PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN LEARNING CYCLE 5E

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL ILMIAH. Oleh Lamtaruli Purba RSA1C113025

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Ferawati RRA1C113010

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E (SIKLUS BELAJAR 5E) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA KELAS X MIA SMAN 6 MALANG

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Nurasia A1C112028

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Yuniarti A1C112021

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah deksriptif korelasional, yaitu penelitian

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

Lu luin Nur Hasanah 1 *, Endang Susilowati 2, dan Budi Utami 2. * HP:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OLEH: RIRIN EKA YULIANA RSA1C114012

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

Maryetta Evi Hariati: Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 0

PERBANDINGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS ANTARA KELOMPOK SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL POE DAN MODEL DISCOVERY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL INKUIRI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THE 5E LEARNING CYCLE DISERTAI TEKNIK PICK UP CARDS GAME

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

Surakarta. Keperluan korespondensi, telp: ,

PENGARUH MEDIA LABORATORIUM VIRTUAL DALAM PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA SMAN 8 MUARO JAMBI KARYA ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 2009), hlm.3. di Abad Global, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hlm. 4. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 19, hlm. 4.

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk dalam rumpun IPA (ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

G. Lian Y. Nababan. NIM ABSTRAK. antara hasil belajar siswa menggunakan model konvensional dengan model

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI GERAK DI SMP NEGERI 27 BANJARMASIN

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN INKUIRI BEBAS TERMODIFIKASI BERMEDIA LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUAL KELAS XI POKOK BAHASAN SISTEM KOLOID

ARTIKEL ILMIAH OLEH NURUL QADRIATI NIM RSA1C FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI OKTOBER, 2014

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Ellisa Putriyani RRA1C112009

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakkan seluruh subjek dalam kelompok belajar untuk diberi perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODUL DENGAN PENDEKATAN CTL TERHADAP KEBERHASILAN PENGAJARAN REMEDIAL KELAS VIII

KETERAMPILAN METAKOGNITIF PADA TINGKAT BERPIKIR KREATIF SISWA UNTUK MATERI HIDROKARBON DI KELAS XI MAN MODEL KOTA JAMBI

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE PADA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Laela Ngasarotur Risfiqi Khotimah Partono Pendidikan Fisika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 SURABAYA PADA MATERI LAJU REAKSI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. SMA Gajah Mada Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang siswa yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

PENGGUNAAN MODEL LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR PADA KONSEP REAKSI REDOKS KELAS X MAN MUARO BUNGO KARYA ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan UUD 45 pada alinea ke empat, yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 10 BANJARMASIN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Optimalisasi Hasil Belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Melalui Model Learning Cycle 5E pada Siswa Kelas IV SD Negeri Mardiharjo

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

Surakarta, Indonesia. *Keperluan korespondensi, telp/fax: (0271) , ABSTRAK

Titis Dyah Arisanti, Dr. Supriyono Koes H, M.Pd, M.A, Drs. Sumarjono, M.Pd Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

*Korespondensi, tel : ,

Gayus Simarmata FKIP Universitas HKBP Nomensen Pematangsiantar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

Universitas Sebelas Maret Surakarta. *Korespondensi, telp: , ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PROSES DAUR AIR

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A-MATCH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA. Nurlia Astika, Ngurah Ayu Nyoman M

Satrio Rahmat Muslim 1, Yaspin Yolanda 2, Ahmad Amin 3 Skripsi ini berjudul Penerapan model Collaborative Teamwork Learning pada

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI IPA MAN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA semester genap SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Erlisa Pertiwi, Syahril Bardin, Masitah Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman

PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA KELAS XI IPA SMA

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI GERAK HARMONIK SEDERHANA DI KELAS XI IPA MAN SANGGAU LEDO

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aset masa depan yang menentukan maju

Transkripsi:

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN LEARNING CYCLE 5E DI KELAS XI SMA NEGERI 4 MUARO JAMBI ARTIKEL ILMIAH OLEH : DWI ASTUTI A1C114014 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI APRIL 2018

