Ill. KERANGKA PEMlKlRAN DAN HlPOTESlS 3.1. Pengaruh Kesehatan Terhadap Kualitas Dan Produktivitas Sumber Daya Manusia (SDM) Produktivitas, pemerataan, keseimbangan dan pemberdayaan merupakan empat ha1 pokok yang menjamin tercapainya tujuan pembangunan Surnber Daya Manusia yang berkualitas. Konsep pembangunan kualitas SDM ini rnemiliki dua sisi yang harus seimbang, sisi pertama adalah peningkatan kapabilitas fisik penduduk seperti derajat kesehatan, tingkat pendidikan dan ketrampilan, sedangkan sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas tersebut untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, sosial dan ekonomi. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa pembangunan SDM yang berkualitas mencakup sisi produksi rnaupun distribusi dari berbagai komoditi dan pemanfaatan kemampuan manusia. Seperti tercantum dalam UU RI. No 23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif. Status kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua kondisi yaitu : gangguan kesehatan (fisik, psikis, sosial) dan hilangnya waktu produktif (berapa lama waktu produktif yang hilang karena seseorang atau kelompok penduduk mengalami sakit, cacat atau mati) (Anwar, S.A. 2001). Beberapa peneliti yang melakukan penelitian tentang keterkaitan antara derajat kesehatan dan tingkat produktivitas tenaga kerja di bidang pertanian sepakat bahwa derajat kesehatan yang baik akan merangsang keinginan untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong terjadinya peningkatan kreatifitas. Oleh karena itu, derajat kesehatan masyarakat yang diukur dari Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi komponen dasar dari indikator-indikator lndeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
merupakan ukuran tingkat kualitas SDM. Dengan dernikian, irnplikasi kebijakan di bidang kesehatan menjadi lebih jelas, bahwa bila jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat diperluas rnaka kernungkinan besar hasil (output) akan bertambah besar dan perekonornian suatu wilayah akan bertarnbah baik. Dalam ha1 ini, aspek pemerataan dan pelayanan yang kornprehensif mernegang peranan penting. 3.2. Penyediaan Dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Hendrik L.Blum dalarn Notoatrnodjo (1997) rnengatakan bahwa derajat kesehatan individu rnaupun rnasyarakat dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yang saling berinteraksi yaitu faktor perilaku, pelayanan kesehatan, lingkungan dan faktor keturunan. lnteraksi antara faktor perilaku dengan pelayanan kesehatan rnerniliki pengaruh langsung yang terbesar, mencakup rnasalah ketersediaan sarana dan jenis pelayanan kesehatan serta perilaku pemanfaatannya. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk penyediaan jasa untuk publik yang sebagian besar pengelolaannya rnasih dikuasai oleh Pemerintah. Di sebagian besar wilayah di Indonesia khususnya di tingkat Kecamatan, sarana pelayanan kesehatan rnasyarakat yang tersedia hanyalah sarana yang dirniliki oleh Pemerintah yaitu Puskesrnas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Oleh karena biaya-biaya penyediaan atau investasi pelayanan kesehatan tersebut hanya ditanggung oleh pernerintah dan sebagian kecil masyarakat yang sakit, dirnana kernarnpuan pemerintah cenderung rnenurun dan pola belanja kesehatan rnasyarakat rnasih bersifat out of pocket, rnaka pernbiayaan pelayanan kesehatan rnenjadi sernakin berat bagi Pernerintah. Kondisi diatas rnenyebabkan terbatasnya ketersediaan sarana dan jenis pelayanan kesehatan rnasyarakat sehingga penyebarannya rnenjadi terbatas dan tidak merata. Disamping itu, rnahalnya biaya kesehatan rnenjadi sangat
