II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Perah Saanen Kambing merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi oleh manusia. Kambing dikenal sebagai ternak ruminansia kecil yang merupakan ternak herbivora yang sangat populer dikalangan peternak Indonesia, terutama masyarakat di pulau Jawa. Ternak kambing sudah lama diusahakan sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksinya relatif mudah. Produksi yang dihasilkan dari ternak kambing meliputi daging, susu, kulit, bulu dan kotoran sebagai pupuk (Adolfina dan Karstan, 2006). Kambing Saanen merupakan kambing perah yang populer di Eropa. Kambing perah ini berasal dari lembah Saenen, Swiss. Meskipun ukuran tubuhnya besar, kambing ini memiliki kepala yang relatif kecil, lancip, dengan leher yang relatif panjang. Telinganya berukuran sedang, tegak, dan mengarah kedepan. Warna bulunya putih atau krem (Kaleka dan Haryadi, 2013). Bobot badan kambing Saanen jantan berkisar 68-91 kg dan betina 36-63 kg. Kambing Saanen memiliki ambing yang terletak di antara perut dan dua kaki belakang, bulunya pendek berwarna putih, hidungnya lurus dan muka berupa segi tiga. Telinga kambing Saanen tegak dan mengarah ke depan, berekor tipis dan pendek, jantan dan betina bertanduk, panjang ambing berbeda-beda sekitar 3-4 cm, dan panjang puting 5-6 cm (Setiadi dkk,2001). 6
7 Ilustrasi1.Kambing Perah Saanen 2.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu ternak yang menyusui anaknya. Alat penghasil susu adalah ambing. Ambing terdiri dari empat kelenjar yang berlainan, yang dikenal dengan perempatan (quarters). Masing-masing perempatan dilengkapi dengan suatu saluran ke bagian luar yang disebut putting. Saluran ini berhubungan dengan saluran yang sebenarnya menyimpan susu. Kelenjar itu terdiri dari banyak saluran cabang yang lebih kecil yang berakhir pada suatu perlebaran yang dinamakan alveoli, tempat susu dihasilkan (Buckle dkk., 2009). Kambing Saanen memiliki ukuran tubuh yang medium namun memiliki kapasitas ambing yang besar sehingga mampu memproduksi susu tinggi. Kambing Saanen merupakan kambing unggul dunia yang dapat memproduksi susu 322, 03 l/ekor/laktasi (Tambing dkk, 2003). Menurut Devendra dan McLeroy (1982), kambing Saanen di daerah tropis dapat menghasilkan susu 1,0-3,0 liter/hari dengan periode laktasi sekitar 209 hari.
8 Menurut Chamberlain (1993), rataan produksi susu perlaktasi di daerah tropis adalah 60-500 liter. Nutrisi merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi hasil susu, protein yang rendah dalam ransum akan mengurangi produksi susu, serta penyediaan zat makanan yang tidak cukup akan membatasi sekresi susu. Kambing dalam kondisi dan kesehatan yang buruk akan menghasilkan susu yang rendah. Produksi susu pada ternak perah yang meliputi jumlah dan komposisi susu dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (Lasley, 1978). Faktor genetik bersifat individual yang diturunkan tetua kepada keturunannya dan memiliki sifat kebakaan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban juga sistem pemeliharaan yaitu berupa tata laksana pemeliharaan ternak dan pemberian pakan yang saling berkaitan dan menunjang dalam usaha meningkatkan produksi suatu ternak (Sodiq dan Abidin, 2002). Produksi susu secara umum dipengaruhi oleh faktor biologis atau internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor genetik, periode laktasi, frekuensi pemerahan, umur dan ukuran tubuh ternak, masa kering, siklus estrus dan kebuntingan, ketosis dan milk fever (Sudono dkk., 2003). Menurut Ensminger (1980) pada dasarnya, tinggi rendah produksi susu dipengaruhi oleh 2 faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berpengaruh terhadap masing-masing individu ternak meliputi genetik dan fisiologis. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berpengaruh terhadap keseluruhan ternak pada suatu kelompok ternak seperti pakan, penyakit, iklim, dan pengelolaan. Indrijani (2001) mengungkapkan bahwa musim, tahun, dan kondisi peternakan merupakan 3 faktor eksternal yang banyak dilaporkan mempengaruhi
