BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa yang baru memasuki jenjang pendidikan Universitas telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu cara untuk mengembangkan diri adalah melalui dunia

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhan kebutuhan (

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

LAMPIRAN. Lampiran 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Abstrak. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu

Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI. Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :...

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Universitas X merupakan salah satu universitas

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut H.Dadang Hawari, permasalahan pengkonsumsian alkohol. kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial-budaya,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Masyarakat Kristen (BIMAS Kristen, 2010) Departemen Agama Propinsi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan saat ini semakin maju dan salah satu tandanya

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa yang baru memasuki jenjang pendidikan Universitas telah mengalami peralihan dari Sekolah Menengah Umum (SMU) menuju Universitas. Terdapat berbagai perbedaan lingkungan akademik antara SMU dan Universitas. Sistem pembelajaran di Universitas sangat berbeda dengan di SMU. Di seluruh Universitas di tanah air digunakan sistem Satuan Kredit Semester (S.K.S) yang juga berlaku secara internasional, besarnya beban SKS atau jumlah mata kuliah yang boleh diambil di semester berikutnya sangat ditentukan oleh prestasi akademik pada semester sebelumnya (Suganda, Universitas Padjajaran Bandung, 2005). Pada Universitas, mahasiswa dapat mengambil jumlah mata kuliah sesuai dengan kemampuannya. Penerapan sistem SKS ini memungkinkan mahasiswa untuk menghitung sendiri Indeks Prestasinya (IP atau IPK) yang kemudian dijadikan patokan dalam mengambil banyaknya jumlah SKS di semester berikutnya yang harus diisikannya ke dalam Kartu Rencana Studi (KRS). Mahasiswa juga dibebaskan untuk memilih mata kuliah sesuai kebutuhannya. Tidak seperti pada jenjang SMU, seorang siswa yang naik kelas hanya perlu melakukan daftar ulang (herregistrasi) tanpa harus menentukan pelajaran apa yang 1

2 akan diambilnya karena mata pelajaran di kelas berikutnya akan sama dengan mata pelajaran yang diikutinya tahun yang lalu. Metode pengajaran di Universitas juga sangat berbeda dengan metode pengajaran di SMU. Di Universitas seorang dosen hanya akan menjelaskan poinpoin pentingnya saja, mengingat waktu yang disediakan pun sangat pendek. Tugas mahasiswa adalah melengkapinya dengan mencari informasi dari berbagai sumber. Selain itu, pada jenjang pendidikan Universitas ini mahasiswa tidak lagi mempelajari pelajaran yang beragam seperti saat di SMU, melainkan terfokus pada satu bidang studi tertentu. Salah satunya adalah Fakultas Psikologi Universitas X Bandung yang terfokus pada bidang studi Psikologi. Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental (Rita L. Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi: 15). Berdasarkan Hasil Evaluasi Badan Akreditasi Nasional, Fakultas Psikologi Universitas X Bandung memiliki tingkat Akreditasi Sangat Baik, yaitu A, yang diasumsikan mampu mendorong para mahasiswanya untuk menerapkan ilmu Psikologi pada lingkungan sehingga lulusannya menjadi sumber daya yang berkualitas. Selain itu seperti yang diungkapkan oleh Drs. Andi Mappiare agar nantinya mahasiswa dapat tumbuh menjadi manusia yang tidak hanya ikut-ikutan melainkan mampu untuk memilah mana hal baik dan benar atau sebaliknya. Mahasiswa harus memiliki prinsip, keyakinan teguh dan bertanggung jawab. Fakultas Psikologi Universitas X Bandung memiliki tuntutan yang mendalam terhadap mahasiswanya. Apabila dilihat dari sudut pandang Taksonomi Bloom (dalam Sprinthall & Sprinthall, 1990), yang berbicara mengenai sasaran

