BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berkembangnya zaman terutama pada era

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI. Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :...

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

melalui Tridharma, dan; 3) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan nilai Humaniora.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari akademik dan non akademik. Pendidikan. matematika merupakan salah satu pendidikan akademik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN. menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

I. PENDAHULUAN. merupakan aset besar yang dimiliki oleh suatu negeri. Masa muda adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin berkembangnya zaman terutama pada era globalisasi ini, pendidikan pun semakin menjadi kebutuhan yang penting yang perlu dipenuhi. Pendidikan sangat penting karena semakin lama persaingan akan semakin ketat. Jika tidak mempersiapkan diri sejak sekarang, mungkin di masa depan masyarakat Indonesia akan tersisih dan kalah bersaing dengan cepatnya arus globalisasi. Pendidikan dikategorikan dalam kebutuhan sekunder, namun kebutuhan ini tidak kalah penting dengan kebutuhan primer. Kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan menjadi prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah satu faktor yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut adalah pendidikan, karena pendidikan yang kita peroleh dari lembaga sekolah formal maupun informal akan memperlengkapi individu dengan keterampilan dan keahlian. Kemudian keterampilan dan keahlian tersebut akan menjadi modal bagi individu untuk memperoleh pekerjaan yang kemudian akan menghasilkan uang untuk pemenuhan kebutuhan primer kita. Dengan demikian, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa pendidikan seolah-olah sudah menjadi kebutuhan primer bukan sekunder lagi (Amalia Prima Putri, 2007, dalam www.samanui.wordpress.com ).

2 Dari segi pendidikan formal, pada umumnya orang tidak sekedar puas dengan hanya melaksanakan wajib belajar sembilan tahun, namun ingin melengkapinya dengan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Melanjutkan pendidikan sampai jenjang Perguruan Tinggi dan keinginan untuk sukses dalam pendidikan di Perguruan Tinggi pun menjadi incaran banyak orang. Tuntutan untuk sukses dalam menjalani studi di Perguruan Tinggi menjadi beban tersendiri yang dirasakan oleh mahasiswa, karena hal tersebut bukanlah sekedar keinginan pribadi, namun juga menjadi harapan dari orang lain terutama orang tua yang secara tidak langsung dibebankan kepada mahasiswa. Secara umum, setiap orang tua tentunya mengharapakan, dengan menempuh studi di Perguruan Tinggi, anaknya pun akan lebih siap untuk masuk dan bersaing di dunia kerja, dibandingkan hanya menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas. Dalam usaha untuk memenuhi harapan pribadi dan harapan orang tua untuk bisa mencapai kesuksesan di perkuliahan, ternyata terdapat berbagai hambatan yang harus dilalui mahasiswa dan membutuhkan perjuangan untuk menjalaninya. Mahasiswa harus berusaha memperoleh prestasi sebaik mungkin. Dalam masyarakat terdapat anggapan bahwa keberhasilan studi atau prestasi di Perguruan Tinggi tidak sekedar dilihat dari besarnya IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) seseorang, namun juga dilihat dari lamanya waktu yang ditempuh seseorang untuk menyelesaikan studinya. Semakin besar IPK yang diraih seseorang dan semakin singkat lamanya waktu studi yang ditempuh maka seseorang dianggap semakin berhasil dalam studinya di Perguruan Tinggi. Lama

