BUPATI SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR- 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DANANAKKORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 10

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

BUPATI SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk menjalankan kehidupan yang bermartabat sesuai dengan prinsip kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan; b. bahwa pemberdayaan perempuan dilakukan agar perempuan dapat mengaktualisasikan potensinya secara optimal untuk berperan serta dalam pembangunan sesuai dengan kapasitasnya; c. bahwa perempuan yang merupakan kelompok rentan perlu mendapatkan perlindungan khusus agar tidak mengalami kekerasan dan dapat menjalani hidup layak sesuai prinsip kemanusiaan kesetaraan dan keadilan; d. bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maka pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas hidup perempuan dan melindungi anak. e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;

- 2 - Mengingat :1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Praja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606); 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

- 3-8. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Perempuan; 9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak; 10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2010 tentang Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu; 11. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakNomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAMPANG dan BUPATI SAMPANG MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Sampang. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Bupati adalah Bupati Sampang. 4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Sampang.

- 4-5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 6. Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut DKBP3A adalah Organisasi Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten Sampang. 7. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 8. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan; 9. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya, agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan, dan diskriminasi; 10. Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. 11. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan, baik yang terjadi di depan umum atau kehidupan pribadi. 12. Kekerasan terhadap anak adalah setiap tindakan yang berakibat atau mungkin berakibat penderitaan anak secara fisik, mental, sosial, psikososial, dan seksual. 13. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, gugurnya kandungan, pingsan dan atau menyebabkan kematian. 14. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

- 5-15. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. 16. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. 17. Korban adalah perempuan termasuk Tenaga Kerja Perempuan yang bekerja ke luar negeri dan anak yang mengalami kesengsaraan dan/atau penderitaan baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari kekerasan tersebut. 18. Pemberdayaan Perempuan adalah setiap upaya meningkatkan kemampu fisik, mental, spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar perempuan siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing. 19. Kesetaraan dan keadilan gender adalah kesempatan yang sama antara lakilaki dan perempuan untuk ikut serta dalam proses pembangunan, akses yang sama dalam segala bentuk pelayanan, serta memiliki status sosial dan ekonomi yang seimbang. 20. Pelayanan terpadu adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi korban kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai satu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum; 21. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut P2TP2A adalah lembaga pelayanan terpadu bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak; 22. Perlindungan terhadap perempuan adalah segala perbuatan yang ditujukan untuk memberikan rasa aman yang dilakukan oleh pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga sosial, atau pihak lain yang mengetahui atau mendengar akan atau telah terjadi kekerasan terhadap perempuan. 23. Sistem pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah keseluruhan proses penyelenggaraan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dilakukan secara komprehensif, inklusif, integratif mulai dari tahap pelayanan penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum sampai dengan

- 6 - pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya; 24. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 25. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum dan akibat hukum itu memang dikehendaki oleh subjek hukum. 26. Pelayanan adalah tindakan yang dilakukan sesegera mungkin kepada korban ketika melihat, mendengar dan mengetahui akan, sedang atau telah terjadinya kekerasan terhadap korban; 27. Pendamping adalah orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan konseling, terapi dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban kekerasan. 28. Pekerja sosial adalah orang yang mempunyai keahlian untuk mendengarkan secara empati dan menggali permasalahan untuk memberikan konseling dalam upaya penguatan psikologis korban. 29. Medicolegal adalah upaya pengumpulan barang bukti untuk kepentingan pembuktian dalam proses peradilan. 30. Women s Crisis Centeradalah pusat pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. 31. Rumah Aman adalah tempat tinggal sementara bagi korban, agar mendapatkan rasa aman dan tidak dijangkau oleh pelaku atau orang suruhan pelaku, selama perkaranya belum terselesaikan. 32. Standard Operational Procedure yang selanjutnya disebut SOP adalah prosedur yang menjadi acuan tindakan layanan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati. 33. Masyarakat adalah orang perseorangan, keluarga, kelompok, organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Asas-asas dalam Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini adalah: a. Non diskriminasi; b. Kepentingan terbaik bagi anak; c. Hakuntukhidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; d. Penghargaan terhadap pendapat anak;

