh di dalam panti asuhan dan pengasuhan yang idealnya diterima anak (sumber: kdm.or.id). Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya memiliki alasan masuk ke panti karena latar belakang keluarga mereka yang tidak mampu secara ekonomi, namun selain itu ada juga yang masuk panti karena remaja tersebut adalah anak yang tidak memiliki orangtua dan merupakan anak terlantar. Remaja yang masuk ke Panti Asuhan ini rata-rata diserahkan oleh keluarganya atau kemauan sendiri dengan tujuan agar bisa mendapatkan pendidikan yang lebih layak dan memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk masa depannya kelak. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara yang dilakukan kepada pihak Panti Asuhan X pada tanggal 2 November 2015, didapatkan data bahwa Panti Asuhan X merupakan satu- satunya Panti Asuhan di Tasikmalaya yang memiliki Yayasan Sekolah sendiri yang dibuka untuk umum, sehingga anak-anak yang bukan anak panti asuhan juga bisa menempuh pendidikan di Sekolah tersebut. Perbedaannya adalah mereka yang bukan anak panti asuhan harus membayar iuran Sekolah. Panti Asuhan ini awalnya didirikan oleh ibu-ibu arisan yang berdiri pada tanggal 7 Juli 1982 dengan visi untuk menjadi mitra pembangunan partisipatif dalam kesejahteraan masyarakat di kota Tasikmalaya. Selain itu panti asuhan ini memiliki misi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kualitas kehidupan sosial. Untuk mewujudkan visi dan misi panti asuhan tersebut, pihak panti asuhan sampai dengan tahun 2015 ini menyantuni 305 anak yang dibagi menjadi anak- anak yang berada di luar Panti yaitu sebanyak 250 anak sedangkan yang berada di dalam panti sebanyak 55 anak, dengan jumlah remaja yang berusia 13 tahun hingga 18 tahun sebanyak 30 anak (remaja perempuan sebanyak 17 anak dan remaja laki- laki sebanyak 13 anak) sedangkan sisanya adalah anak

3 yang berusia di bawah 13 tahun sebanyak 25 anak. Dari 30 remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya, peneliti melakukan survei awal terhadap 10 remaja dan diperoleh data bahwa sebanyak 3 orang remaja (30%) menyatakan tidak disiplin pada peraturan panti seperti suka keluar panti melebihi waktu yang diberikan, memiliki prestasi di Sekolah baik secara akademik maupun non akademik, tidak dapat mengontrol emosi seperti suka tersinggung dengan sikap orang lain terhadapnya, hal ini mengarah pada elemen selfcompetence. Sebanyak 7 orang remaja (70%) menyatakan memiliki perasaan tidak diterima oleh teman-teman bukan dari panti seperti ketika akan menjalin relasi lebih memilih yang bisa menerima mereka, perasaan takut ditolak ketika akan bergabung dalam suatu kelompok, dan perasaan berbeda dengan orang yang bukan anak panti karena remaja yang masuk ke panti asuhan tersebut memiliki ekonomi yang rendah, hal ini mengarah pada self-worthiness. Di dalam Panti Asuhan ini terdapat 15 pengasuh, namun ada yang tinggal di panti dan ada yang diluar panti sehingga perilaku anak-anak di dalam panti asuhan pun tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh Pengasuh. Menurut pihak Panti Asuhan, ada kalanya mereka kesulitan mendidik anak-anak Panti Asuhan untuk mematuhi aturan yang sudah ditetapkan di dalam Panti Asuhan. Seperti ada beberapa anak anak yang melanggar jam keluar, kemudian anak- anak yang terkadang diam- diam menginap di luar panti, sikap malas yang ditunjukkan anak-anak panti ketika berada di dalam panti. Walaupun begitu, anak-anak panti pun memiliki prestasi yang baik di bidang pendidikan seperti prestasi akademik dan non akademik yang diraih beberapa anak. Pihak panti mengatakan bahwa anak- anak di dalam panti asuhan juga ada yang memiliki masalah dengan teman lainnya yang berada dalam panti, hal tersebut biasanya dipicu karena adanya kesalahan berbicara seperti berbicara dengan konteks meledek/ menghina yang awalnya hanya bercanda tetapi akhirnya menjadi pertengkaran. Biasanya bila ada kejadian seperti itu, para pengasuh Panti Asuhan