3 studi yang diperlukan mahasiswa sebelum wisuda pun menjadi indikator penting untuk evalusasi akademik (Anonymous, 2008, dalam www.unwiku.ac.id). Salah satu universitas yang memiliki kualitas yangcukup baik yaitu Univeritas X Bandung, univeritas ini merupakan salah satu universitas favorit yang ada di Jawa Barat dan salah satu fakultasnya yaitu Fakultas Psikologi, merupakan salah satu yang paling diminati oleh banyak calon mahasiswa. Setiap tahunnya fakultas ini menerima kurang lebih 150-200 mahasiswa baru dan jumlah tersebut terus mengalami peningkatan. Terdapat sebuah fenomena yang terjadi di Fakultas Psikologi Universitas X yang berkaitan dengan jumlah mahasiswa baru yang masuk tiap tahun akademiknya dan jumlah mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya selama 4 tahun. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan data yang diperoleh dari bagian Unit Tata Usaha Psikologi Universitas X tentang mahasiswa dari angkatan tahun 2002 sampai dengan 2003 yang diterima dan lulus dalam tahun akademik 2006 sampai dengan 2008, yaitu sebagai berikut : Angkatan Jumlah Diterima Jumlah Mahasiswa yang Lulus Tahun Akademik 2006 2007 2008 2002 202 12 51 44 2003 177 _ 21 65 Total 379 12 72 109 Tabel 1.1. Jumlah Mahasiswa yang Lulus Per Angkatan. Dari data di atas dapat terlihat dan diketahui bahwa terdapat rentang jumlah yang cukup signifikan dan tidak sebanding antara mahasiswa yang

4 diterima masuk Fakultas Psikologi dengan mahasiswa yang berhasil lulus. Dapat terlihat mahasiswa yang berhasil lulus empat tahun setiap tahun akademiknya hanya beberapa orang saja dan tidak lebih dari 21 orang. Dengan fenomena ini bisa mengindikasikan bahwa cukup banyak mahasiswa yang terhambat dalam mencapai kelulusan tepat waktu. Sehingga terdapat stigma bahwa mahasiswanya sulit untuk lulus. Berdasarkan survei awal yang dialakukan dengan menggunakan wawancara dan kueisioner, terhadap 17 mahasiswa Psikologi Universitas X yang belum menyelesaikan studinya selama lebih dari 10 semester, sebanyak 58,82% (10 mahasiswa), mengatakan bahwa pada awal perkuliahan mereka memiliki target dan keinginan untuk menyelesaikan studi selama 8 semester atau 4 tahun. Sedangkan 41,18% lainnya (7 mahasiswa) mengatakan mereka menargetkan untuk menyelesaikan studi selama 4,5 tahun (9 semester) atau 5 tahun (10 semester). Menurut Dekan Fakultas Psikologi Universitas X kelulusan selama n+1 atau 8 sampai 10 semester, masih merupakan hal yang wajar terjadi bagi mahasiswa Psikologi. Kewajiban untuk menyelesaikan sebanyak 145 SKS, akan memungkinkan mahasiswa untuk menyelesaikan studinya tepat waktu yaitu 8 semester, dan jika membutuhkan waktu lebih untuk pengerjaan skripsi maka biasanya hingga 10 semester merupakan waktu yang cukup. Mahasiswa yang belum berhasil menyelesaikan studi lebih dari 10 semester ternyata mengalami permasalahan tersendiri. Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 17 mahaiswa Fakultas Psikologi yang belum

5 menyelesaikan studi lebih dari 10 semester, sebanyak 47,05 % (8 mahasiswa) merasa malu dan berpikir mengenai diri sebagai orang yang gagal dalam menjalankan studinya. Salah satu alasan mengapa mereka merasa demikian adalah karena mereka gagal memenuhi harapan orang tua dan harapan pribadi untuk bisa lulus tepat waktu. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gabbler dan Gabby pada tahun 1967, diungkapkan bahwa kegagalan dapat mempengaruhi konsep diri individu, membuat individu memandang dan memberikan penilaian negatif mengenai dirinya (dalam Burns 1979). Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan sebanyak 52,94% (9 mahasiswa) penilian negatif mengenai diri sendiri tersebut adalah merasa dirinya bodoh dan tidak percaya diri dengan kemampuan intelektual yang dimiliki. Pada saat mendaftarkan diri untuk menempuh studi di Universitas X setiap mahasiswa tersebut mengikuti tes saringan masuk yang menjadi salah satu alat untuk memprediksi apakah mereka mampu untuk menempuh studi di jurusan yang mereka pilih. Hasil penerimaan mereka sebagai bagian dari mahasiswa Fakultas Psikologi, menunjukkan bahwa sebenarnya mereka memimiliki kemampuan untuk menjalani studi di Perguruan Tinggi bahkan memiliki kesempatan untuk berprestasi, yaitu salah satunya prestasi untuk lulus tepat waktu. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Grieneeks (1970), yang dilakukan terhadap 877 mahasiswa, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsep diri mahasiswa dengan prestasi akademik mereka. Bahkan Jones juga mengungkapkan bahwa konsep diri mahasiswa terhadap kemampuan akademik yang mereka miliki menjadi prediktor prestasi