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN LEARNING CYCLE 5E DI KELAS XI SMA NEGERI 4 MUARO JAMBI Oleh: Dwi Astuti 1), Abu Bakar 2), Fuldiaratman 3) 1 Mahasiswa S1 Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Jambi 2 Dosen Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Jambi Jambi, Indonesia Email: dwiastuti0912@gmail.com Penelitian ini dilatar belakangi oleh kurangnya motivasi belajar siswa yang disebabkan oleh pembelajaran yang monoton sehingga dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan hasil belajar pun rendah. Penerapan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E dan pengaruhnya terhadap hasl belajar siswa serta untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih baik diterapkan pada materi larutan penyangga di SMA Negeri 4 Muaro Jambi. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan campuran (mix method) dengan menggunakan kedua data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi keterlaksanaan model oleh guru maupun siswa dan tes hasil belajar siswa. Teknik analisis data kualitatif menggunakan Miles and Huberman dan teknik analisis data kuantitatif menggunakan uji korelasi product moment dan uji-t. Teknik analisis data perbandingan model pembelajaran menggunakan uji-t pihak kanan. Berdasarkan hasil pengolahan data keterlaksanaan model pembelajaran pada kelas eksperimen I diperoleh hasil thitung = 2,975 > ttabel = 2,048 sedangkan pada kelas eksperimen II diperoleh hasil thitung = 2,138> ttabel = 2,048, pada α = 5%. Selisih nilai pretest-posttest juga dilakukan uji-t pihak kanan diperoleh hasil thitung = 105,187> ttabel = 1,672 pada α = 5%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi larutan penyangga yang diajarkan melalui model Inkuiri Terbimbing memberikan peningkatan hasil belajar yang lebih besar dibandingkan pembelajaran materi larutan penyangga yang diajarkan melalui model Learning Cycle 5E pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Muaro Jambi. Kata kunci: Model Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E, Hasil Belajar, Larutan Penyangga PENDAHULUAN Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kekuatan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan salah satunya adalah menghasilkan generasi yang berkualitas agar dapat bersaing di era perkembangan zaman. Sementara kecenderungan dalam pendidikan dewasa ini adalah kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas sementara sumber daya manusia yang berkualitas inilah nantinya yang bisa 1

menjadikan manusia mampu bersaing dengan negara lain. Masalah peningkatan mutu pendidikan tentunya tidak terlepas dari masalah pembelajaran karena salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan generasi penerus bangsa yang mempunyai mutu pendidikan adalah dengan pembelajaran. Kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap proses pembelajaran. Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memperbaiki kualitas kurikulum pendidikan, sehingga pada saat ini telah mewajibkan sekolah dasar maupun sekolah menengah untuk mengimplementasikan kurikulum 2013. Berdasarkan kurikulum 2013, penguatan pola pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa diharapkan mampu untuk dapat mengkonstruksi pemikirannya sendiri berdasarkan pendekatan pembelajaran saintifik yang terdiri atas mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasika, maka diharapkan kelima pokok kegiatan pembelajaran tersebut diterapkan dalam pembelajaran kimia (Isindanah dan Azizah, 2016). Kimia merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa SMA. Salah satu materi kimia adalah larutan penyangga. Materi larutan penyangga merupakan salah satu pokok bahasan yang memerlukan penguatan pemahaman siswa, karena karakteristik dari materi larutan penyangga ini meliputi: bersifat abstrak (reaksi asam basa), pemahaman konsep (sifat larutan penyangga), bersifat riil dan aplikatif (peranan larutan penyangga dalam kehidupan), sehingga guru harus bisa memvisualisasikannya melalui pembelajaran yang nyata agar konsep yang bersifat abstrak tersebut bisa dibuktikan. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan guru bidang studi kimia yang megajar di kelas XI MIA SMAN 4 Muaro Jambi diketahui bahwa materi larutan penyangga tergolong salah satu materi yang membosankan dan siswa masih sering mengalami miskonsepsi. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran, guru bidang studi kimia masih kurang memahami jenis-jenis model pembelajaran yang tepat digunakan untuk mengajarkan materi larutan penyangga. Guru hanya menerapkan metode-metode ceramah, diskusi dan belum menerapkan praktikum pada materi larutan penyangga. Oleh karena itu, pembelajaran masih cenderung monoton sehingga siswa kurang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan hasil belajar siswa masih rendah. Hal ini diketahui bahwa banyak siswa yang masih mendapatkan nilai dibawah KKM kemudian dilakukan remedial. Berdasarkan hal di atas, dari beberapa materi yang dipelajari di sekolah, umumnya masih terdapat siswa yang cenderung pasif dan hanya menerima dari apa yang diberikan guru. Akibatnya siswa kurang mendapatkan kesempatan emas untuk membentuk keterampilan dan sikap ilmiah sendiri. Hal tersebut juga tidak sejalan dengan teori menurut Aunurrahman (2013), dimana belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya (dikerjakan), bukan mengetahuinya sehingga dalam proses pembelajaran akan terlihat keterlibatan siswa dalam penyelesaian masalah dari suatu materi pelajaran. Dalam proses pembelajaran tersebut guru dituntut harus memberikan inovasi pada pembelajaran kimia agar siswa dapat berpikir kritis dalam upaya memecahkan masalah dengan pembelajaran yang lebih bermakna yaitu dengan menerapkan berbagai model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang sesuai diterapkan pada pembelajaran kimia adalah model inkuiri terbimbing. Menurut Sadia (2014), bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing menghindarkan siswa dari cara belajar menghafal. Dengan diterapkannya model pembelajaran inkuiri terbimbing 2