9 performans produksi susu dan pada kenyataanya ketiga faktor tersebut sering berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman produksi. 2.3 Puncak Produksi Menurut Devendra dan Burns (1994), puncak produksi susu akan dicapai pada hari 48-72 hari setelah beranak. Chamberlain (1993), menyatakan bahwa kambing mendapatkan puncak produksi susunya saat 8-12 minggu setelah kelahiran, dengan kurva laktasi yang lebih rata dibandingkan dengan sapi. Blakely dan Bade (1992) menyatakan susu yang dihasilkan tiap hari akan meningkat sejak induk melahirkan secara berangsur-angsur hingga berakhirnya masa laktasi Menurut Sodiq dan Abidin (2002), produksi susu kambing umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dan mencapai puncak saat mencapai umur 5-7 tahun, yakni pada masa laktasi ke 3 sampai 5. Produksi air susu seekor kambing akan naik sedikit demi sedikit sampai bulan kedua dan selanjutnya produktivitas air susu seekor kambing akan menjadi konstan mulai bulan ketiga. Kemudian berangsur-angsur menurun, sehingga produksi rendah terjadi pada awal dan akhir laktasi. Sekresi susu naik sesudah beranak dan akan lebih banyak pada kambing perah yang beranak lebih dari satu anak. Jumlah susu yang disekresi per hari akan naik untuk 2-4 minggu sesudah beranak dan banyak faktor yang mempengaruhi lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh produksi maksimum (Atabany, 2002). Tinggi rendahnya produksi susu dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan sistem pemeliharaan yaitu berupa tata laksana pemeliharaan ternak dan pemberian pakan yang saling berkaitan menunjang produksi suatu ternak Sodiq dan Abidin (2001).
10 2.4 Kadar Lemak Menurut Thai Agricultural Standard No 6006 (2008) kadar lemak susu kambing dengan kualitas premium adalah >4%, dan kualitas standar adalah 3,1-3,4%. Menurut Zain (2013) kadar lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pemberian jenis pakan seperti hijauan dan konsentrat. Pemberian hijauan akan mempengaruhi pembentukan lemak karena hijauan merupakan sumber serat. Banyaknya produksi asetat, maka akan mempengaruhi banyaknya sintesis asam lemak yang kemudian akan menghasilkan peningkatan kadar lemak susu. Kadar lemak susu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pakan berserat yang rendah dalam makanan dapat menurunkan kadar lemak susu yang dihasilkan, 2. Pengaruh iklim, musim dingin kadar lemak susu lebih tinggi, 3. Waktu laktasi dan prosedur pemerahan, setelah hari kelima pemerahan maka kadar lemak akan naik, 4. Umur, makin tua maka akan rendah kadar lemak susu yang dihasilkan, 5. Waktu pemerahan, pemerahan pada pagi dan sore akan membedakan kadar lemak susu yang dihasilkan. Pakan yang terlalu banyak hijauan menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam pakan. Kadar lemak kasar susu dipengaruhi oleh rasio hijauan dan konsentrat, turunnya rasio hijauan dalam bahan pakan menghasilkan kandungan lemak susu rendah (Sudono, dkk. 2003). Kambing Saanen memiliki kandungan lemak susu antara 3-4% per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari (Davendra & Burn 1994). 2.5 Kadar Protein Menurut Thai Agricultural Standard No 6006 (2008) kadar protein dengan kualitas premium adalah >3,7% dan untuk kualitas standar adalah 3,25-3,5%.
11 Menurut Zaidemarmo dkk, (2016). Kadar protein susu dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan. Semakin tinggi kandungan protein dalam pakan, maka semakin tinggi kandungan protein yang disekresikan kedalam susu. Sumber protein pada pakan biasanya berasal dari konsentrat. Peningkatan ketersediaan asam amino didalam pakan akan meningkatkan sintesis protein susu. Kadar protein di dalam susu akan menentukan kualitas susu yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar protein di dalam susu diantaranya adalah bangsa sapi, pakan, umur, periode laktasi, iklim, musim, dan penyakit (Ikawati, 2011). Protein susu terbentuk dari pakan konsentrat yang dikonsumsi oleh ternak kemudian akan disintesis oleh mikroba rumen menjadi asam amino dan asam amino tersebut diserap dalam usus halus dan dialirkan ke darah dan masuk ke sel-sel sekresi ambing dan nantinya menjadi potein susu (Utari, dkk., 2012). Kambing Saanen memiliki kadar protein sebesar 3,73% Zurriyati (2011).