BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar/sosial dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan agka kematian bayi. Posyandu yang terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh kembang anak. Dalam pelaksanaannya dilakukan secara koordinatif dan integratif serta saling memperkuat antar kegiatan dan program untuk kelangsungan pelayanan di posyandu sesuai dengan situasi/kebutuhan lokal yang dalam kegiatannya tetap memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2011) Posyandu juga merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Meskipun posyandu bersumber daya masyarakat, pemerintah tetap ikut andil terutama dalam hal penyediaan bantuan teknis dan kebijakan. Kasus kurang gizi dan gizi buruk terkadang sulit ditemukan di 1
masyarakat, salah satu penyebabnya adalah karena si ibu tidak membawa anaknya ke pusat pelayanan kesehatan. Akibatnya bermunculan berbagai kasus kesehatan masyarakat bermula dari kekurangan gizi yang terlambat terdeteksi pada banyak balita seperti diare, anemia pada anak, dan lain-lain di beberapa provinsi Indonesia (Kresno, 2008) dalam (Fadli, 2011) Menurut Depkes RI (2007), posyandu bertujuan memberdayakan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dengan mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM). Posyandu merupakan salah satu UKBM yang sudah sangat luas dikenal masyarakat dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan sosial di pedesaan maupun perkotaan. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan dari, untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi mayarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2007). Menurut data Departemen Kesehatan menunjukan dalam 10 tahun terakhir dari 207 juta penduduk Indonesia terdapat 3 juta bayi dengan status nilai gizi kurang (1,45%), 1,5 juta gizi buruk (0,72%) yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan, mudah terkena penyakit infeksi serta meningkatnya kematian bayi. Sementara data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2003, 5,24%
balita yang ada di kota dan 4,27% balita di desa menderita gizi rendah (Farmacia, 2005). Salah satu upaya untuk meningkatkan keadan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian kegiatannya dilaksanakan di posyandu. Melalui posyandu masyarakat mendapat pelayanan penimbangan bagi bayi dan anak balita, penyuluhan gizi, imunisasi dan pemberian makanan tambahan (PMT). Kesehatan balita yang dipantau di posyandu lebih ditujukan untuk memantau pertumbuhan (growth monitoring) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) dan teratur untuk mengidentifikasi secara dini bila ada gangguan keseimbangan gizi pada bayi dan balita. Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan penting dalam rangka kewaspadaan gizi yang akan berdampak terhadap status kesehatan bayi dan balita (Depkes RI, 2009). Gizi kurang tahun 2005 pada anak balita sekitar 19,24 % dan gizi buruk sekitar 8,8 %. Gizi buruk atau gizi kurang yang dialami oleh anak akan membawa dampak yang negatif terhadap status kesehatannya (Depkes RI, 2006). Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan untuk Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2008) tentang indikator kualitas pemanfaatan posyandu diukur dari tingkat kunjungan. Tingkat kunjungan secara kumulatif mencapai 90% atau lebih dianggap baik dan kurang dari 90% dianggap belum baik pemanfaatannya.
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Profil Dinkes Kota Subulussalam, cakupan Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan adalah 53,14%, dan cakupan pelayanan anak balita adalah 69,65%. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa cakupan UCI dianggap belum baik pemanfaatannya dan cakupan pelayanan anak balita juga dianggap belum baik. Wardah (2007), kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka menghasilkan kinerja superior dalam pekerjaannya (Boulter, Dalziel dan Hill, 1996). Makna kompetensi mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan. Kinerja kader yang baik dapat tercapai bila seseorang kader memiliki kemampuan, kemauan dan usaha. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, setelah ada motivasi dapat timbul kegiatan. Penelitian Nuswantoro (2008) dengan judul Posyandu Penting Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan 50 % bayibayi itu tidak pernah dibawa ke posyandu. Ia mengharapkan agar kegiatan posyandu lebih dihidupkan. Jika hal itu telah dilakukan namun bayi-bayi tidak dibawa ke posyandu, jadi disarankan agar petugas posyandu tersebut harus turun langsung, bila perlu dari pintu ke pintu.
Kota Subulussalam merupakan salah satu kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan pencapaian program posyandu yang rendah. Salah satu Puskesmas di Kota Subulussalam, yaitu Puskesmas Simpang Kiri memiliki 31 posyandu di 17 desa dengan 14 bidan desa. Berdasarkan survei awal di beberapa posyandu di wilayah kerja Puskesmas Simpang Kiri ditemui 47 orang kader dengan jumlah posyandu sebanyak 31 unit tingkat pratama, yang seharusnya jumlah kader posyandu sebanyak 155 orang dari 31 posyandu tersebut. Survei awal yang dilakukan pada januari 2014 dengan mewawancarai 5 orang kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Simpang Kiri, mengatakan posyandu diadakan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan, dimana jadwal pelaksanaan posyandu bisa maju atau mundur tergantung ketersediaan waktu bidan penaggung jawab posyandu. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan Bagaimana pengaruh kompetensi kader kesehatan terhadap kinerja dalam upaya meningkatkan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam.
1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh kompetensi kader kesehatan terhadap kinerja dalam upaya meningkatkan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh kompetensi kader kesehatan terhadap kinerja dalam upaya meningkatkan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam. 1.5 Manfaat Penelitian 1) Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu 2) Bagi Peneliti, menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan masyarakat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.