3 perilaku kognitif, maka kurikulum Fakultas Psikologi Universitas X Bandung menuntut mahasiswanya untuk tidak sekadar mengetahui materi perkuliahannya, namun menuntutnya untuk dapat memahami, menerapkan, melakukan analisa, dan sintesa. Terlebih lagi pada beberapa mata kuliah memiliki tingkat sasaran evaluasi terhadap materi perkuliahan yang diterima mahasiswa, sebagai aplikasi dari ilmu yang mempelajari tentang manusia (Fakultas Psikologi Universitas X Bandung, 2006). Bagaimana mahasiswa menyesuaikan diri dengan lingkungan akademik tersebut merefleksikan manifestasi dari self-regulation akademik (Grolnick & Ryan, 1990), dalam hal ini penyesuaian diri mahasiswa adalah terhadap tuntutan kurikulum yang disajikan fakultas. Misalkan mahasiswa mengikuti kegiatan pembelajaran mata kuliah wajib yang disediakan oleh fakultas, maka mahasiswa menyesuaikan diri dengan cara mengikuti perkuliahan tersebut dengan menggunakan self-regulation. Berbagai perbedaan situasi antara jenjang pendidikan SMU dengan Universitas menuntut mahasiswa untuk membentuk self-regulation yang baru tidak seperti di jenjang pendidikan sebelumnya. Pada saat berada di jenjang Universitas, mahasiswa mulai membentuk sikap dan nilai-nilai baru dalam upaya penyesuaian diri terhadap perubahan tuntutan peran pada dirinya, dimana mahasiswa mulai dihadapkan pada bermacam-macam tugas yang memiliki tingkat kesukaran yang berbeda dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Suasana dalam menghadapi perkuliahan secara umum berbeda sekali daripada suasana belajar di sekolah menengah, membutuhkan kemandirian dan kemampuan mengembangkan

4 inisiatif sendiri (internally driven) dalam merencanakan dan menangani permasalahan yang muncul (Roza, 2005). Dalam memasuki jenjang universitas tersebut mahasiswa terdorong untuk mengarahkan perilakunya dalam kegiatan perkuliahan, misalnya mampu menetapkan target prestasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, membuat suatu strategi perencanaan tertentu untuk mencapai target yang ditentukan, misalnya dengan mengatur waktu belajar. Mahasiswa juga diharapkan mampu untuk memotivasi diri untuk tetap terarah dalam belajar, dan memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengatasi kendala yang dijumpai dengan usaha dan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Bagaimana mahasiswa dapat mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal disebut dengan Self-Regulation Akademik (Deci & Ryan, 2001). Dalam Self-Regulation Akademik terdapat empat gaya regulasi, yaitu: External Regulation dan Introjected Regulation (merupakan gaya regulasi dari tipe Motivasi Ekstrinsik), Identified Regulation, dan Intrinsic Regulation (merupakan gaya regulasi dari tipe Motivasi Intrinsik) (Deci & Ryan, 2001). Berdasarkan wawancara terhadap dua orang dosen pengajar mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung didapat keterangan bahwa dalam kegiatan belajar di dalam kelas, mayoritas mahasiswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran, hanya sekitar 10-15% saja mahasiswa yang secara aktif bertanya maupun menjawab pertanyaan dari dosen. Mahasiswa baru aktif mengerjakan tugas, bertanya, dan menjawab pertanyaan setelah

5 mendapati dosennya marah atau dijanjikan reward berupa penambahan poin. Selain itu, dosen juga sering mendapati para mahasiswanya tidak membawa diktat kuliah, dan baru meminjam pada teman jika dosen bertanya padanya. Sedangkan, dalam survei yang dilakukan terhadap 21 orang mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung, menunjukkan perbedaan alasan mereka mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas (mengerjakan tugas kelompok dan berpartisipasi dalam diskusi dengan dosen di kelas). Survei tersebut menunjukkan 10,76 % mahasiswa mengungkapkan alasan bahwa mereka menyukai untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Mereka merasa senang dan menikmati kegiatan yang mereka ikuti di kelas, seakan-akan hal tersebut sudah menjadi bagian dari dirinya. Alasan ini menunjukkan gaya regulasi dari motivasi intrinsik yang disebut intrinsic regulation. Pada 39,48 % mahasiswa mengungkapkan bahwa mereka mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut karena ingin mengerti mata kuliah yang diajarkan dan agar tidak mendapat kesulitan ketika mengerjakan ujian. Selain itu mereka mengikuti diskusi dengan dosen untuk mengetahui apakah mereka sudah memahami pelajaran dengan benar atau tidak. Mengikuti diskusi dengan dosen juga dilakukan mahasiswa untuk mendapatkan perbaikan jika terdapat kesalahan dan untuk mengungkapkan aspirasinya. Mereka juga merasa bahwa belajar dengan baik adalah hal yang penting agar dapat lulus dalam waktu yang cepat dengan nilai yang memuaskan. Gaya regulasi ini disebut dengan identified regulation. Sejumlah 14,29 % mahasiswa lainnya mengatakan bahwa mereka mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut karena akan merasa bersalah pada diri