terasa bagi konsumen atau pasien karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada saat itu juga (pada waktu sakit). Hal ini menjadi salah satu kendala yang membatasi akses kepada sarana pelayanan kesehatan sehingga tingkat pemanfaatannya menjadi rendah. Untuk menurunkan biaya kesehatan sekaligus memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan maka periu dikembangkan alternatif pola pembiayaan kesehatan dengan lebih memanfaatkan potensi masyarakat yang didukung oleh kebijakan pemerintah. Bentuk atau pola pembiayaan masyarakat yang dapat mengatasi masalah tersebut adalah sistem pembayaran pra-upaya yang dapat melibatkan seluruh masyarakat dalam pembiayaan kesehatan. Hal ini disertai dengan dikembangkannya paradigma baru bahwa kesehatan adalah merupakan suatu bentuk investasi pada human capital. 3.3. Sistem Pembayaran Pra-upaya Sistem pembayaran pra-upaya merupakan suatu bentuk pola pembiayaan kesehatan oleh masyarakat yang dapat melibatkan seluruh masyarakat atau lebih banyak penduduk (tidak hanya yang sakit) sehingga memungkinkan terjadinya subsidi silang baik secara horisontal (antara penduduk yang beresiko rendah dengan yang beresiko tinggi pada satu level kemampuan ekonomi) maupun secara vertikal ( antara penduduk dengan kemampuan ekonomi yang berbeda). Dengan sistem pembayaran pra-upaya ini, maka tujuan normatif pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembagunan nasional yaitu equity (pemerataan), quality (kualitas), efficiency (efisiensi) dan sustainability (keberlanjutan) dalam rangka menjamin terwujudnya peningkatan kualitas SDM, diharapkan dapat dicapai (Gani, 1998). Dalarn pelaksanaannya di Indonesia,
sistem pembayaran pra-upaya ini dikenal dengan bentuk kelembagaan JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Secara Nasional, pelaksanaan dan pengembangan JPKM didasari oleh UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan selanjutnya diatur secara lebih rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan serta bentuk aturan lainnya. Dengan diberlakukannya Desentralisasi dan Otonomi Daerah termasuk di bidang kesehatan, maka Daerah lebih memiliki peluang untuk mengembangkan dan memodifikasi pelaksanaan JPKM sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Peluang yang diberikan antara lain dalam pemilihan para pelaku yang akan dilibatkan dalam kelembagaan JPKM seperti pemilihan pihak ketiga yang akan bertindak sebagai Badan Penyelenggara maupun pemilihan sarana pelayanan kesehatan yang akan dikontrak sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan. Disamping peluang untuk menentukan besarnya premi dan bentuk kelembagaan mencakup kaidah 1 aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat memperlancar pelaksanaan JPKM di lapangan. Selain itu, faktor pendukung lainnya adalah adanya jumlah penduduk yang relatif besar (padat) sebagai potensi pangsa pasar. Sedangkan faktor atau kondisi yang sementara ini masih menjadi kendala pengembangan JPKM adalah sistem pembayaran pra-upaya merupakan suatu konsep pembiayaan kesehatan oleh masyarakat yang relatif masih baru di Indonesia. Sehingga membutuhkan waktu untuk lebih mengenalkan dan memasyarakatkan sistem ini. Demikian pula dengan bentuk kelembagaan Iinstitusi JPKM yang pada tahap awal ini masih belum mantap dalam arti masih terus berkembang untuk mencari pola yang paling sesuai dengan kondisi setempat baik kondisi geografi, demografi, sosial budaya dan ekonomi masyarakat.
3.4. Para Pelaku JPKM Berdasarkan kerangka pernikiran di atas, rnaka dalarn penelitian ini akan dikaji beberapa ha1 yang berkaitan dengan para pelaku yang terlibat dalarn pelaksanaan dan pengernbangan sistern pernbayaran pra-upaya terrnasuk polapola institusi atau kelernbagaan JPKM. 3.4.1. Pernerintah Pemerintah, khususnya Pernerintah Daerah Kabupaten rnernegang peranan sangat penting untuk terlaksana dan berkernbangnya JPKM terutarna pada tahap awal dalarn pengarnbilan kebijakan dan keputusan. Sebagai penentu kebijakan, Pernda berdasarkan beberapa pertirnbangan berperan rnenentukan pihak-pihak yang akan dilibatkan dalarn kelernbagaan JPKM. Pertirnbangan ini terrnasuk konsekuensi dari kebijakan tersebut seperti rnisalnya pernberian subsidi untuk operasional Bapel. Selanjutnya, aalam pelaksanaan kelernbagaan JPKM, Pernda bertindak sebagai Badan Pembina yang dapat rnengawasi dan rnengarahkan jalannya kelernbagaan JPKM. 3.4.2. Masyarakat Kajian terhadap rnasyarakat sebagai potensi pangsa pasar pengernbangan JPKM rnencakup faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pilihan rnaupun tingkat kesediaan rnernbayar (willingness to pay) terhadap sistern pernbayaran pra-upaya. Menurut Kusurnosuwidho dalarn Neti (1999) perrnintaan konsurnen akan suatu barang atau jasa tergantung pada faktor-faktor : a. Harga dari barang atau jasa itu sendiri b. Harga dari barang lain yaitu barang substitusi (pengganti) atau barang kornplementer (pelengkap) dari barang atau jasa tersebut. c. Pendapatan rurnah tangga atau konsurnen sebagai kendalalpernbatas dari jurnlah dan jenis barang atau jasa yang dirninta
