Perbedaan Indeks Eritrosit Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Pre Dan Post Hemodialisa Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis


BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS SEBELUM DAN SETELAH MENJALANI TINDAKAN HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. angka ini meningkat menjadi 219 pasien dan tahun 2013 menjadi 418 pasien. Bila

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM FOLAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUMAHSAKIT Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN JAMKESMAS DI INSTALASI HEMODIALISA RUANG DAHLIA BLU RSUP PROF. DR. R. D.

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN.

PREVALENSI DAN JENIS ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

INTISARI. Kata kunci: kebiasaan minum jamu; antioksidan; imunomodulator; MDA ; hematologi cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

Transkripsi:

Perbedaan Indeks Eritrosit Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Pre Dan Post Hemodialisa Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Sri Wantini 1, Airini Hidayati S 2 1 Prodi Diploma IV Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang 2 Alumni Prodi Diploma IV Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang Abstrak Penyakit ginjal kronik adalah gagal ginjal yang terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sisa metabolik atau melakukan fungsinya. Gagal ginjal kronik dengan derajat tertentu memerlukan terapi sebelum transplantasi ginjal, berupa hemodialisa. 80%-90% pasien penyakit gagal ginjal kronik mengalami anemia terutama disebabkan oleh defisiensi hormon eritropoietin yang dibentuk diginjal. Hormon eritropoietin digunakan dalam merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk proses eritropoiesis. Indeks eritrosit ( MCV, MCH, dan MCHC) merupakan pemeriksaan untuk menentukan ukuran eritrosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan indeks eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Penelitian yang dilakukan bersifat analitik, dengan desain penelitian adalah cross-sectional dan menggunakan analisa data uji t Paired sample test. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 sampel penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung bulan Mei 2017, hasil penghitungan uji t didapatkan p value pre dan post hemodialisa MCV= 0,019 (p< 0,05), nilai MCH= 0,00 (p< 0,05), dan nilai MCHC= 0,002 (p< 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna nilai MCV, MCH, dan MCHC pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa. Kata kunci : Indeks Eritrosit, Hemodialisa, dan Gagal Ginjal Kronik. Differences of Erythrocyte Index In Chronic Kidney Failure Suffer Pre And Post Hemodialysis In Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province. Abstract Chronic kidney disease is a kidney failure that occurs when the kidneys are unable to transport the metabolic residue or perform its function. Chronic kidney failure with a certain degree of therapy requires prior to renal transplantation, in the form of hemodialysis. 80% -90% of patients with chronic renal failure experience anemia primarily due to the deficiency of the erythropoietin hormone formed by the kidneys. The erythropoietin hormone is used in stimulating erythropoiesis by increasing the number of progenitor cells bound to the process of erythropoiesis. The erythrocyte index (MCV, MCH, and MCHC) is an examination to determine the size of erythrocytes. This study aims to determine differences in erythrocyte index in patients with chronic renal failure pre and post hemodialysis in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province. The research is analytic, with the research design is cross-sectional and using t-test data analysis Paired sample test. The results of research that has been done on 30 samples of patients with chronic renal failure pre and post hemodialisa in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Province of Lampung in May 2017, the result of t test was obtained p value of pre and post hemodialysis MCV = 0,019 (p <0,05), MCH = 0,00 (p <0,05), and MCHC = 0.002 (p <0.05). So it can be concluded that there is a significant difference in the value of MCV, MCH, and MCHC in patients with chronic renal failure pre and post hemodialysis. Keywords: Erythrocyte Index, Hemodialysis, and Chronic Kidney Failure. Korespondensi : Sri Wantini, Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang, Jl. Soekarno- Hatta No.1 Bandar Lampung, mobile : 082183416882 Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018 685

