BAB 1 : PENDAHULUAN. Hampir setiap negara di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan belanja kesehatan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkena dampak produk atau proses, berupa barang ataupun. dipuaskan. Jenis-jenis pelanggan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terkait penghematan biaya. Manfaat dari utilization review

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Pemerintah melalui Jaminan Kesehatan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

Pelayanan Gigi & Prothesa Gigi Bagi Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan semua aspek

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB I PENDAHULUAN. penduduk (Alashek et al, 2013). Data dari Indonesian Renal Registry (2014)

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN

BAB I PENDAHULUAN. setempat dan juga kearifan lokal yang berlaku pada daerah tersebut.

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. medical service yang berbentuk pelayanan individu, atau untuk saat ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai

MEKANISME KAPITALISASI DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Maulana Yusup STIE Pasundan Bandung

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan. Undang-Undang No.36 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

IMPLEMENTASI JKN DAN MEKANISME PENGAWASANNYA DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL. dr. Mohammad Edison Ka.Grup Manajemen Pelayanan Kesehatan Rujukan

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu sektor yang diupayakan untuk memiliki peningkatan

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010).

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap negara di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan belanja kesehatan, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya Gross Domestic Product (GDP) dibidang kesehatan negara tersebut. Rata-rata GDP bidang kesehatan negara maju mencapai 9-17% dari total GDP negara-negara tersebut dan negara Indonesia angka GDP bidang kesehatan masih berkisar 3% dari GDP (World Bank, 2014). Akibat tingginya GDP dibidang kesehatan, negara-negara tersebut selalu berusaha untuk mengurangi pengeluaran belanja kesehatan dengan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi belanja kesehatan namun tetap dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Yan dkk., 2009). Ada beberapa cara untuk meningkatkan efisiensi belanja kesehatan, antara lain pertama membuat kesepakatan metode pembayaran kesehatan yang sesuai dengan keinginan penyedia pelayanan kesehatan (PPK), kedua memilih jenis layanan kesehatan yang paling dibutuhkan dan yang ketiga mengutamakan pelayanan kesehatan bersifat preventif (Clellan dan Rivlin, 2014). Metode pembayaran kesehatan yang sesuai akan dapat mengendalikan belanja kesehatan dan mencapai pelayanan kesehatan yang efektif karena tenaga medis sebagai tenaga pelaksana di PPK mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan jenis, kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang akan diberikan dan juga mampu mengurangi pengeluaran belanja kesehatan yang tidak diperlukan (Leger, 2008). Metode pembayaran kesehatan yang sesuai akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan sehingga pemamfatan (utilisasi) pelayanan kesehatan juga akan meningkat, hal ini disebabkan karena tingginya rasa kepercayaan pasien terhadap PPK tersebut,

sebaliknya metode pembayaran kesehatan yang tidak sesuai akan menyebabkan tenaga medis tidak tertarik untuk bergabung dengan PPK. (Donaldson dan Gerard, 1989; Scott dan Hall, 1995). Terdapat beberapa metode pembayaran kesehatan yang umum digunakan di dunia, antara lain metode Fee for Service (FFS), pengajian, kapitasi dan gabungan dari ketiga metode tersebut. Ketiga pembayaran kesehatan tersebut sudah dikenal di Indonesia. Metode Fee for Service banyak digunakan oleh praktek dokter swasta, metode penggajian banyak digunakan untuk dokter yang bekerja di klinik swasta/pemerintah dan metode kapitasi digunakan oleh asuransi kesehatan dalam membayar PPK. Pemerintah melalui regulasinya dalam UndangUndang (UU) nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) pasal 19 menyatakan bahwa pemerintah akan menyelenggarakan jaminan kesehatan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip equitas dan pasal 24 (1) menyatakan pembayaran fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Sejak 1 Januari tahun 2014 pemerintah menjalankan sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan pasal 11 (d) UU tersebut menyatakan BPJS akan membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. Metode pembayaran tenaga medis dalam sistem JKN diatur pemerintah melalui Peraturan Presiden RI Nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, yang menyatakan bahwa BPJS akan melakukan pembayaran pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan metode kapitasi dan fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL) menggunakan metode Indonesian Case Based Groups (INA-CBG s).