- 7 - e. Kesetaraan gender; f. Keadilan gender; g. Kepastian hukum Pasal 3 Sistem Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak bertujuan untuk : a. meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak, dan kualitas keluarga; b. meningkatkan kapasitas kelembagaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di daerah, termasuk pengembangan sistim data gender dan anak;dan c. memberikan perlindungan hak perempuan dan pemenuhan hak anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya. Pasal 4 Dalam rangka mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan melalui upaya: a. memberikan akses kepada perempuan dan anak terhadap layanan pendidikan, kesehatan dan bidang strategis lainnya; b. mendorong keterlibatan perempuan dan anak dalam proses pembangunan; c. memberikan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai karakter, budi pekerti dan ketahanan keluarga; dan d. mendorong program-program yang dapat meningkatkan kemandirian perempuan di bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya serta bidang strategis lainnya. Pasal 5 Dalam rangka mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan melalui upaya : a. pembentukan, pengembangan, dan penguatan kapasitas lembaga perlindungan perempuan dan anak termasuk unit-unit layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta layanan bantuan hukum; b. peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola; c. penguatan kapasitas kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan anak; d. penguatan dan pengembangan sistem data gender dan anak. Pasal 6 Dalam rangka menyelenggarakan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c Pemerintah Daerah melakukan upaya promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

- 8 - Pasal 7 Upaya promotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut: a. memperkuat mekanisme koordinasi dan jejaring antar unit layanan dalam upaya penanganan kasus-kasus kekerasan; b. menyediakan materi-materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) terkait pencegahan dan penanganan kekerasan; c. menyelenggarakan sosialisasi, advokasi dan kampanye sosial dalam rangka pencegahan dan penanganan kekerasan. Pasal 8 Upaya preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6adalah sebagai berikut: a. mengadakan penyuluhan kesadaran hukum bagi masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak; b. mengadakan gerakan masif dan berkelanjutan yang melibatkan masyarakat dalam aksi pencegahan dan penanganan kekerasan; c. menanamkan nilai-nilai karakter, budi pekerti, dan ketahanan keluarga; d. melibatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pasal 9 Upaya kuratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut : a. mengoptimalkan layanan teknis terkait pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak; b. menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk penanganan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum; c. melakukan penanganan bagi korban kejahatan dan kekerasan secara cepat, tepat, dan akurat oleh aparat penegak hukum. Pasal 10 Upaya rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut: a. menyediakan tenaga pendamping bagi korban kejahatan dan kekerasan yang meliputi antara lain tenaga psikolog, psikiater, rohaniawan/ pendamping spiritual, pengacara, tenaga medis; b. memperkuat jejaring kerja dan koordinasi dalam proses reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga dan/atau lingkungan sosialnya.

- 9 - BAB III SISTEM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Pasal 11 Pemerintah Daerah dibantu oleh perangkat daerah harus berkomitmen kuat membangun sistem pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang komprehensif, inklusif dan integratif. Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga-lembaga lain membentuk unit layanan teknis dalam mewujudkan sistem pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang terintegrasi, satu atap dan berjejaring; (2) Unit layanan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah P2TP2A. BAB IV P2TP2A Pasal 13 (1) P2TP2A berkedudukan di Daerah dan kecamatan; (2) Ketentuan mengenai Pembentukan P2TP2A diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Pasal 14 P2TP2A berada di bawah koordinasi DKBP3A atau unit-unit lainnya yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pasal 15 P2TP2A adalah salah satu bentuk unit pelayanan terpadu yang berfungsi sebagai: a. pusat informasi bagi perempuan dan anak; b. pusat pelayanan bagi perempuan dan anak kornban kekerasan; dan c. pusat pemberdayaan bagi perempuan dan anak. Struktur kelembagaan P2TP2A : Pasal 16 a. dibentuk berdasarkan keputusan Bupati/Camat;