d. Seleralpreferensi individu tentang peningkatanlpenurunan tingkat kesejahteraannya. e. Jumlah dan komposisi penduduk. Sedangkan jika dilihat dari aspek kesehatan, secara epidemiologi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan dan permintaan pelayanan kesehatan adalah : umur, jenis kelamin, faktor genetiklketurunan, struktur dan besar keluarga, kelas sosial yang mencakup tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan bahkan dalam beberapa kasus lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi. (Notoatmodjo, 1097) 3.4.3. Sarana Pelayanan Kesehatan Dalam kelembagaan JPKM, sarana pelayanan kesehatan tertentu dapat dipilih sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK). Dimana sebagai PPK, sarana pelayanan kesehatan tersebut terikat kontrak untuk memberikan pelayanan kesehatan tertentu kepada sejumlah masyarakat tertentu atau peserta dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani. Dalam JPKM pemilihan atau penentuan sarana pelayanan kesehatan ini didasarkan antara lain pada aspek jangkauan wilayah, pilihanl permintaan masyarakat dan jenis pelayanan yang mampu disediakan. 3.4.4. Kelem bagaan Beberapa ha1 yang dikaji dari kelembagaan JPKM adalah kaidahl aturanaturan dalam hubungan antar pelaku, mekanisme operasional dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Sehingga akan dapat diperoleh gambaran tentang peran atau kontribusi kelembagaan ini dalam peningkatan efisiensi pembiayaan kesehatan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan, pemerataan penyediaan dan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan masyarakat.
Kualitas SDM (Human Capital) Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia : - UHH: 65 th (terendah di ASEAN) - AKB: 0,043 (tertinggi di ASEAN) Ketersediaan (supply) sarana dan jenis pelayanan kesehatan masyarakat terbatas dan tidak merata. Pemanfaatan (demand) Sarana Pelayanan Kesehatan oleh masyarakat rnasih rendah, hanya berorientasi kuratif. Tingginya biaya kesehatan, karena : I - Kemampuan subsidi pemerintah cenderung menurun. - Sistem pembiayaan kesehatan oleh masyarakat secara "out of pocket" I Pendukung : -Desentralisasi & Otonomi Daerah -Potensi jumlah penduduk Kendala : -Konsep baru -1nstitusi belum mantap -, Sistem Pembayaran Tujuan Pra-U paya efficiency dan x - sustainability Pemerintah Masyarakat Sarana Pelayanan Kesehatan L Kelem bagaan Kebijakan pembayaran Komitmenl Willingness Gambar 6. Bagan Alur Kerangka Penelitian Sarana yg dikontrak ),( 2,",","ZuJ Paket Pelayanan Mekanisme kerja I~ransaksi ekonomi I I
3.5. Hipotesis Untuk lebih mengarahkan penelitian ini sesuai dengan tujuan dan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga pilihan masyarakat terhadap sistem pembayaran pra-upaya dipengaruhi oleh faktor-faktor pendapatan perkapita, umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, adanya anggota keluarga yang masih berusia Balita, persepsi tingkat resiko sakit dan adanya harapan untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik. 2. Diduga tingkat W P peserta JPKM dipengaruhi oleh faktor-faktor pendapatan perkapita, umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang menjadi peserta, adanya anggota keiuarga yang masih berusia Balita, persepsi tingkat resiko sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan dan cara pembayaran premi. 3. Diduga pelaksanaan bentuk kelembagaan JPKM dapat meningkatkdn efisiensi dan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kesehatan melalui kaidah-kaidah 1 aturan-aturan yang dikembangkan didalamnya.