6 akademik yang lebih baik dibandingkan IQ dan bakat yang mereka miliki (dalam Burns 1979). Persoalan lain yang dihadapi yaitu perasaan tertekan dan kecewa terhadap diri sendiri karena keinginan yang telah direncanakan dan ingin diwujudkan setelah menyelesaikan studi juga ikut tertunda atau terhambat, sehingga membuat mahasiswa menilai dan berpikir negatif mengenai diri mereka. Keinginan yang direncanakan oleh mahasiswa tersebut diantaranya adalah keinginan untuk melanjutkan studi strata dua, keinginan untuk menikah, keinginan untuk segera bekerja, mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri. Hal tersebut diungkapkan oleh 76,47 % (13 mahasiswa), sedangkan sisanya yaitu 23,52% (4 mahasiswa) memilih untuk berusaha menyelesaikan studinya sambil mewujudkan keinginan untuk bekerja dengan kata lain melakukan kerja sambilan, atau sambil mewujudkan keinginan menikah, namun mereka juga tetap merasa belum sepenuhnya merasa lega karena merasa ada sebuah beban yang belum terselesaikan. Selain itu, berdasarkan survei yang ada, mahasiswa yang memandang negatif mengenai dirinya juga cenderung menunjukkan perilaku yang negatif dalam menjalankan studinya. Sebesar 70,58% (12 mahasiswa) mengatakan bahwa mereka merasa bahwa dirinya malas untuk mengikuti kelas perkuliahan sehingga mereka sering membolos dari jam kuliah, malas untuk belajar untuk persiapan ujian sehingga mereka sering mencontek saat ujian, dan malas untuk mengerjakan tugas kuliah. Rogers (1951) mengungkapkan bahwa konsep diri mempengaruhi perilaku baik buruk seseorang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh

7 Purkey (1970) kepada sejumlah siswa di Amerika, disimpulkan bahwa anak yang memiliki konsep diri yang positif mampu menunjukkan tingkah laku yang positif dalam kegiatan belajar sehingga menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan anak yang memiliki konsep diri yang negatif (dalam Burns 1979). Cukup banyak persoalan yang dihadapi oleh para mahasiswa yang belum berhasil menyelesaikan studinya lebih dari 10 semester. Dan melihat pentingnya peran self-concept as a learner pada mahasiswa dalam keberhasilan studi mahasiswa di Perguruan Tinggi, peneliti ingin melihat bagaimanakah self-concept as a learner pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X yang belum menyelesaikan studinya selama lebih dari 10 semester. 1.2. Identifikasi Masalah Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana self-concept as a learner pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung, yang telah berkuliah lebih dari 10 semester namun belum menyelesaikan studinya. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai self-concept as a learner pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung, yang telah berkuliah lebih dari 10 semester namun belum menyelesaikan studinya.