6 sendiri jika tidak melakukannya, selain itu mereka juga akan merasa bersalah pada kedua orang tua yang telah membiayai mereka. Mahasiswa berusaha belajar dengan baik karena akan merasa malu pada teman-teman atau dosen jika mendapat nilai yang jelek, serta ikut dalam kegiatan diskusi di kelas agar mahasiswa lain berpendapat bahwa ia adalah mahasiswa yang pintar. Alasan ini menunjukkan gaya regulasi dari motivasi ekstrinsik yang disebut dengan introjected regulation. Sedangkan pada 35,46 % mahasiswa mengatakan bahwa mereka mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut karena akan mendapat hukuman jika tidak mengerjakannya. Misalkan ditegur oleh teman-teman atau dosen jika tidak mengerjakan tugas dengan baik, mereka juga mengikuti diskusi dengan baik agar tidak dimarahi jika tidak ikut diskusi dan malah mengobrol dengan teman. Mahasiswa juga berusaha meraih prestasi yang baik karena dengan melakukannya bisa mendapatkan reward dari orang tuanya. Gaya regulasi ini disebut external regulation. Berdasarkan survei melalui wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa setiap mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung memiliki gaya Self-Regulation Akademik yang berbeda-beda. Sebagian mahasiswa melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan gaya regulasi yang cenderung intrinsik misalnya melakukan kegiatan belajar karena menganggap penting kegiatan tersebut atau karena merasa senang dan menikmati kegiatan belajar. Namun sebagian mahasiswa lainnya menggunakan gaya regulasi yang cenderung ektrinsik misalnya yang melaksanakan belajar hanya karena ingin

7 mendapat reward atau sekedar pujian dari dosen dan teman-temannya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran gaya Self-Regulation Akademik pada mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X di Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Bagaimana gambaran gaya Self-Regulation Akademik pada mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai gaya Self-Regulation Akademik pada mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya dari Self-Regulation Akademik serta kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi gaya Self- Regulation Akademik pada mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

8 - Memberikan tambahan informasi bagi bidang ilmu psikologi pendidikan, psikologi perkembangan dalam kajian mengenai gaya Self-Regulation Akademik. - Memberikan rujukan bagi penelitian lebih lanjut mengenai gaya Self- Regulation Akademik. 1.4.2 Kegunaan Praktis - Memberikan informasi tentang gaya Self-Regulation Akademik mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung kepada staf pengajar akademik Fakultas Psikologi Universitas X Bandung, sehingga staf pengajar akademik lebih memahami regulasi para mahasiswa dalam rangka mengembangkan gaya Self-Regulation yang lebih efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal. - Memberikan informasi tentang gaya Self-Regulation Akademik mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung kepada orang tua mahasiswa sehingga orang tua dapat membantu anaknya dalam mengembangkan gaya Self-Regulation yang lebih efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal. - Memberikan informasi tentang gaya Self-Regulation Akademik mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung kepada mahasiswa sehingga mahasiswa dapat mengembangkan gaya Self-Regulation yang lebih efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

9 1.5 Kerangka Pemikiran Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung adalah mahasiswa yang baru mengalami transisi dari jenjang pendidikan SMA ke Universitas. Saat memasuki jenjang pendidikan universitas, pembelajarannya lebih bersifat problem solving dan dalam melakukan studi, penelitian, pembahasan, dan penerbitan ilmiah, mahasiswa diberi berbagai kasus yang ada di tengah masyarakat, kemudian mahasiswa diminta menyelesaikan kasus tersebut berdasarkan teori yang relevan. Model pembelajaran problem solving ini didasarkan atas asumsi, para lulusan mahasiswa sudah mapan dalam aspek rasionalitasnya (M. Saekhan Muchith, 2007). Selain itu, mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung dihadapkan pada subjek pembelajaran yang baru yaitu terpusatnya proses pembelajaran pada bidang ilmu Psikologi. Kurikulum yang dikembangkan oleh Fakultas Psikologi lebih bersifat kasuistik yaitu menganalisis kasus dan melakukan problem solving, sehingga mahasiswa diharapkan mempunyai kemampuan meneliti serta melakukan penyelesaian masalah untuk implementasi teoretis ke dalam realitas kehidupan (Biro Pengembangan Sistem dan Pelatihan, Universitas X, 2007). Dalam melakukan model pembelajaran problem solving ini, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X Bandung ditunjang oleh kematangan perkembangan yang dilihat dari segi usia sudah memasuki tahap perkembangan remaja akhir yaitu dalam rentang usia 15-20 tahun (Santrock, 1998). Ciri-ciri dari tahap perkembangan remaja akhir yaitu sudah masuk pada fase perkembangan

