BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena baru yang muncul di dunia seiring dengan keberhasilan pembangunan adalah populasi lansia yang meningkat (Nugroho, 2008:1). Peningkatan populasi lansia tersebut merupakan dampak dari adanya peningkatan usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup terjadi di Negara maju maupun di Negara berkembang, termasuk Indonesia (Prayitno, 2006). Penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terusmenerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Nugroho, 2008:12). Indonesia merupakan Negara yang menduduki peringkat keempat jumlah lansia terbanyak di dunia setelah China, India, dan Amerika. Sugiri Syarief, mengatakan bahwa pada sensus penduduk tahun 2010 didapatkan data jumlah lansia yang meningkat secara signifikan. Jika pada tahun 1970-an, jumlah lansia hanya sekitar dua persen dari keseluruhan penduduk, saat ini sudah mencapai hampir 10 persen dari jumlah keseluruhan penduduk (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2011). Survey badan statistic (BPS) tahun 2010, didapatkan data bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia sebesar 23,1 juta jiwa atau 9,77 % dari total penduduk. Prediksi jumlah lansia ini akan meningkat menjadi 28,1 juta jiwa atau 11,34 % dari keseluruhan penduduk pada tahun 2020. 1
Jumlah lansia terendah di jawa timur atau terkecil di Jawa Timur yaitu Kota Mojokerto dengan jumlah 11.919, dan lansia di Kabupaten Jember berjumlah 128.425, sedangkan Kabupaten Malang memiliki jumlah lansia terbanyak. Jumlah lansia di Kabupaten Malang adalah 289.604 jiwa dan 14% dari jumlah penduduk lansia di Kota Malang adalah lansia yang terlantar (BPS Jawa timur, 2010). Lansia yang terlantar adalah lansia yang tidak memiliki tempat tinggal menetap dan hidup di jalanan, serta mencari nafkah di jalanan. Hidup di jalanan tentunya tidak mudah dihadapi oleh seseorang, baik bagi orang yang masih sehat fisiknya, maupun bagi orang yang sudah mengalami penurunan secara fisik seperti lansia. Lansia yang tinggal di jalanan sering mengalami masalah dan gangguan kesehatan seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan tidur dan masalah kesehatan lainnya. Masalah kesehatan lansia akan diperparah dengan adanya dampak dari proses penuaan yang terjadi pada lansia. Keluhan-keluhan seputar masalah kesehatan seperti tidur merupakan masalah umum yang terjadi di masyarakat luas, khususnya pada lansia (Roland, 2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di kota Malang. Hasil wawancara singkat yang dilakukan peneliti terhadap 10 lansia jalanan yang berusia lebih dari 55 tahun yang tinggal di beberapa tempat yaitu di stasiun kota baru, terminal Landung sari, terminal Arjosari dan pasar Merjosari Malang, didapatkan bahwa 6 dari 10 lansia mengeluhkan seringkali terbangun di malam hari dan merasa kesulitan untuk kembali tidur. Lansia juga mengeluhkan terbangun karena ingin buang air kecil, terbangun karena merasakan lingkungan terlalu dingin, serta seringkali merasa mengantuk di siang hari. Empat lansia lainnya menyatakan bahwa kualitas tidur mereka baik, merasa nyaman saat tidur, tidur nyenyak saat malam hari, 2
dan tidak merasakan kantuk berlebihan di siang hari. Bahkan beberapa lansia menyatakan lebih nyaman dan lebih memilih tinggal di jalanan walaupun mereka memiliki rumah dan keluarga. Kozier (2008) menyatakan bahwa factor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur adalah factor usia, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress psikologis, alcohol, dan stimulan, diet, merokok, motivasi, sakit, dan medikasi. Potter & Perry (2005) juga menyatakan bahwa factor yang mempengaruhi tidur, pola tidur yang biasa dan mengantuk yang berlebihan pada siang hari, fisiologis dan latihanserta asupan makanan dan kalori. Perubahan lingkungan tempat tinggal yang baru misalnya lansia yang baru pindah ke panti Werdha Griya Asih Lawang dapat memicu terjadinya gangguan tidur pada lansia, karena lansia yang baru tinggal di panti jompo Al-ishlah masih dalam tahap adaptasi dengan lingkungan yang baru. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 6 lansia yang berusia lebih dari 60 tahun yang tinggal di panti Werdha Griya Asih Lawang di dapatkan bahwa 4 dari 6 lansia mengeluhkan susah tidur saat malam hari, dan sering terbangun karena ingin buang air kecil. Lansia juga mengeluhkan sering merasa ngantuk di siang hari. Dua lansia lainnya menyatakan tidak ada keluhan tentang masalah tidur, lansia juga menyatakan bahwa tidur nyenyak dimalam hari. Jumlah lansia yang banyak di Indonesia haruslah ditangani secara keseluruhan dengan memperhatikan kebutuhan lansia. Kebutuhan fisiologis dasar manusia, termasuk kebutuhan lansia yang harus dipenuhi, yaitu hygiene, nutrisi, kenyamanan, oksigenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin, eleminasi fekal, dan tidur (Potter & perry, 3