Pendahuluan Gagal Ginjal Kronis (GGK) telah menjadi masalah kesehatan utama di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat. CDC (Centers for Disease Control and Prevention) Mencatat data pada bulan maret 2016 insiden penyakit gagal ginjal kronik sekitar 10% (20 juta) dari orang dewasa Amerika Serikat berusia 20, dan kebanyakan dari mereka tidak menyadari kondisi mereka (CDC, 2016). Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing masing 0,3% (Riskesdas, 2013:94). Penyakit gagal ginjal juga menempati urutan ke 10 terbanyak, penyakit tidak menular di Indonesia (Riskesdas, 2013:121). Penyakit ginjal kronik adalah gagal ginjal yang terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sisa metabolik atau melakukan fungsinya. Kadang penderita tidak merasakan gejala hingga fungsi ginjal sudah menurun sekitar 25% dari ginjal normal. Pada penderita gagal ginjal kronik semua unit nefron terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda. Apabila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Jika sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Gagal ginjal kronik dengan derajat tertentu memerlukan terapi sebelum transplantasi ginjal, berupa hemodialisa. Sejauh ini, menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, hemodialisa merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Hemodialisa adalah suatu proses menggunakan mesin HD dan berbagai aksesorisnya dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semi permeable dalam dialyzer (Price & Wilson, 2006). Tujuan dari hemodialisa tersebut untuk mengeluarkan zatzat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Toksin dan zat limbah dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektron yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal (Suharyanto dan Madjid, 2009: 202). Pasien-pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa, pada akhir setiap perlakuan hemodialisa biasanya sejumlah kecil darah kurang lebih 1-2 cc tertinggal didalam dialiser. Hal ini dapat menjadi sumber kekurangan zat besi dari waktu kewaktu, sehingga dapat menimbulkan anemia. Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Tarwoto dan Wartonah, 2008:31). Anemia sering terjadi pada pasien- pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik (CKD). 80%-90% pasien penyakit gagal ginjal kronik mengalami anemia terutama disebabkan oleh defisiensi hormon eritropoietin. Hormon eritropoietin dibentuk 90% di ginjal, dengan sisanya dibentuk terutama di hati. Hormon eritropoietin digunakan dalam merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk proses eritropoiesis. Stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah tekanan oksigen (O 2 ) dalam jaringan ginjal. Tekanan oksigen yang rendah kedalam ginjal akan menghambat pembentukan eritropoietin sebagai hormon yang merangsang eritropoiesis sehingga menurunkan jumlah sel darah merah yang terbentuk dan menyebabkan anemia. Karena anemia merupakan kelainan sel darah merah, uji diagnostik yang relevan yaitu berfokus pada pemeriksaan eritrosit. Uji diagnotik laboratorium salah satunya berupa indeks eritrosit, Indeks eritrosit merupakan pemeriksaan untuk menentukan ukuran eritrosit. Pemeriksaan indeks eritrosit meliputi pemeriksaan Volume sel rata-rata (Mean Corpuscular Volume (MCV)), hemoglobin sel rata-rata ( Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH)), dan konsentrasi sel rata-rata ( Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil Penelitian Komala (201 5) yang berjudul Gambaran Indeks Eritrosit Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUD. Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung, menyatakan bahwa kejadian anemia pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebanyak 100% dengan 86,68% mengalami anemia normositik normokrom, 11,29% anemia 686 Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018

mikrositik hipokrom dan 4,03% anemia makrositik normokrom. Penelitian Pratiwi (2016) yang berjudul Gambaran Jenis Anemia Pada Pasien Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Pringsewu, menyatakan bahwa kejadian anemia pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebanyak 93,22% dengan anemia normositik normokrom sebanyak 92,73%, anemia makrositik normokrom sebanyak 5,45%, dan anemia mikrositik hipokrom sebanyak 1,82%. Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Abdul Moeloek ( disingkat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek) adalah sebuah rumah sakit type B dan saat ini menjadi RS rujukan untuk Rumah Sakit di 15 kabupaten/kota di Provinsi Lampung. RSUD Dr. H. Abdul Moeloek memiliki sarana Gedung Hemodialisa sebagai salah satu sarana pendukung pelayanan kesehatan masyarakat, dengan prasarana berupa mesin hemodialisa 1. sebanyak 43 buah mesin yang diharapkan 2. dapat Analisa Univariat memaksimalkan fungsi pelayanan proses cuci darah bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan indeks eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Metode Moeloek Provinsi Lampung yang telah memenuhi kriteria sampel Hasil Berdasarkan hasil penelitian perbedaan indeks eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, yang telah dilaksanakan pada bulan Mei 2017 didapatkan sebanyak 30 pasien penderita gagal ginjal kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai responden penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yaitu nilai Indeks Eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC) pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa, dan data sekunder diperoleh dari catatan rekam medis penderita gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Dengan menggunakan analisa univariat dapat ditampilkan hasil pengolahan data penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Penderita Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%) Laki- laki 18 60,0 Jenis penelitian yang dilakukan bersifat analitik dengan desain penelitian crosssectional. Variabel bebas yaitu penderita gagal ginjal kronik dan variabel terikatnya berupa indeks eritrosit yang diperiksa pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa. Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisa, laboratorium patologi klinik dan ruang rekam medik hemodialisa RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- Mei 2017. Populasi pada penelitian ini berdasarkan dari data ruang hemodialisa RSUD dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada bulan april 2017 adalah sebanyak 280 pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Sampel pada penelitian ini diambil dari populasi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Perempuan 12 40,0 Total 30 100,0 Berdasarkan table 1, hasil penelitian menunjukan frekuensi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa jenis kelamin laki- laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 18 pasien (60,0%) jenis kelamin laki-laki dan 12 pasien (40,0%) jenis kelamin perempuan. Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018 687