10 pemikiran formal operasional dengan cara berpikir yang lebih abstrak sehingga tanpa melakukan operasi konkret dapat memecahkan masalah. Mahasiswa juga sudah dapat mandiri, melakukan kegiatan atas kehendak sendiri dan melakukan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Mahasiswa yang mandiri akan lebih mampu menentukan dan mengarahkan dirinya untuk meraih tujuannya secara otonom. Mahasiswa yang sudah mandiri dalam melaksanakan kegiatan belajarnya diduga akan lebih permanen dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mandiri karena tindakan yang dilakukannya berasal dari dalam diri dan tidak harus selalu didorong oleh lingkungan, sedangkan mahasiswa yang belum mandiri cenderung akan memperlihatkan hasil yang berkelanjutan sejauh ada lingkungan yang menjadi faktor pendorong namun jika lingkungan tersebut tidak hadir maka pencapaian hasilnya akan menurun. Misalkan mahasiswa yang mengerjakan tugas di kelas karena dosen tersebut berada dalam kelas, sedangkan jika dosen tidak di kelas, ia tidak mengerjakan tugasnya. Lain halnya dengan mahasiswa yang mengerjakan tugas karena ia merasa tugas tersebut penting bagi dirinya untuk mendapatkan nilai yang baik, maka ada atau tidaknya dosen di kelas tidak mempengaruhinya untuk terus menyelesaikan tugasnya. Ciri lain dari tahap perkembangan formal operational ialah idealis yaitu dapat berpikir mengenai hal-hal yang mungkin terjadi, dan logis yaitu mulai berpikir dengan menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Mahasiswa pada tahap ini mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional

11 formal, sehingga mereka mulai mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam kehidupannya dan lebih berpikir dalam mengambil keputusan. Berbekal kemampuan berpikir formal operational tersebut mahasiswa mampu menganalisis permasalahan yang dihadapi dan membuat keputusan yang tepat dan diharapkan mahasiswa membentuk sikap yang baru tidak seperti di jenjang pendidikan sebelumnya. Mahasiswa tersebut mampu mengarahkan perilakunya dalam bidang pendidikan, misalnya mampu menetapkan target prestasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, membuat suatu strategi perencanaan tertentu untuk mencapai target yang ditentukan, misalnya dengan mengatur waktu belajar. Mahasiswa juga mampu memotivasi diri untuk tetap terarah dalam belajar, dan memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengatasi kendala yang dijumpai dengan usaha dan kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Bagaimana mahasiswa mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal disebut sebagai Self- Regulation Akademik (Deci dan Ryan, 2001). Menurut Deci dan Ryan (2001), terdapat dua tipe Motivasi dalam Self- Regulation Akademik, yaitu Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik. Kedua tipe motivasi tersebut menghasilkan empat gaya regulasi, yaitu: External Regulation dan Introjected Regulation merupakan gaya dari tipe Motivasi Ekstrinsik, Identified Regulation dan Intrinsic Regulation merupakan gaya dari tipe Motivasi Intrinsik. Pada External Regulation, perilaku Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung dikontrol oleh tuntutan eksternal, adanya