dalam pembelajaran IPA, siswa akan memperoleh cara untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Berdasarkan sintaks inkuiri terbimbing, dapat terlihat bahwa model ini menekankan pada konstruksi konsep melalui perumusan masalah dan hipotesis yang kemudian dibuktikan melalui kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum efektif untuk mengembangkan logika berpikir, kemampuan menyelesaikan masalah, meningkatkan psikomotor dan minat belajar siswa serta menghindari suasana pembelajaran yang monoton sehingga konsep pembelajaran dapat dikonstruksi melalui apa yang mereka temukan secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Ertikanto (2015) bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Selain menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, guru juga dapat menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pembelajaran kimia. Model pembelajaran Learning Cycle 5E juga dapat membuat siswa aktif mengkonstruksi konsep melalui lima fase pembelajaran (5E) yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration dan evaluation. Sintaks model Learning Cycle 5E dapat membuat siswa aktif berdiskusi dan mengaplikasikan konsep yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah-masalah berkaitan dengan konsep tersebut. Melalui diskusi, siswa berbagi ide, berargumen, dan mencari penjelasan konsep hingga mereka mendapatkan pemahaman yang baik (Firdausi, 2014). Jika ditinjau dari persamaan komponen inkuiri terbimbing dan Learning Cycle 5E, kedua model pembelajaran ini berorientasi pada teori konstruktivisme dan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui eksplorasi atau percobaan. Sedangkan bila ditinjau dari perbedaan antara kedua model pembelajaran ini, pada model inkuiri terbimbing lebih menekankan pada proses penyelidikan dari hipotesis yang telah dirumuskan berdasarkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sedangkan pada model Learning Cycle 5E siswa langsung merumuskan prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dibahas dan menerapkan konsep yang di dapat melalui pemecahan masalah yang baru. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Firdausi (2014) bahwa hasil belajar kognitif dan hasil belajar kognitif tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan menggunakan model Inquiry lebih tinggi dibandingkan model Learning Cycle 5E. Penelitian yang dilakukan oleh Anggini (2015), juga mengatakan bahwa keterlaksanaan proses pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada kelas eksperimen (95,4%) dan Learning Cycle 5E pada kelas kontrol (93,2%) berlangsung sangat baik, dan ada perbedaan hasil belajar kognitif antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Larutan Penyangga Antara Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dengan Learning Cycle 5E Di Kelas XI SMA Negeri 4 Muaro Jambi KAJIAN PUSTAKA Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan (Ertikanto, 2016). 3