2005). Erliana (2009) menambahkan bahwa kebutuhan dasar yang sering kali tidak disadari peranannya adalah kebutuhan tidur dan istirahat. Tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal (Maas, 2011). Kebutuhan tidur termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2006). Pada masa neonates, kebutuhan untuk tidur sekitar 18 jam, berkurang menjadi 13 jam pada usia satu tahun, Sembilan jam pada usia 12 tahun, delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40 tahun, enam jam setengah pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80 tahun (Amir, 2007). Tidur dipercaya bermanfaat dalam pemulihan fisiologis dan psikologis individu. Tidur nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung (Potter & Perry, 2005). Gangguan tidur yang terjadi pada lansia tentu akan mempengaruhi kualitas tidur lansia. Sumedi, dkk (2010), mengungkapkan bahwa kualitas tidur malam hari pada lansia mengalami penurunan menjadi sekitar 70-80% dari usia dewasa. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu, dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk merupakan tanda dan gejala kurang tidur (Hidayat,2006). Lansia yang hidup dengan lingkungan yang tidak aman dan nyaman membuat lansia tidak leluasa dalam melakukan kegiatan sehari-hari maupun dalam keadaan istirahat dan tidur. Uraian yang dijelaskan tersebut, memberikan inspirasi pada peneliti untuk melakukan penelitian tentang perbandingan kualitas tidur antara lansia 4
yang tinggal di jalanan dengan lansia yang tinggal di panti Werdha Griya Asih Lawang. 1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah ada perbedaan antara kualitas tidur lansia jalanan dengan lansia Panti Werdha Griya Asih Lawang? 1.2 Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kualitas tidur lansia jalanan dengan lansia Panti Werdha Griya Asih Lawang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia yang tinggal di jalanan 2. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia yang tinggal di Panti Werdha Griya Asih Lawang 3. Menganalisis perbandingan kualitas tidur lansia jalanan dengan lansia panti Panti Werdha Griya Asih Lawang. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti adalah menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kualitas tidur lansia jalanan dan kualitas tidur lansia panti jompo. 1.4.2. Manfaat Bagi Instansi Pendidikan Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi pendidikan adalah sebagai tamabahan referensi dan pengembangan penelitian, serta sebagai pedoman untuk 5
melakukan intervensi pada keperawatan gerontik. Pengetahuan akan kualitas tidur lansia dapat memberikan masukan intervensi yang tepat dalam pencegahan gangguan tidur yang terjadi pada lansia. Instansi pendidikan juga dapat mengembangkan keilmuannya secara mendalam terkait dengan kualitas tidur lansia. 1.4.3. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah data dan hasil yang diperoleh dapat dijadikan sumber informs dan masukan untuk optimalisasi program pencegahan dan penanganan gangguan tidur pada lansia. Data yang didapatkan di masyarakat terkait dengan kualitas tidur lansia dapat dijadikan masukan pada instansi kesehatan setempat bahwa kebutuhan tidur pada lansia juga penting untuk dipenuhi selain kebutuhan dasar lainnya. 1.4.4 Manfaat bagi Keperawatan Manfaat penelitian ini bagi keperawatan yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan peningkatan terhadap kualitas asuhan keperawatan khususnya pada keperawatan gerontik. Peran perawat gerontik dalam penatalaksanaan kualitas tidur yang buruk pada lansia dapat lebih optimal dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas tidur yang buruk pada lansia. Hal ini menjadi penting bagi lansia, karena kualitas tidur yang baik dapat menunjang dalam peningkatan kualitas hidup lansia. 1.5. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Penelitian terdahulu terkait dengan kualitas tidur adalah penelitian yang di lakukuan oleh Irwina angelia (2013) dengan judul faktorfaktor yang berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk pada lansia di desa Wonojati kecamatan Jenggawah 6
kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimen dengan rancangan korelasi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain analitik korelasional (correlational study) dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada beberapa factor yang berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk diantaranya lingkungan, gaya hidup, dan sakit. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variable independen. Variable independen pada penelitian tersebut adalah factor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk, sedangkan variable independen dari penelitian peneliti adalah lansia jalanan dan panti jompo. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variable dependennya yaitu kualitas tidur. 2. Penelitian Penelitian Kartika (2012) meneliti tentang pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Layangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. sampel dalam penelitian ini lansia di desa layangan, metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara sample random sampling. Instrument penelitian yang digunakan adalah menggunakan kuesioner kualitas tidur modifikasi dari Pittsburgh Sleep Quality Indexs (PSQI). PSQI digunakan untuk mengukur kualitas tidur lansia. Hasil dari penelitian ini ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Layangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dengan nilai t hitung sebesar 2,157 sedangkan nilai p-volue sebesar 0,040 (α=0.05). Perbedaan yang dilakukan Kartika dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada variable independent. Variable independent pada penelitian 7
tersebut adalah senam lansia, sedangkan variable independent dari peneliti adalah lansia jalanan dan panti jompo. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variable dependennya yaitu kualitas tidur. 8