- 10 - b. keanggotaannya berasal dari unsur struktural dan non struktural yang berasal dari kalangan profesi, akademisi, tokoh masyarakat; dan c. sumber biaya pembentukan, pengembangan, dan penguatan P2TP2A bersumber dari APBD dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pasal 17 Ketentuan mengenai P2TP2A diatur lebih lanjutdalam Peraturan Bupati. BAB V MEKANISME KOORDINASI Pasal 18 Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan melalui koordinasi dengan Perangkat Daerah atau unit-unit lainnya yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pasal 19 P2TP2A dapat berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Perangkat Daerah atau unit-unit lainnya yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pasal 20 Koordinasi dapat dilakukan dalam bentuk : a. rapat koordinasi dengan jejaring kerja; b. konsultasi; c. penyampaian data dan informasi; dan/atau d. tindak lanjut penanganan kasus. BAB VI PERAN SERTA Pasal 21 Masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan kelompok profesi lainnya dapat berperan serta dalam penyelenggaran sistem pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. BAB VII PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

- 11 - Pasal 22 Pelaporan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun dan dikoordinasikan oleh DKBP3A dengan provinsi kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Sekretaris Kementerian. BAB VIII PENDANAAN Pasal 23 Pendanaan penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan daerah ini dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. Pasal 25 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sampang. Ditetapkandi : Sampang padatanggal : 27 April 2017 WAKIL BUPATI SAMPANG, ttd H. FADHILAH BUDIONO

- 12 - Diundangkan di : Sampang Pada tanggal : 27 April 2017 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SAMPANG ttd PUTHUT BUDI SANTOSO, SH,M.Si Pembina Utama Muda NIP. 19610114 198603 1 008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2017 NOMOR : 7 NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 77-7/2017

- - 13 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 1. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengamanatkan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Salah satu kewenangan pemerintah daerah adalah membuat suatu kebijakan daerah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di daerahnya. Selain itu, konstitusi Negara Republik Indonesia juga telah mengamanatkan dalam Pasal 28D Ayat 1 UUD NRI 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28B Ayat 2 juga menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak dan perempuan sudah seharusnya dilindungi oleh negara, khususnya terhadap kekerasan karena hak mereka sudah diatur dalam konstitusi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mencegah dan memberantas segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak khususnya bagi daerah Kabupaten Sampang. Pemerintah Kabupaten Sampang merupakan salah satu pihak yang paling berwenang dalam melakukan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan melakukan dan merumuskan regulasi guna memberikan jaminan terhadap pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Salah satu bentuk regulasi tersebut adalah Peraturan Daerah Kabupaten Sampang. Peraturan tersebut diharapkan mampu mendorong upaya perbaikan kondisi fisik maupun mental seorang perempuan dan anak korban kekerasan.

- 14 2-2. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf b Yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Huruf e Kesataraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Huruf f Keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10

- 15 3 - Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Petunjuk Pelaksanan dan/atau Petunjuk Teknis P2TP2A berisi halhal teknis tentang pelayanan penanganan perempuan dan anak korban kekerasan meliputi SDM pelayanan, sarana dan prasarana, hak dan kewajiban korban, sistem rujukan termasuk penanganan mulai dari pelayanan pengaduan, pelayanan rehabilitasi medis, pelayanan rehabnilitasi sosial, pelayanan pembinaan rohani, pelayanan pemulangan dan reintegrasi sosial. Disamping itu juga memuat alur pelayanan dan Standar Operasi Prosedur dari masingmasing pelayanan. Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pemantauan dan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap OPD yang melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak korban kekerasan. Pemantauan ini dilakukan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan

- 16 4 - kebijakan, program, dan kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak korban kekerasan untuk tahun berjalan dan akan diadakan evaluasi setiap berakhirnya tahun anggaran. Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2017 NOMOR : 7 NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 77-7/2017