Sudjana (2009) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hosnan (2014) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional. Menurut Ertikanto (2016) model pembelajaran diartikan sebagai suatu prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dapat juga diartikan sebagai suatau pendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah model pembelajaran yang didalamnya guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal atau petunjukpetunjuk yang dapat mengarahkan siswa ke dalam suatu diskusi belajar untuk menemukan pemecahan masalah (Trianto, 2014). Menurut Sadia (2014) dalam model inkuiri terbimbing peran guru cukup dominan, guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan inkuiri dengan jalan mengajukan pertanyaanpertanyaan awal dan mengarahkan siswa pada suatu diskusi pada proses pembelajaran. Proses inkuiri dilakukan melalui tuntunan lembar kerja siswa (LKS) yang agak rinci, dimana setiap tahapan ada petunjuk atau pedoman yang dirancang oleh guru. Menurut Suyanti (2010) bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran di kelas harus memperhatikan langkah-langkah pembelajaran (sintaks) yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Siklus belajar 5E (learning cycle 5E) adalah salah satu model konstruktivis lengkap dalam kasus pembelajaran berbasis riset yang digunakan di dalam pembelajaran kelas. Learning cycle 5E merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dengan kegiatan yang memberikan dasar untuk observasi, pengumpulan data, analisis tentang kegiatan, peristiwa, dan fenomena. Learning cycle 5E merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif (Funi, 2016). Menurut Sadia (2014), Learning Cycle 5E atau siklus belajar 5E (engagement, exploration, explaination, elaboration, dan evaluation) merupakan pengembangan dari model siklus belajar eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Model siklus belajar 5E (learning cycle 5E) merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada filsafat konstruktivisme. METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian adalah menggunakan pendekatan campuran (mixed method). Mixed method merupakan metode yang memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan jenis model sequential exploratory (model urutan penemuan) dimana data kuantitatif sebagai data primer atau data yang lebih dominan daripada data kualitatif. Pendekatan kualitatif pada data ini mendeskripsikan secara naratif bagaimana guru/peneliti menerapkan model Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E dalam pembelajaran larutan penyangga, sedangkan pendekatan kuantitatif menilai hasil belajar siswa. Selanjutnya tindakan belajar siswa ini dihubungkan dengan hasil belajar siswa. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu kelas XI MIA 4

2 sebagai kelas eksperimen I dan kelas XI MIA 3 sebagai kelas eksperimen II. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi dan tes essay (pretest dan posttest). Lembar observasi digunakan untuk melihat keterlaksanaan model Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E oleh guru dan siswa. Tes essay berupa pretest-posttest digunakan untuk melihat peingkatan hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan data disini ada 2 yakni data kualitatif diperoleh dari komentar observer pada lembar observasi, dan data kuantitatif diperoleh dari data tes essay. Teknik analisis data yang digunakan pada data kualitatif dianalisis menggunakan Miles and Huberman. Berikut gambar analisis menggunakan Miles and Huberman (Sugiyono, 2016). Gambar 1.1 Analisis data kualitatif Miles dan Huberman Sedangkan data kuantitatif untuk melihat keterlaksanaan model dianalisis menggunakan korelasi product moment. rxy= n( XY) ( X)( Y) {n ( X 2 ) ( X) 2 }{n( Y 2 ) ( Y) 2 } (Sugiyono, 2014) Untuk melihat signifikansi pengaruh variabel X dan variabel Y maka dilakukan uji lanjut dengan uji t. Adapun rumus untuk uji t adalah sebagai berikut: Rumus uji t : t = r n 2 1 r 2 Keterangan : n = jumlah responden uji coba r = koefisien korelasi Untuk menguji hipotesis perbedaan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang diajarkan melalui model Inkuiri Terbimbing dengan hasil belajar materi larutan yang diajarkan melalui model Learning Cycle 5E pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Muaro Jambi. Menurut Sudjana (2014) rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: t = X1 X2 S 1 n1 + 1 n2 Untuk menghitung simpangan baku gabungan kedua kelompok kelas dapat digunakan rumus: S 2 = (n 1 1)S 1 2 + (n 2 1)S 2 2 n 1 + n 2 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Keterlaksanaan model Inkuiri Terbimbing dengan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga di kelas XI MIA SMA Negeri 4 Muaro Jambi mengalami peningkatan hasil persentasi keterlaksanaan oleh siswa pada setiap pertemuan sebesar 58,72% (Cukup Baik) untuk pertemuan pertama, 68,83% (Baik) pada pertemuan kedua dan 86,33% (Sangat Baik) pada pertemuan ketiga dengan rata-rata persentasi keterlaksanaan model sebesar 71,30% (Baik). 100.00% 50.00% 0.00% Model Inkuiri Terbimbing Ratarata 71,30 Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Gambar 1.2 Diagram Persentase (%) Keterlaksanaan Model Inkuiri Terbimbing oleh Siswa. 5