8 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui self-concept as a learner pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung yang telah berkuliah lebih dari 10 semester namun belum menyelesaikan studinya dan kaitannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi. 1.4. Kegunaan Teoritis dan Kegunaan Praktis 1.4.1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini berguna untuk memberikan sumbangan pengetahuan bagi Psikologi Pendidikan mengenai self-concept as a learner pada mahasiswa. Penelitian ini juga berguna untuk memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang berhubungan dengan self-concept as a learner pada mahasiswa. 1.4.2. Kegunaan Parktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi bagi mahasiswa Fakultas Psikologi mengenai self-concept as a learner dalam diri mereka, sehingga dapat membantu mereka untuk mengembangkan self-concept as a learner yang positif dan akan bermanfaat mendukung pencapaian kesuksesan studi di Perguruan Tinggi. Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi Konselor Pendidikan atau dosen dalam melakukan konsultasi pada mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan self-concept as a learner yang

9 posistif dan akan bermanfaat mendukung pencapaian kesuksesan studi di Perguruan Tinggi. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi bagi para orang tua untuk dapat memberikan dukungan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa dapat mengembangkan self-concept as a learner yang positif dan akan bermanfaat mendukung pencapaian kesuksesan studi di Perguruan Tinggi. 1.5 Kerangka Pemikiran Mahasiswa merupakan suatu peran yang biasanya dimiliki individu saat berada pada tahap perkembangan dewasa muda. Masa dewasa muda adalah masa peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa, menurut Santrock (2002), sekalipun tidak ada kesepakatan tentang kapan masa remaja ditinggalkan dan masa dewasa dimasuki, namun terdapat beberapa kriteria yang diajukan sebagai tanda. Beberapa di antaranya, masa tersebut ditandai dengan mengalami penyesuaian terhadap perubahan fisik, perubahan kognitif yaitu perubahan yang meliputi cara berpikir, intelegensi, perubahan sosial yaitu perubahan dalam hubungan dengan orang lain, emosi, dan kepribadian dalam konteks sosial. Selain itu, kaum dewasa muda berbeda dengan remaja karena adanya perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri dan menjadi lebih terlibat secara sosial, berbeda dengan perjuangan remaja untuk mendefinisikan diri atau memaknakan diri. Namun perlu disadari bahwa kontinuitas mewarnai perubahan yang merupakan ciri masa transisi dari remaja menuju dewasa, oleh karena itu perjuangan untuk

10 mendefinisikan atau memaknakan diri juga masih dapat mewarnai perkembangan individu pada masa dewasa muda (Santrock, 2002). Mahasiswa dalam tahap perkembangan dewasa muda pun berjuang untuk memaknakan dirinya yang saat ini ada dalam kondisi belum menyelesaikan studi lebih dari 10 semester. Pemaknaan diri, atau yang disebut dengan self-concept, menurut Rogers (1961), merupakan bentuk konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat khas dari aku dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antara aku dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsipersepsi tersebut. Dalam kehidupan sebagai seorang mahasiswa, maka sifat-sifat spesifik yang melekat adalah sifat-sifat sebagai seorang mahasiswa, hubungan-hubungan yang lebih spesifik juga adalah dalam berhubungan secara sosial di lingkungan perkuliahan. Self-concept yang secara spesifik berbicara mengenai peran seorang mahasiswa, disebut oleh Waetjen (1967), sebagai self-concept as a learner. Self-concept as a learner diartikan sebagai bagaimana individu mempersepsikan dirinya sebagai seorang pelajar (mahasiswa) berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki dan kegiatan akademik yang dihadapinya. Self-concept as a learner terdiri dari empat aspek, yang pertama adalah motivation subsection, yaitu persepsi yang dimiliki mahasiswa mengenai motivasi yang ia miliki dalam mengerjakan tugas dan dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan belajar,yang kedua adalah task orientation subsection, yaitu persepsi atau penilaian mahasiswa mengenai kemampuannya untuk terfokus pada tugas-