Tujuan dari pemerintah menggunakan metode pembayaran kapitasi dan INA-CBG s adalah untuk menekan pengeluaran biaya kesehatan. Pembayaran metode kapitasi merupakan suatu cara untuk menekan biaya dengan menempatkan PPK pada posisi sebagai penanggung sebahagian atau seluruh risiko biaya kesehatan yang terjadi. Pada metode pembayaran kapitasi, PPK akan menerima pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang ditanggung (Thabrany dan Hidayat, 1998). Rice (1999) mengatakan kapitasi digunakan untuk mengamankan pengeluaran biaya yang berlebihan dalam rangka efisiensi dan menciptakan ekuitas yang menggambarkan akses yang sama untuk setiap orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (Nigel Rice, 1999) Kesadaran masyarakat Indonesia untuk datang ke pelayanan kesehatan gigi masih rendah, sebagian besar datang ke pelayanan kesehatan gigi apabila sudah mempunyai keluhan yang memerlukan perawatan yang kompleks sehingga akan membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Untuk menekan biaya dengan kondisi masyarakat yang seperti ini, maka pelayanan kesehatan gigi harus berada di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Apabila pelayanan kesehatan gigi hanya berada di FKTL dengan metode pembayaran secara INA-CBGs, yang dihitung berdasarkan biaya perawatan per gigi maka dengan (DMF-T) sebesar 4,85 berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang menunjukkan rata-rata gigi berlubang penduduk Indonesia adalah 5 buah gigi, akan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk merawat semua kasus (PDGI, 2013; Dewanto dan Lestari, 2014; Departemen Kesehatan RI, 2008). Pelayanan kesehatan gigi merupakan pelayanan kesehatan yang sangat kompleks. Kesimpulan sebuah penelitian cost-effectiveness menyebutkan bahwa metode kapitasi akan mendorong tenaga medis untuk aktif melakukan upaya promotif dan preventif agar dapat menekan biaya yang dikeluarkan (PDGI, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian cost benefit analysis yang menyatakan bahwa metode kapitasi lebih menguntungkan dari metode FFS untuk

pelayanan bersifat yang promotif dan preventif, seperti perawatan pit/fissure sealant, Dental Health Education (DHE) dan penyuluhan tentang diet untuk kesehatan gigi (Holloway dan Clarkson, 1994). Demikian juga dengan penelitian Zickert, 2000 yang menyatakan bahwa metode kapitasi lebih baik diterapkan pada prosedur perawatan promotif dan preventif, karena metode kapitasi dapat mendorong pasien untuk melakukan tindakan pencegahan. Di Indonesia, jenis pelayanan kesehatan gigi dasar yang diberikan dalam Sistem JKN meliputi pelayanan yang bersifat kuratif, promotif, preventif dan rehabilitatif tidak dibatasi oleh usia, status sosial dan masyarakat dengan kondisi khusus. Penetapan jenis pelayanan kesehatan gigi dasar yang ditanggung oleh sistem JKN didasarkan kepada hasil kesepakatan bersama dalam pertemuan yang dihadiri oleh Kementrian Kesehatan, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi (PB PDGI) dan Kolegium Dokter Gigi Indonesia, didapatkan keputusan bahwa jenis pelayanan kesehatan gigi dasar tersebut adalah pelayanan konsultasi, pencabutan gigi sulung, pencabutan gigi permanen, tumpatan resin komposit, tumpatan dengan semen ionomer kaca, pulp capping, kegawatdaruratan Oro-dental, scalling, premedikasi/pemberian obat dan protesa gigi Jenis pelayanan kesehatan gigi yang di tanggung ini sebahagian besar merupakan pelayanan yang bersifat kuratif. (Dewanto dan Lestari, 2014). Melalui Permenkes No. 69 Tahun 2013, pemerintah menetapkan tarif kapitasi dokter gigi untuk FKTP sebesar Rp 2.000. Tarif kapitasi ini dinilai terlalu kecil untuk dokter gigi karena berdasarkan perhitungan kelompok kerja (Pokja) Pembiayaan PB PDGI, perhitungan kapitasi didapat sebesar Rp 3.208,- dengan rata-rata utilisasi sebesar 3,26 % yang diperoleh dari data utilisasi dokter gigi keluarga di kabupaten Kudus dan Klaten, utilisasi pelayanan kesehatan gigi Jamsostek, utilisasi Gama Medikal Center (GMC) UGM, utilisasi dana sehat Muhammadiyah. Rekapitulasi data utilisasi dokter gigi keluarga Askes seluruh Indonesia tidak dapat digunakan,