Menurut Firdausi (2014), kegiatan praktikum efektif untuk mengembangkan logika berpikir, kemampuan menyelesaikan masalah, meningkatkan psikomotor dan minat belajar siswa serta menghindari suasana pembelajaran yang monoton. Keterlaksanaan model Learning Cycle 5E dengan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga di kelas XI MIA SMA Negeri 4 Muaro Jambi mengalami peningkatan hasil persentasi keterlaksanaan oleh siswa pada setiap pertemuan sebesar 58,01% untuk pertemuan pertama, 67,44% pada pertemuan kedua dan 80,51% pada pertemuan ketiga dengan rata-rata persentasi keterlaksanaan model sebesar 68,65% (Baik). Hal ini sesuai dengan pendapat Yamin (2012) dalam peningkatan kualitas pembelajaran, maka kita harus memperhatikan beberapa komponen yang mempengaruhi pembelajaran, salah satunya adalah sarana dan prasarana pendidikan yang meliputi alat peraga/alat praktik. 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Model Learning Cycle 5E Rata-rata 68,65% Gambar 1.3 Diagram Persentase (%) Keterlaksanaan Model Learning Cycle 5E oleh Siswa. Hasil belajar siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes essay yang diberikan melalui pretest dan posttest pada pertemuan pertama dan ketiga dengan jumlah soal 5 soal essay dengan tingkat kognitif C2 sampai C4. Analisis peningkatan pretest dan posttsest pada uji hipotesis telah membuktikan adanya perbedaan hasil belajar kedua kelas sampel. Pembelajaran materi larutan penyangga dengan menggunakan model Inkuri Terbimbing memberikan peningkatan hasil belajar yang lebih besar dibandingkan pembelajaran larutan penyangga dengan menggunakan model Learning Cycle 5E. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada materi larutan penyangga melalui model pembelajaran Inkuiri Terbimbing siswa terlihat lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran dan berpikir secara teratur untuk menemukan konsep yang dituju. Konsep yang didapat lebih kuat, terbukti dari persentase nilai siswa pada pretest pertemuan pertama dan ketiga berturutturut adalah 20,37% dan 20,33%. Kemudian persentase nilai siswa pada posttest pada pertemuan pertama dan kedua berturut-turut adalah 72,77% dan 77,57%. Hal ini sejalan dengan pendapat Dimyati dan Mujiono (2013) yang menyatakan bahwa kelebihan dari model Inkuiri Terbimbing yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, membantu memperkuat konsep diri siswa juga memungkinkan pengetahuan melekat erat pada diri siswa. Salah satu keunggulan model Inkuiri Terbimbing dibandingkan dengan model Learning Cycle 5E seperti yang dikemukakan oleh Ertikanto (2016) menyatakan bahwa pada model Inkuiri Terbimbing siswa dituntut untuk menemukan konsep melalui petunjuk-petunjuk dari guru. Petunjuk-petunjuk itu pada umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat membimbing. Terdapat perbedaan antara proses pembelajaran yang melalui model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing memiliki beberapa kelebihan dibandingkan model Learning Cycle 5E 6