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Penderita Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Usia Usia (Tahun) Frekuensi 15-24 Tahun 1 3,3 Persen (%) 25-34 Tahun 3 10,0 35-44 Tahun 6 20,0 Berdasarkan tabel 2, hasil penelitian menunjukan distribusi frekuensi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa tertinggi pada usia 45-54 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (30,0%), sedangkan distribusi frekuensi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa terendah pada usia 15-24 tahun yaitu 1 pasien (3,3%). 45-54 Tahun 9 30,0 55-64 Tahun 8 26,7 65-74 Tahun 3 10,0 Total 30 100,0 Tabel 3 Distribusi frekuensi Indeks Eritrosit Pre dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Variabel N Mean Median SD Min Max Nilai MCV pasien pre hemodialisa 30 88.2267 87.6500 5.2344 77.40 99.50 Nilai MCV pasien post hemodialisa 30 87.1467 85.7000 4.9140 76.80 7.00 Nilai MCH pasien pre hemodialisa 30 30.6733 30.5000 2.3576 26.30 5.00 Nilai MCH pasien post hemodialisa 30 29.5733 29.1500 2.3659 25.10 4.50 Nilai MCHC pasien pre hemodialisa 30 34.7733 34.7500 1.4369 31.60 8.20 Nilai MCHC pasien post hemodialisa 30 33.9133 33.5500 1.6226 31.30 7.70 Berdasarkan tabel 3, nilai MCV,MCH dan MCHC pre dan post hemodialisa baik nilai mean, median, minimum dan maximum semua mengalami penurunan. Analisa Bivariat Analisa Bivariat digunakan untuk melihat perbedaan indeks eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, sehingga dapat diketahui kemaknaannya dengan menggunakan uji statistik uji t Paired samples test, dengan hasil sebagai berikut: 688 Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018