4 mengumpulkan semua anak-anak Panti Asuhan untuk menjelaskan kejadian tersebut hingga mencari solusi bersama agak semua anak Panti Asuhan tidak melakukan perbuatan itu lagi. Dari hasil wawancara dengan mereka pun, peneliti mendapatkan informasi bahwa selama ini mereka hanya dapat mengeluh pada pengasuh atau pendiri Panti Asuhan tersebut dalam konteks masalah pendidikan, tetapi untuk masalah yang lebih pribadi mereka lebih sering bercerita dengan anak Panti yang lain, jika memang malas bercerita biasanya mereka hanya bisa memendam apa yang mereka rasakan karena mereka bingung harus bagaimana. Mereka mengakui ada kesulitan- kesulitan ketika harus berada di lingkungan masyarakat terutama karena mereka sadar akan cap sebagai anak Panti Asuhan itu di masyarakat tidak begitu baik yang dipengaruhi oleh latar belakang anak-anak Panti Asuhan. Misalnya, anak tersebut anak terlantar yang tinggal di pinggir jalan kemudian masuk Panti sehingga pandangan masyarakat jika bergaul dengan anak tersebut akan terbawa pergaulan yang tidak baik. Padahal menurut mereka tidak semua yang masuk Panti memiliki latar belakang seperti itu. Selain itu ada anak-anak Panti yang merasa dibedakan saat mereka berada di lingkungan sekolah baik itu oleh teman-temannya bahkan terkadang ada juga oknum pengajar yang mendiskriminasi anak-anak Panti. Misalnya, ada Guru yang lebih memperhatikan anak-anak yang bukan dari anak Panti pada saat mengajar. Guru tersebut selalu bertanya mengenai paham atau tidaknya siswa terhadap materi pelajaran Guru tersebut hanya kepada anak-anak bukan Panti. Selain itu sikap Guru yang kurang ramah kepada anak Panti. Perlakuanperlakuan seperti itu yang membuat anak-anak Panti merasa tidak percaya diri saat berbaur dengan teman-teman sebaya atau lingkungan sosial umumnya. Padahal menurut Pihak Panti seharusnya mereka tidak merasakan minder karena mereka belajar di Sekolah yang merupakan milik yayasan Panti Asuhan di mana mereka tinggal. Selain itu kebutuhan mereka

5 juga terpenuhi sama seperti anak- anak pada umumnya sehingga seharusnya anak Panti tidak merasa berbeda dengan teman-teman di luar Panti Asuhan. Remaja Panti juga ada yang mengeluh bahwa teman-temannya terkesan menghina dengan menyebut anak tersebut anak miskin sehingga dimasukkan ke Panti Asuhan. Dengan keluhan- keluhan yang diceritakan anak-anak Panti biasanya para pengasuh hanya memberikan nasehat atau pun motivasi agar anak-anak tersebut tidak merasa minder lagi, selain itu dengan cara pengasuh mendatangi pihak-pihak yang ada di sekolah dan mencari solusi bersama. Hal tersebut membuat beberapa remaja Panti jika di sekolah tidak berani menjalin relasi dengan teman- teman Sekolahnya bahkan di kelas berperilaku pasif. Perilaku remaja yang tinggal di Panti Asuhan juga berbeda-beda, ada yang pendiam, ada yang aktif, ada juga remaja yang di dalam Panti nakal tetapi di luar pendiam begitupun sebaliknya. Hal tersebut membingungkan para pengasuh karena tidak adanya kegiatan konseling juga sehingga pengasuh tidak mengetahui jelas bagaimana perkembangan anak-anak di Panti terutama mengenai self-esteem yang dimiliki anak- anak di Panti Asuhan tersebut. Masa remaja (Santrock, 2007) dimulai sekitar usia 10-13 Tahun dan berakhir pada sekitar usia 18-22 Tahun. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak- kanak ke masa dewasa yang melibatkan perubahan- perubahan biologis, kognitif dan sosio emosional dengan tugas pokok mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) masa remaja berada pada tahap perkembangan identity versus identity confusion, remaja dihadapkan pada tantangan untuk dapat menemukan siapakah mereka itu, apa keunikannya dan apa yang akan menjadi tujuan hidupnya. Begitupun dengan remaja yang berada di Panti Asuhan, mereka akan melalui tahap perkembangan Erikson ini untuk membantu remaja melakukan evaluasi dirinya. Self-esteem (Mruk, 2006) didefinisikan sebagai sikap evaluatif seseorang terhadap dirinya. Penilaian tersebut berdasarkan elemen self-competence (kompetensi diri) dan self-

6 worthiness (keberhargaan diri). Para peneliti menemukan bahwa self-esteem seringkali mengalami perubahan dari sekolah dasar menuju sekolah menengah (Hawkins & Berndt, 1985 ; Simmons & Blyth, 1987 ; Twenge & Campbell, 2001 dalam Mruk, 2006). Selama dan setelah mengalami banyak perubahan di dalam kehidupan, self-esteem individu seringkali mengalami penurunan seperti seorang remaja yang memiliki prestasi namun tidak berani menunjukkan prestasinya karena merasa dirinya tidak lebih baik dari teman-temannya di kelas. Santrock (2007) menyatakan bahwa penurunan self-esteem ini dapat berlangsung selama masa transisi dari awal atau pertengahan hingga akhir sekolah menengah atas, dan dari sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi. Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran tipe self-esteem pada remaja yang di Panti Asuhan X Tasikmalaya. 1.2 Identifikasi Masalah Pada penelitian ini, masalah yang hendak diteliti adalah tipe self-esteem remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya. 1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe self-esteem yang dimiliki remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya.