diantaranya (1) melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam membuat pertanyaan pada sintaks perumusan masalah; (2) menuntut siswa untuk membaca dan mempelajari materi sesegera mungkin agar dapat membuat hipotesis penelitian dengan baik; (3) melibatkan secara aktif siswa dalam penyusunan prosedur praktikum sehingga seiswa lebih memahami tujuan pengadaan praktikum (Firdausi, 2014). Untuk melihat keterlaksanaan model Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E, uji yang dilakukan yaitu dengan mencari korelasi product moment pearson antara keterlaksanaan model Inkuiri Terbimbing dengan hasil belajar siswa dan keterlaksanaan model Learning Cycle 5E dengan hasil belajar siswa. Dari perhitungan koefisien korelasi (r) dari kedua variabel tersebut pada kelas eksperimen I, diperoleh nilai (r) 0,490 dan pada kelas eksperimen II diperoleh nilai (r) 0,375. Berdasarkan tabel pedoman interpretasi koefisien korelasi (tabel 3.12) nilai (r) 0,490 (sedang) pada kelas eksperimen I berada pada interval 0,40 0,599 dan nilai (r) 0,375 pada kelas eksperimen II berada pada interval 0,20-0,399 (rendah) (Sugiyono, 2016). Dengan demikian hubungan antara keterlaksanaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan hasil belajar siswa pada penelitian ini memiliki tingkat hubungan sedang. Selanjutnya dilakukan uji t lanjutan. Hasil perhitungan uji t pengaruh keterlaksanaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan hasil belajar siswa diperoleh nilai 2,975. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan ttabel = 2,048 maka diketahui thitung > ttabel dengan dk=28, berarti ada hubungan atau pengaruh positif antara keterlaksanaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga di kelas XI SMA Negeri 4 Muaro Jambi. Hasil perhitungan uji t untuk melihat pengaruh keterlaksanaan model Learning Cycle 5E dan hasil belajar siswa diperoleh nilai 2,318. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan ttabel = 2,048 maka diketahui thitung > ttabel dengan dk=28, berarti ada hubungan atau pengaruh positif antara keterlaksanaan model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga di kelas XI SMA Negeri 4 Muaro Jambi. Untuk menguji hipotesis perbandingan hasil belajar siswa antara model Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E dilakukan uji satu pihak yaitu pihak kanan. Dari perhitungan terihat harga thitung = 105,187 sedangkan dari tabel distribusi t diperoleh ttabel (α=0,05) = 1,672. Oleh karena harga pengujian thitung>ttabel terpenuhi, maka Ha : µ1>µ2 diterima dan H0 : µ1<µ2 ditolak. Berarti hipotesis berbunyi Pembelajaran materi larutan penyangga yang diajarkan melalui model Inkuiri Terbimbing akan memberikan peningkatan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran materi larutan penyangga yang diajarkan melalui model Learning Cycle 5E pada siswa kelas XI MIA SMA Negeri 4 Muaro Jambi terpenuhi. Hal ini juga senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdausi (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan menggunakan model inquiry dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model Learning Cycle 5E. Hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model inquiry lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model Learning Cycle 5E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan penelitian, yaitu: 1. Keterlaksanaan model Inkuiri Terbimbing dengan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga di kelas XI MIA SMA Negeri 4 Muaro Jambi memiliki 7

rata-rata persentasi keterlaksanaan model sebesar 71,30% (Baik). 2. Keterlaksanaan model Learning Cycle 5E dengan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga di kelas XI MIA SMA Negeri 4 Muaro Jambi memiliki rata-rata persentasi keterlaksanaan model sebesar 68,65% (Baik). 3. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang diajarkan melaui model Inkuiri Terbimbing dan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang diajarkn melalui model Learning Cycle 5E dimana diperoleh thitung =105,187 > ttabel = 1,672 dengan taraf nyata α = 0,05. DAFTAR RUJUKAN Anggini., 2015. Perbedaan Hasil Belajar Dan Motivasi Belajar Siswa Materi Asam Basa Pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Dan Inkuiri Terbimbing Bagi Siswa Kelas XI SMA Negeri 5 Malang. Jurnal Pendidikan Sains,Vol 2 No.3. Hal 101-108. Aunurrahman., 2016. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Dimyati., dan Mujiono., 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud & PT. Rineka Cipta. Ertikanto, C., 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta: Media Akademi. Firdausi, N. I., 2014. Perbandingan Hasil Belajar Kimia dengan Model Pembelajaran Inquiry dan Learning Cycle 5E pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Jurnal Pendidikan Sains, Vol.2, No.4. Hal 193-199. Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E). http://mediafunia.blogspot.co.id/ 2016/07/model-pembelajaransiklus-belajar-5e.html. Hosnan, M., 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Isindanah, N.S. dan Azizah, U., 2016. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk melatih keterampilan berpikir kritis pada materi pokok larutan penyangga di kelas XI SMA Antartika Sidoarjo. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN: 978-602-0951-12-6. Sadia, I. W., 2014. Model-Model Pembelajaran Sains Kostruktivistik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudjana., 2009. Metoda Statistika. Bandung:Tarsito. Sugiyono., 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta. Sugiyono., 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta. Suyanti, R. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta:Graha Ilmu. Trianto., 2014. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka. Yamin,. M., 2012. Manjemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Funi, M., 2016. Diakses pada 10 Desember 2017. Pembelajaran 8