Tabel 4 Hasil Penghitungan Uji t Nilai Indeks Eritrosit Pre dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Pair Mean SD Nilai MCV pre dan post hemodialisa 1.0800 2.3881 Std. Error Mean.4360 95% Confident Interval of the Difference Df p value Low Upper.1882 1.9717 29.019 Nilai MCH pre dan post hemodialisa Nilai MCHC pre dan post hemodialisa 5.647.8600..6545.3805.6672 1.2520. -57.8379.3444-55.1087 1.3755 29 29.000.002. Berdasarkan tabel 4, hasil penghitungan uji t menunjukkan nilai kemaknaan p value pre dan post hemodialisa MCV= 0,019, nilai MCH= 0,00 dan nilai MCHC= 0,002. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian perbedaan indeks eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, yang telah dilaksanakan pada bulan Mei 2017 diketahui populasi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sebanyak 280 pasien. Dan dari populasi tersebut didapatkan sampel 30 pasien penderita gagal ginjal kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai responden penelitian. Selain itu, terdapat kendala lain didapatkannya sampel untuk penelitian yaitu perubahan aturan tentang pembayaran bpjs terhadap pemeriksaan laboratorium. Dari hasil penelitian dilahan, pemeriksaan darah lengkap ditanggung bpjs hanya dijadwalkan satu bulan sekali dan untuk setiap pasien berbeda jadwalnya,hal itu dilakukan jika terdapat keluhan dari pasien. Pemeriksaan darah lengkap hanya untuk pre hemodialisa saja, sedangkan post hemodialisa tidak dilakukan. Kendala lainnya pun seperti pasien yan telah bersedia tetapi saat proses hemodialisa kondisi menjadi drop sehingga tidak dilanjutkan, pasien yang hanya bersedia diambil pre hemodialisa saja dan post hemodialisa tidak bersedia, serta terdapat pasien yang positif VCT dan HbsAg sehingga tidak diperbolehkan menjadi responden. Berdasarkan tabel 1, diketahui responden penelitian penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dengan jenis kelamin laki- laki sebanyak 18 pasien (60,0%) dan perempuan sebanyak 12 pasien (40,0%) artinya penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa jenis kelamin lakilaki lebih banyak dibanding dengan penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa berjenis kelamin perempuan. Hal ini serupa dengan data yang terdapat dalam Pernefri (Persatuan Nefrologi Indonesia) dan Depkes RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia) (2012:11) pada tahun 2012 jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5602 orang (61,21%) dan perempuan 3559 orang (39,79). Hasil tersebut menunjukan bahwa jumlah pasien laki-laki yang menderita gagal ginjal kronik lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Seperti yang terdapat dalam Pernefri dan Depkes RI (2012:11), distribusi berdasarkan jenis kelamin pasien hemodialisa tahun 2007-2012 dari tahun ke tahun jumlah pasien selalu mengalami peningkatan dengan jumlah pasien laki-laki selalu melebihi jumlah perempaun. Riskesdas juga menyatakan bahwa prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari pada perempuan (0,2%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Berdasarkan tabel 2, diketahui hasil penelitian menunjukkan usia responden terbanyak penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yaitu berusia 45-54 tahun dengan 9 pasien dan pesentase 30,0%. Sesuai dengan prevalensi kelompok umur berdasarkan Riskesdas (2013) dimana terjadi peningkatan jumlah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia, semakin berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan penurunan kecepatan ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Penurunan fungsi Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018 689

ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia, namun tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada beberapa faktor risiko dapat menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai berat, kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau chronic renal failure (CRF). Mcclellan dan Flanders (2 003) membuktikan bahwa faktor risiko gagal ginjal salah satunya adalah umur yang lebih tua (Pranandari, 2015). Indeks eritrosit merupakan pemeriksaan untuk menentukan ukuran eritrosit. Pemeriksaan indeks eritrosit meliputi pemeriksaan Volume sel rata-rata (Mean Corpuscular Volume (MCV)), hemoglobin sel rata-rata ( Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH)), dan konsentrasi sel rata-rata ( Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)). Berdasarkan tabel 3, diperoleh nilai ratarata MCV pre hemodialisa sebesar 88,22 fl dengan standar deviasi sebesar 5,23, nilai minimum 77,40 fl dan nilai maximum sebesar 99,50 fl, sedangkan nilai rata-rata MCV post hemodialisa sebesar 87,14 fl dengan standar deviasi sebesar 4,91, nilai minimum 76,80 fl dan nilai maximum sebesar 97,00 fl. Dari ratarata MCV pre hemodialisa dan MCV post hemodialisa terjadi penurunan nilai 1,08 fl. MCV (Mean Corpuscular Volume) atau VER (Volume Eritrosit rata -rata) menggambarkan ukuran eritrosit dalam satuan fl (femtoliter). Penurunan MCV menunjukkan bahwa eritrosit memiliki ukuran kecil (mikrosit) seperti pada kasus anemia defisiensi besi atau thalasemia. Peningkatan MCV menunjukkan bahwa eritrosit memiliki ukuran besar (makrosit) seperti pada kasus anemia asam folat atau anemia pernisiosa. Kadar MCV normal menggambarkan normositik, karena eritrosit memiliki ukuran normal. Dari seluruh sampel penelitian sebanyak 30 sampel, diketahui 3 sampel hasil nilai MCV pre hemodialisa diatas batas normal berkisar 96,8 fl- 99,5 fl dan 27 sampel dalam batas nilai normal, nilai normal MCV 76 fl-96 Fl. Setelah dilakukan hemodialisa, didapatkan perubahan data 2 sampel dengan hasil nilai MCV post hemodialisa diatas normal berkisar 96,6 fl- 97,0 fl dan 28 sampel dalam batas normal. Nilai MCV secara manual didapatkan dari diketahuinya nilai hematokrit dan jumlah eritrosit terlebih dahulu. Berdasarkan tabel 4, penghitungan uji t diperoleh nilai p value pada MCV= 0,019 lebih kecil dari nilai kemaknaan (p<0,05) sehingga dinyatakan H 0 ditolak dan H 1 diterima artinya ada perbedaan bermakna antara nilai MCV pre dan post hemodialisa karena penderita yang menjalani hemodialisa jangka panjang akan kehilangan darah kedalam dialiser (ginjal artifisial) sehingga dapat mengalami defisiensi besi. defisiensi asam folat terjadi karena vitamin dapat terbuang kedalam dialisat seiring dengan keluarnya kelebihan cairan dalam tubuh. MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit Rerata) menggambarkan jumlah rata-rata hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Berdasarkan tabel 3, diperoleh nilai rata-rata MCH pre hemodialisa sebesar 30,67 pg dengan standar deviasi sebesar 2,35, nilai minimum 26,30 pg dan nilai maximum sebesar 35,00 pg, sedangkan nilai rata-rata MCH post hemodialisa sebesar 29,57 pg dengan standar deviasi sebesar 2,36, nilai minimum 25,10 pg dan nilai maximum sebesar 34,50 fl. Dari rata-rata MCH pre hemodialisa dan MCH post hemodialisa terjadi penurunan nilai 1,1 pg. Dan terjadi kenaikan nilai standar deviasi antara MCH pre hemodialisa dan MCH post hemodialisa sebesar 0,01. Dari seluruh sampel penelitian sebanyak 30 sampel, diketahui 2 sampel hasil nilai MCH pre hemodialisa dibawah batas normal yaitu 26,3 pg dan 26,6 pg, 8 sampel hasil nilai MCH pre hemodialisa diatas batas normal berkisar 32,1 pg- 35,0 pg dan 20 sampel dalam batas nilai normal, nilai normal MCH 27 pg- 32 pg. Setelah dilakukan hemodialisa, didapatkan perubahan menjadi 4 sampel hasil nilai MCH post hemodialisa dibawah batas normal yaitu 25,1 pg- 26,8 pg, 5 sampel hasil nilai MCH post hemodialisa diatas batas normal berkisar 32,3 pg- 34,5 pg dan 21 sampel dalam batas nilai normal. Nilai MCH ini sebanding dengan kadar hemoglobin dibagi kadar eritrosit. Berdasarkan tabel 4, penghitungan uji t diperoleh nilai p value pada MCH= 0,000 lebih kecil dari nilai kemaknaan (p<0,05) sehingga dinyatakan H 0 ditolak dan H 1 diterima artinya ada perbedaan bermakna antara nilai MCH pre dan post hemodialisa karena adanya penurunan kadar hemoglobin dan eritrosit post hemodialisa sehingga menyebabkan penurunan nilai MCH. MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) atau KHER (Kadar Hemoglobin Eritrosit Rerata) menggambarkan jumlah rata- 690 Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018