11 tugas perkuliahan yang dihadapinya, yang ketiga adalah problem solving subsection yaitu persepsi yang dimiliki mahasiswa mengenai kemampuannya untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapi di perkuliahan, dan yang keempat adalah class membership subsection yaitu persepsi yang dimiliki mahasiswa mengenai hubungan yang dimilikinya dengan mahasiswa lain dan persepsi mahasiswa mengenai keterlibatannya dalam aktivitas-aktivitas belajar dalam kuliah yang ada. Perkembangan self-concept as a learner seorang mahasiswa tidak lepas dari lapangan fenomenologisnya. Lapangan fenomenologis merupakan totalitas seluruh pengalaman mahasiswa, baik yang disadari maupun yang tidak disadari termasuk pengalaman dengan diri sendiri dan pengalaman bersama significant others. Dari pengalaman dengan diri sendiri, mahasiswa akan memberikan feedback terhadap diri sendiri melalui introspeksi diri dan dari pengalaman bersama significant others mahasiswa memperoleh feedback mengenai dirinya menurut penilaian dan pandangan dari significant others (Rogers 1961). Pengalaman dan feedback yang diberikan oleh significant others kemudian akan dipersepsikan oleh mahasiswa, dan kedua hal tersebut akan mempengaruhi seperi apa self-concept as a learner yang dimiliki mahasiswa. Menurut Burns (1979), yang disebut sigficant others bagi mahasiswa adalah orang tua, dosen, dan teman-teman mereka. Umpan balik kepada mahasiswa dapat diberikan secara verbal maupun non-verbal. Umpan balik secara verbal yaitu berupa komentar dan pendapat yang disampaikan kepada mahasiswa, sedangkan umpan balik secara non-verbal yang disampaikan kepada mahasiswa

12 dapat berupa nilai-nilai kuantitatif, feedback mengenai kemajuan dan kekurangan mahasiswa selama menjalani proses belajar (Winkel,1987). Bagaimana pengalaman dan feedback yang diberikan significant others berpengaruh terhadap self-concept mahasiswa sangat bergantung dengan kemampuan kognitif mahasiswa. Woolfolk (1998), menyebutkan bahwa konsep diri merupakan struktur kognitif yang dibangun dan dipercayai oleh individu mengenai siapa dirinya. Perkembangan kognitif mahasiswa berada pada tahap keempat yaitu formal operational stage, pada tahap ini perkembangan kognitif mahasiwa bersifat lebih abstrak, logis dan idealistik (Piaget, 1954). Oleh karena itu mahasiswa pun memiliki kemampuan yang semakin baik untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi yang bersifat abstrak, termasuk berbagai informasi yang diperoleh lewat pengalaman yang dialami dan informasi berupa feedback yang diberikan signifcant others mengenai diri mereka. Pengalaman-pengalam yang dialami oleh mahasiswa akan berpengaruh positif kepada diri mahasiswa ketika mahasiswa mempersepsikan pengalamanpengalaman tersebut secara positif. Dalam kondisi tersebut, maka persepsi positif terhadap pengalaman akan menunjang terciptanya self-concept as a learner yang positif. Demikian pula sebaliknya, pengalaman-pengalaman yang dialami mahasiswa akan berpengaruh negatif kepada diri mahasiswa ketika mahasiswa mempersepsikan pengalaman-pengalaman tersebut secara negatif. Dalam kondisi tersebut, maka persepsi yang negatif terhadap pengalaman akan menunjang terciptanya self-concept as a learner yang negatif pula.