karena belum mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dan rata-rata utilisasi masih dibawah 1%. Apabila pemerintah menetapkan biaya kapitasi pelayanan kesehatan gigi sebesar Rp 2000,- maka estimasi utilisasi pelayanan kesehatan gigi adalah sebesar 2,03 % (Dewanto dan Lestari, 2014). Penetapan besaran tarif kapitasi yang tidak sesuai dengan pelayanan kesehatan gigi akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu layanan. Menurut Thabrany (2000), beberapa reaksi negatif yang timbul antara lain adalah pemberi pelayanan akan lebih sering merujuk pasiennya, pemberi layanan akan mempercepat waktu layanan untuk pasien asuransi, waktu yang tersedia lebih banyak digunakan untuk melayani pasien non-asuransi yang dinilai membayar lebih banyak dan pemberi layanan tidak memberi pelayanan yang maksimal untuk pasien asuransi. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa besaran kapitasi yang tidak sesuai dengan keinginan PPK akan menurunkan tingkat kepuasan pasien. dan juga ada penelitiaan yang menyebutkan nilai kapitasi yang tidak sesuai akan meningkatkan kerugian PPK, karena PPK ikut menanggung sebagian atau seluruh risiko keuangan, terkait dengan penggunaan sumber daya yang besar dalam pelayanan kesehatan (Thabrany, 2000; Yan dkk., 2009). Untuk menghitung kapitasi, diperlukan perhitungan unit-cost pelayanan. Perhitungan unit cost pelayanan kesehatan gigi yang dilakukan oleh Pokja pembiayaan PB PDGI dengan menggunakan metode cash basis, metode activity based costing (ABC) dan dengan metode double distribution. Perhitungan unit-cost dilakukan di dua Rumah Sakit (RSUD Pasar Rebo dan RSGMP UMY), sedangkan perhitungan utilisasi diambil dari lokasi-lokasi yang berbeda (utilisasi dokter keluarga di Kudus, Klaten, GMC UGM dan peserta dana sehat Muhammadiyah) (Dewanto dan Lestari, 2014).

Permenkes 59 Tahun 2014 hasil penyempurnaan Permenkes No 69 tahun 2013 menyebutkan tarif kapitasi dokter gigi praktek perorangan adalah sebesar Rp 2000, dan tidak ada menyebutkan berapa sesungguhnya tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dan klinik pratama, hal ini menjadi permasalahan bagi manajemen puskesmas dan klinik pratama dalam pembahagian kapitasi untuk pelayanan kesehatan gigi. Peraturan tentang tarif kapitasi tersebut juga tidak menyebutkan adanya perbedaan nilai kapitasi pelayanan kesehatan gigi antara klinik pratama dengan puskesmas, dimana nilai investasi yang dikeluarkan klinik pratama adalah modal pemilik klinik sedangkan puskesmas merupakan investasi milik pemerintah. (Dewanto dan Lestari, 2014). Perlu dilakukan perhitungan dengan metodologi yang tepat untuk menilai besaran kapitasi bagi tenaga kesehatan sehingga uang yang keluar dibayarkan sesuai kinerja tenaga kesehatan dan juga memastikan uang yang mengalir sesuai dengan kebutuhan pasien. Perhitungan biaya pelayanan yang tepat akan mencapai rasa keadilan bagi tenaga kesehatan dan kepuasan pasien dalam pelayanan (Rhys dkk., 2010). Sistem akutansi biaya conventional tidak mampu untuk menghasilkan perhitungan unit cost secara akurat, hanya dengan metoda ABC yang mampu menyajikan informasi perhitungan biaya yang menggambarkan semua kegiatan berkaitan dengan produk (Darmawan, 2011). Melalui metoda ABC dapat diketahui sejauh mana sumberdaya dimanfaatkan secara maksimal sehingga memungkinkan penyedia layanan kesehatan dapat meminimalkan biaya dan memaksimakkan sumberdaya sehinggga terjadi efisiensi (DOWLESS, 1997). Sistem ABC sangat efektif di gunakan untuk menghitung unit cost pelayanan dengan produk yang sangat banyak seperti rumah sakit dan sangat efektif digunakan untuk mencegah kenaikan biaya layanan (Popesko, 2013).