7 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis - Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya. - Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain bila ingin meneliti tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya. 1.4.2 Kegunaan praktis - Bagi pengurus dan pengasuh Panti Asuhan yaitu untuk memberi informasi mengenai tipe self-esteem yang dimiliki remaja Panti Asuhan X Tasikmalaya, sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk membimbing dan mendidik remaja Panti Asuhan dengan tipe self-esteem yang dimiliki remaja Panti tersebut. - Bagi remaja di Panti Asuhan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tipe self-esteem yang dimiliki dengan harapan informasi ini dapat memberikan manfaat untuk membantu remaja tersebut dalam mengevaluasi dirinya agar remaja yang memiliki self-esteem rendah dapat meningkatkan selfesteem nya dengan cara memperbaiki hal- hal yang kurang dalam elemen selfcompetence maupun dalam elemen self-worthiness. 1.5 Kerangka Pikir Panti Asuhan merupakan lembaga untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama keluarga dengan tujuan pengasuh di Panti Asuhan dapat menggantikan peran orang tua dalam merawat, menjaga dan memberikan bimbingan kepada anak. yang berada di Panti Asuhan kebanyakan dari latar belakang keluarga yang memiliki kekurangan dalam hal ekonomi dan sosial.

8 Remaja merupakan masa transisi yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional dengan tugas pokok mempersiapkan diri memasuki masa dewasa, dan hal tersebut juga akan dialami oleh remaja di Panti Asuhan. Menurut Spitz (dalam Jersild, 1978) anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan pada umumnya perkembangan emosinya lambat dibandingkan anak-anak yang dirawat oleh orang tua mereka dan mendapatkan kehangatan keluarga. Mruk (2006) menjelaskan self-esteem sebagai sikap evaluatif seseorang terhadap dirinya; penilaian individu terhadap konsep dirinya berdasarkan perasaan berharga dan merasa diterima, sebagai konsekuensi dari kesadarannya akan kompetensi dan umpan balik yang ia terima dari lingkungan sekitar. Terdapat dua elemen dalam menjelaskan mengenai self-esteem yaitu self-competence (kompetensi diri) dan self-worthiness (keberhargaan diri). Tujuan dari self-esteem berdasarkan dua elemen ini akan mengarahkan pada tipe self-esteem yang dimiliki oleh remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya. Self-competence merujuk pada bagian keterampilan atau kemampuan fisik, kognitif, dan sosial tertentu yang dimiliki remaja. Sedangkan self-worthiness berkaitan dengan makna dari perilaku remaja. Keberhargaan mengikutsertakan nilai-nilai seperti nilai sosial umum yang menyangkut penilaian dari diri mengenai hubungannya dengan orang lain, dan nilai diri individu sendiri. Dalam hal ini remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya mudah merasa tersinggung, tidak dapat disiplin dengan aturan yang ada, merasa dibedakan ketika berada di Sekolah baik oleh teman maupun Gurunya, merasa takut ditolak oleh teman sebayanya, dan sebagainya. Terdapat empat tipe self-esteem, yaitu high self-esteem, low self-esteem, competence based self-esteem dan worthiness based self-esteem. High self-esteem ditunjukkan dengan tingkat positif dari competence dan worthiness. Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya yang memiliki high self-esteem biasanya merasa kompeten, mampu menguasai