13 Bagaimana feedback dari significant others akan mempengaruhi self-concept juga serupa. Feedback yang diberikan dapat memberikan dampak positif pada mahasiswa yaitu ketika mahasiswa mempersepsikannya secara positif. Dalam kondisi tersebut, maka persepsi positif terhadap feedback yang diberikan akan menunjang terciptanya self-concept as a learner yang positif. Sebaliknya feedback yang diberikan dapat memberikan dampak negatif pada mahasiswa yaitu ketika mahasiswa mempersepsikannya secara negatif. Dalam kondisi tersebut, maka persepsi negatif terhadap feedback yang diberikan, akan menunjang terciptanya self-concept as a learner yang negatif. Bagaimana mahasiswa mempersepsikan dirinya dapat bermacam-macam, menurut Waetjen (1967), dalam aspek motivation subsection, mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang positif akan mempersepsikan dirinya antusias dalam mengikuti perkuliahan, tidak mudah menyerah, berusaha menjadi mahasiswa yang semakin baik, mengerjakan tugas kuliah lebih baik, belajar secara inisiatif tanpa harus dipaksa. Sedangkan mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang negatif akan mempersepsikan dirinya mudah menyerah ketika menghadapi tantangan dalam kuliah, cukup puas dengan keadaan dirinya apa adanya dan tidak berusaha untuk menjadi lebih baik, malas dan tidak antusias dalam belajar dan mengerjakan tugas. Dalam aspek task orientation subsection, mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang positif mempersepsikan dirinya melakukan tugastugas kuliah sesuai dengan instruksi, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas sendiri, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas sebelum

14 waktunya, berani memperlihatkan hasil pekerjaannya di depan kelas. Sedangkan mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang negatif akan mempersepsikan dirinya tidak mampu mengerjakan tugas sesuai dengan instruksi yang diberkan, tidak mampu mandiri dalam belajar dan mengerjakan tugas, tidak mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, tidak berani memperlihatkan hasil pekerjaaanya di depan kelas. Dalam aspek problem solving subsection, mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang positif mempersepsikan dirinya mampu menyelesaikan masalah secara mandiri, memiliki kecakapan dalam berpikir, memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Sedangkan mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner negatif akan mempersepsikan dirinya tidak mampu menyelesaikan masalah secara mandiri, tidak memiliki kecakapan dalam berpikir, tidak memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Dalam aspek class membership subsection mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang positif mempersepsikan dirinya mampu menyesuaikan diri dengan teman-teman sekelasnya, diterima oleh anggota kelas lainnya. Sedangkan mahasiswa yang memiliki self-concept as a learner yang negatif akan mempersepsikan dirinya tidak dapat beradaptasi dengan teman-teman sekelasnya, tidak diterima oleh anggota kelas lainnya.

15 Pengalaman-pengalaman individu Feedback dari significant others Persepsi Mahasiswa Fakultas Psikolgi Universitas X yang belum menyelesaikan studi >10 semester Konsep diri pada mahasiswa Konsep diri sebagai pelajar (self-concept as a learner) pada mahasiswa yang belum menyelesaikan studi > 10 semester Self-concept as a learner yang positif Self-concept as a learner yang negatif Motivation subsection Task Orientation subsection Problem Solving subsection Class Membership subsection 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

16 1.6. Asumsi 1. Self-concept as a learner pada mahasiswa Fakultas Psikologi yang belum menyelesaikan studi selama lebih dari 10 semester dapat dipengaruhi oleh bagaimana mahasiswa tersebut mempersepsikan atau menghayati pengalaman yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan akademik dan bagaimana mahasiswa tersebut mempersepsikan atau menghayati feedback yang diberikan significant others yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan akademik. 2. Jika pengalaman dan feedback dari significant others yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan akademik dipersepsikan atau dihayati secara negatif oleh mahasiswa Fakultas Psikologi yang belum menyelesaikan studi selama lebih dari 10 semester, maka self-concept as a learner pada mahasiswa tersebut akan negatif. Sebaliknya, jika pengalaman organismik dan umpan balik dari significant others yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan akademik dipersepsikan atau dihayati secara positif oleh mahasiswa Fakultas Psikologi yang belum menyelesaikan studi selama lebih dari 10 semester maka self-concept as a learner pada mahasiswa tersebut akan positif. 3. Jadi self-concept as a learner pada mahasiswa Fakultas Psikologi yang belum menyelesaikan studi selama lebih dari 10 semester dapat bervariasi yaitu self-concept as a learner yang positif atau self-concept as a learner yang negatif.