Dari uraian di atas dapat diketahui beberapa hal yaitu metode pembayaran yang sesuai akan dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, metode pembayaran kapitasi mampu menekan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi, metode pembayaran kapitasi cocok untuk pelayanan bersifat promotif dan preventif. Dengan kenyataan nilai utilisasi pelayanan kesehatan gigi di Indonesia masih sangat rendah, angka kesakitan gigi masih tinggi dan pelayanan kesehatan gigi lebih banyak yang bersifat kuratif, apakah biaya kapitasi yang ditetapkan pemerintah saat ini dapat mempengaruhi meningkatnya utilisasi pelayanan kesehatan gigi. Untuk itu perlu di ketahui apakah nilai kapitasi dalam pelayanan kesehatan gigi dasar pada era JKN sudah tepat perhitungannya, apakah sudah sesuai dengan keinginan yang diterima oleh pemberi pelayanan di FKTP dan apa faktor yang mempengaruhi meningkatnya utilisasi pelayanan kesehatan gigi. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan paparan, tarif kapitasi bagi pemberi pelayanan kesehatan gigi dalam sistem JKN sudah dilandasi oleh peraturan pemerintah melalui peraturan menteri kesehatan namun tidak diketahui penjelasan secara ilmiah bagaimana cara pemerintah menetapkan tarif kapitasi tersebut untuk itu perlu dilakukan kajian Apakah tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi yang ditetapkan tersebut sudah tepat, sudah sesuai dengan perhitungan nilai utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan perhitungan nilai unit cost pelayanan kesehatan gigi dan memberi manfaat bagi peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan gigi di FKTP. maka disusunlah rumusan masalah dengan rincian sebagai berikut : 1. Apakah faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di era JKN?

2. Berapakah nilai unit-cost pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dan di klinik pratama berdasarkan perhitungan activity based costing? 3. Berapakah nilai utilisasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan di klinik pratama? 4. Berapakah tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dan klinik pratama berdasarkan hasil perhitungan? 5. Bagaimanakah analisis hubungan faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dengan tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama? 6. Bagaimanakah simulasi tarif kapitasi yang sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dan di klinik pratama? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisa biaya kapitasi pelayanan kesehatan gigi yang ditetapkan oleh pemerintah bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan menganalisa faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di era JKN 2. Mengetahui dan menganalisa nilai unit-cost pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama 3. Mengetahui dan menganalisa nilai utilisasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama

4. Mengetahui dan menganalisa tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama 5. Membuat analisis faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dengan tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama untuk dijadikan model penetapan tarif kapitasi 6. Membuat simulasi tarif kapitasi yang sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi antara Puskesmas dan Klinik Pratama 1.4 Manfaat Penelitian 1. Diperolehnya faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi 2. Diperolehnya nilai unit cost pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama sebagai sumber informasi bagi penilaian tarif kapitasi. 3. Diperolehnya nilai utilisasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama sebagai sumber informasi bagi penilaian tarif kapitasi 4. Diperolehnya tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama yang dapat di jelaskan secara secara ilmiah dan menjadi sumber rujukan bagi pemerintah, asosiasi fasilitas kesehatan dan organisasi profesi. 5. Diperolehnya model penetapan kapitasi dari hubungan faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dengan nilai kapitasi pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas dan Klinik Pratama yang dapat di jadikan sumber rujukan bagi pemerintah, asosiasi fasilitas kesehatan dan organisasi profesi dalam menetapkan tarif kapitasi.

6. Diperolehnya simulasi penilaian kapitasi pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dan di klinik pratama yang sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi untuk digunakan oleh pengambil kebijakan dalam membuat pola tarif kapitasi pelayanan kesehatan gigi. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas dan klinik pratama yang ada di kota Padang dengan mengambil data primer dan sekunder tahun 2015-2016. Penelitian dimulai pada bulan Agustus 2016 Desember 2016. 1.6 Sistematika Penulisan Disertasi Sistematika penulisan disertasi ini disusun mengacu pada pedoman penulisan disertasi program S3 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unand. Dengan susunan sebagai berikut : Judul Halaman persyaratan Surat pernyataan Halaman persetujuan pembimbing Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Singkatan

Daftar Lampiran Bab 1 Pendahuluan Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 3 Kerangka Konsep Bab 4 Metode Penelitian Bab 5 Analisis Data dan Hasil Penelitian Bab 6 Pembahasan Bab 7 Penutup Daftar Pustaka Lampiran