9 tugas baru, dapat memberikan pendapat yang bisa memengaruhi orang lain, dapat mengontrol emosinya dan merasa baik secara fisik. Selain itu, remaja merasa bahwa dirinya disuka/ dicintai oleh orang lain, dapat berperilaku positif dan dapat merawat dirinya agar menarik. Hal ini memberikan pengaruh terhadap self-esteem remaja Panti Asuhan karena mereka merasa yakin memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan kegiatankegiatan dan merasa dapat beradaptasi dengan lingkungan dimana mereka berada sehingga dapat berhasil di dalam hidup. Low Self-esteem ditunjukkan dengan tingkat negatif dari competence dan worthiness yang dimiliki oleh remaja. Remaja yang memiliki low self-esteem biasanya dihubungkan dengan hal-hal seperti merasa tidak memiliki kompeten, sulit menguasai tugas baru, tidak dapat memberikan pendapat yang bisa memengaruhi orang lain, tidak mampu mengontrol emosinya, dan merasa tidak baik secara fisik. Selain itu, remaja juga merasakan bahwa dirinya tidak disukai/ dicintai oleh orang lain, tidak berperilaku positif, dan tidak dapat merawat dirinya. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap self-esteem remaja Panti Asuhan saat melakukan kegiatan dan berelasi di luar Panti Asuhan. Mereka merasa tidak memiliki kompetensi untuk mencapai prestasi yang diinginkannya dan merasa tidak pantas untuk dterima oleh orang lain. Bagi remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya yang memiliki competence based self-esteem, maka remaja tersebut akan memiliki tingkat competence yang positif dan tingkat worthiness yang negatif. Remaja yang tinggal di Panti Asuhan akan berusaha untuk mengurangi perasaan keberhargaan yang rendah dengan berfokus pada kompetensi mereka, terutama yang berhubungan dengan prestasi yang ingin mereka raih. Mereka juga cenderung fokus pada kegiatan-kegiatan yang memungkinkan mereka menghindari kurangnya rasa keberhargaan. Seperti remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya yang lebih menunjukkan prestasinya di bidang akademik maupun non akademik, dapat memberikan

10 pendapat yang bisa memengaruhi orang lain, mampu mengontrol emosinya dan merasa fisiknya baik. Remaja tersebut menutupi rasa keberhargaan yang rendah dengan menunjukkan prestasinya di Sekolah. Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya yang memiliki worthiness based self-esteem memiliki tingkat worthiness yang positif dan tingkat competence yang negatif. Dalam hal ini remaja Panti Asuhan X melibatkan usaha untuk menutupi kurangnya kompetensi dengan melingkupi diri dengan orang yang dapat menerima dirinya. Seperti remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya yang berusaha untuk dapat disukai/ dicintai oleh orang lain, dapat berperilaku positif di lingkungan dimana remaja berada, dan dapat merawat dirinya agar menarik. Remaja tersebut menutupi kurangnya kompetensi dengan menunjukkan usahanya untuk dapat diterima oleh orang lain dimana remaja itu berada. Rosenberg (dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa nilai-nilai yang berasal dari interaksi sosial sangat berpengaruh terhadap self-esteem. Teori tentang stratifikasi (pembagian kasta dalam masyarakat) menghubungkan self-esteem atau tingkat self-esteem dengan tingkatan sosial di dalam masyarakat sebagai contoh berdasarkan kelas sosial ekonomi." Hipotesis subkultur," menghubungkan self-esteem lebih berdasarkan pengaruh lingkungan dari kelompok-kelompok atau golongan-golongan sosial (suku, ras, agama). Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya yang memiliki ekonomi yang rendah kurang dihargai, hal tersebut terjadi karena remaja yang berada di kalangan ekonomi atas memiliki kekuasaan lebih secara finansial sehingga akan lebih dihargai. Dan hal tersebut juga yang membuat remaja dengan ekonomi rendah memiliki penurunan self-esteem, seperti remaja Panti yang diperlakukan berbeda oleh oknum Guru di Sekolahnya ketika berada dalam situasi belajar, remaja Panti kurang diperhatikan dibandingkan remaja yang bukan anak Panti. Selain itu adanya pertengkaran antara sesama remaja yang tinggal di Panti yang

11 disebabkan oleh perkataan yang menyinggung. Faktor-faktor sosial dalam kelompok subkultur (persamaan suku, ras, agama) lebih berpengaruh dalam menentukan pengalaman nilai-nilai yang dialami sendiri oleh anggota kelompoknya daripada nilai-nilai yang didapat dari masyarakat secara umum. Nilai-nilai "lokal" ini terbentuk terlebih dahulu, dialami secara langsung oleh individu, dan diasah terus menerus, sehingga nilai-nilai tersebut cenderung memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap self-esteem. Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan Panti dibandingkan dengan lingkungan Sekolah, sehingga self-esteem menurun atau meningkat dikarenakan lingkungan dimana remaja berada.

12 Secara ringkas kerangka pikir yang sudah dipaparkan di atas dapat dilihat pada bagan ini: Faktor yang memberi pengaruh: - Ekonomi - Lingkungan High Self- Esteem Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya Self Esteem Low Self- Esteem Competence Based Self- Esteem - Self-Competence/ kompetensi diri - Self-Worthiness/ keberhargaan diri Worthiness Based Self- Esteem Bagan 1.1 Kerangka Pikir 1.6 Asumsi Dari kerangka pikir di atas maka dapat ditarik asumsi sebagai berikut: - Remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya memiliki tipe high selfesteem, low self-esteem, competence based self-esteem dan worthiness based selfesteem

13 - Faktor ekonomi dan lingkungan dimana remaja berada memengaruhi self-esteem remaja yang tinggal di Panti Asuhan X Tasikmalaya.