rata (gram) hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Berdasarkan tabel 4.3, diperoleh nilai rata-rata MCHC pre hemodialisa sebesar 34,77 g/dl dengan standar deviasi sebesar 1,43, nilai minimum 31,60 g/dl dan nilai maximum sebesar 38,20 g/dl, sedangkan nilai rata-rata MCHC post hemodialisa sebesar 33,91 g/dl dengan standar deviasi sebesar 1,62, nilai minimum 31,30 gr/dl dan nilai maximum sebesar 37,70. Dari rata-rata MCHC pre hemodialisa dan MCHC post hemodialisa terjadi penurunan nilai 0,86 g/dl. Dan terjadi kenaikan nilai standar deviasi antara MCHC pre hemodialisa dan MCHC post hemodialisa sebesar 0,19. Dari seluruh sampel penelitian sebanyak 30 sampel, diketahui 9 sampel hasil nilai MCHC pre hemodialisa diatas batas normal berkisar 35,1 gr/dl- 38,2 gr/dl dan 21 sampel dalam batas nilai normal, nilai normal MCHC 30gr/dl -35 gr/dl Setelah dilakukan hemodialisa, didapatkan perubahan menjadi 5 sampel hasil nilai MCHC post hemodialisa diatas batas normal yaitu 35,1 gr/dl- 37,7 g/dl, 25 sampel hasil nilai MCHC post hemodialisa dalam batas normal. Nilai MCHC dipengaruhi oleh nilai hematokrit dan hemoglobin. Berdasarkan tabel 4, penghitungan uji t diperoleh nilai p value pada MCHC= 0,002 lebih kecil dari nilai kemaknaan (p<0,05) sehingga dinyatakan H 0 ditolak dan H 1 diterima artinya ada perbedaan bermakna antara nilai MCHC pre dan post hemodialisa karena terjadi penurunan. Anemia merupakan keadaan yang selalu ditemukan pada pasien penyakit gagal ginjal kronik. Penyebab multifaktorial termasuk defisiensi produksi eritropoietin, faktor dalam sirkulasi yang tampaknya menghambat produksi eritropoietin, pemendekkan waktu paruh sel darah merah, defisiensi asam folat dan besi, dan kehilangan darah dari proses hemodialisis. Defisiensi hormon eritropoietin merupakan penyebab utama anemia pada pasien gagal ginjal kronik (Price and Wilson, 2012 :968). Kadar zat besi atau vitamin yang menurun dapat disebabkan faktor diet, absorpsi zat besi yang rendah, pengeluaran zat besi dan vitamin selama dialisis atau pengambilan darah yang sering dilakukan untuk pemeriksaan (Agoes dkk, 2010: 83 dalam Komala, 2015: 37). Pasien penderita gagal ginjal kronik yang tidak mengalami anemia dapat disebabkan karena cukupnya asupan nutrisi sehingga menggantikan sebagian nutrisi yang hilang pada proses hemodialisis. Menurut Hall (2009:262), nutrisi tersebut seperti vitamin B 12, asam folat, dan zat besi yang penting dalam pematangan akhir eritrosit serta besi yang berperan dalam pembentukkan hemoglobin Berdasarkan data hasil pemeriksaan indeks eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1). Ada perbedaan yang bermakna nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa dengan p value MCV= 0,019 (p< 0,05). 2). Ada perbedaan yang bermakna nilai Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa dengan p value MCH= 0,00 (p< 0,05). 3).Ada perbedaan yang bermakna nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) pada penderita gagal ginjal kronik pre dan post hemodialisa dengan p value MCHC= 0,002 (p< 0,05). Dengan adanya perbedaan yang bermakna antara nilai indeks eritrosit ( MCV, MCH, MCHC) pre dan post hemodialisa pada penderita gagal ginjal kronik, maka sebaiknya melalui para klinisi untuk menindak lanjuti kebijakan kepada direktur yang diteruskan kedinas kesehatan dalam bpjs untuk tidak hanya melakukan pemeriksaan pre hemodialisa saja, tetapi perlu untuk memeriksa indeks eritrosit post hemodialisa guna mengevaluasi hasil hemodialisa. Pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sebaiknya menjaga asupan nutrisi agar nutrisi dalam darah yang hilang pada proses hemodialisa. Nutrisi tersebut yaitu vitamin B 12, asam folat, dan zat besi yang penting dalam proses eritropoiesis. Daftar Pustaka 1. CDC 2016, Morbidity and mortality weekly report (MMWR) in CDC (Centers for Disease Control and Prevention), http://www.cdc.gov (Accessed December 30, 2016). 2. Hall, JE 2010, Buku Saku Fisiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 3. Handayani, W, Haribowo, AS 2008, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018 691

4. Kementerian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. 5. Komala, D 2015, Gambaran Indeks Eritrosit Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUD. Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung, Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan. 6. Pranandari, R, Supadmi, W 2015, Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo, Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2 Tahun 2015, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan. 7. Pratiwi, AN 2016, Gambaran Jenis Anemia Pada Pasien PenderitaGagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Pringsewu, Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Tanjung Karang Jurusan Analis Kesehatan. 8. Riskesdas 2013, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. 9. Suharyanto, T, Madjid, A 2009, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Trans Info Media, Jakarta. 10. Tarwoto, Wartonah 2008, Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Trans Info Media, Jakarta. 692 Jurnal Analis Kesehatan : Volume 7, No. 1 Juni 2018