12 reward atau punishment (Deci & Ryan, 2001). Mahasiswa mengerjakan pekerjaan rumah, tugas di kelas, menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit di kelas agar tidak mendapat hukuman jika tidak melakukannya, misalnya akan mendapat hukuman berupa teguran dari dosen atau pengurangan nilai. Mahasiswa juga mengerjakan tugas-tugas tersebut untuk mendapatkan reward dari orang tua maupun dosennya, seperti mendapatkan hadiah dari orang tua atas prestasi yang dicapainya, pemberian tersebut bisa berupa pujian, barang, atau hal lain yang diharapkan mahasiswa. Pada Introjected Regulation, kegiatan belajar Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung dilakukan untuk mengontrol tingkah lakunya agar terhindar dari rasa malu atau rasa bersalah (Deci & Ryan, 2001). Mahasiswa mengerjakan pekerjaan rumah, tugas di kelas, menjawab pertanyaanpertanyaan sulit di kelas agar dosen berpikiran bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang baik atau karena akan merasa bersalah kepada orang tua yang telah membiayai kuliahnya apabila tidak mengerjakannya dengan baik. Pada gaya regulasi Identified Regulation, kegiatan belajar dalam perkuliahan yang dijalankan Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X berdasarkan adanya tujuan yang dianggap penting oleh mahasiswa tersebut, sehingga mereka menjalankan kegiatan tersebut karena memiliki tujuan yang jelas, dan merasa berharga dengan melakukan hal tersebut (Deci & Ryan, 2001). Mahasiswa mengerjakan pekerjaan rumah, tugas di kelas, menjawab pertanyaanpertanyaan sulit di kelas, karena menganggap bahwa hal tersebut merupakan hal yang penting bagi dirinya untuk belajar dengan baik.

13 Gaya regulasi yang terakhir adalah Intrinsic Regulation. Pada gaya regulasi ini proses integrasi yang dilakukan diikuti dengan kepuasan dan kenyamanan dari Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X yang melakukannya (Deci & Ryan, 2001). Mahasiswa memiliki sistem nilai dan tujuan dan melakukannya dengan perasaan nyaman dan ada kepuasan dari dalam dirinya. Mahasiswa mengerjakan pekerjaan rumah, tugas di kelas, menjawab pertanyaanpertanyaan sulit di kelas karena merasa menikmati atau nyaman saat mengerjakan kegiatan belajar di kampus dengan baik. Deci dan Ryan (2001) mengungkapkan bahwa keempat gaya Self-Regulation Akademik tersebut merupakan suatu kontinum. Beranjak dari gaya regulasi yang cenderung ekstrinsik (External Regulation kemudian Introjected Regulation) menuju gaya regulasi yang cenderung intrinsik (Identified Regulation kemudian Intrinsic Regulation). Perbedaannya adalah pada derajat internalisasi. Internalisasi merupakan suatu proses perubahan dari gaya regulasi yang ekstrinsik ke intrinsik. Semakin individu menginternalisasikan aturan dan nilai-nilai yang ada di lingkungan ke dalam dirinya, maka individu tersebut akan semakin teregulasi secara intrinsik. Gaya Self-Regulation Akademik yang semakin intrinsik mengarahkan pada hasil belajar yang semakin optimal, dan pada dasarnya setiap mahasiswa memiliki keempat gaya Self-Regulation Akademik tersebut namun terdapat gaya Self-Regulation Akademik yang paling dominan dalam pengaturan perilakunya (Deci, 2008). Pada Self-Regulation Akademik, dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai hasil belajar yang optimal dibutuhkan keselarasan pengintegrasian kekuatan dalam

14 diri (inner forces) dan faktor lingkungan (external forces). Kekuatan dalam diri mahasiswa berupa kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi. Mereka memiliki tiga kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan kompetensi, berelasi, dan otonomi (Deci & Ryan, 2001). Kebutuhan kompetensi merujuk pada kebutuhan Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X untuk dapat mengekspresikan kapasitas yang dimilikinya dan merasa efektif dalam lingkungan kuliah dan bermasyarakat (White dalam Deci & Ryan, 1959). Kebutuhan kompetensi pada diri mahasiswa berkembang seiring dengan perubahan dalam kondisi fisik remaja (Santrock, 2003). Mereka menjadi bertambah tinggi, menjadi lebih kuat, dan peningkatan keterampilan motorik yang memampukan mereka untuk dapat melakukan gerakan-gerakan secara tepat dan terarah. Mahasiswa juga mengalami perkembangan kognitif yang meliputi adanya perubahan dalam pemikiran dan inteligensinya (Santrock, 2003). Perkembangan kognitif tersebut menunjang mahasiswa dalam mengekspresikan potensi intelektual yang dimilikinya. Kebutuhan ini akan semakin terpuaskan ketika mereka mendapatkan feedback positif, seperti mendapat nilai baik atau pujian terhadap prestasinya dari dosen, teman, atau orang tua. Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan berelasi, yaitu kebutuhan Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X untuk dapat berinteraksi dengan orang lain, terhubungkan dengan orang lain dan merasakan adanya kepedulian terhadap orang lain (Baumiester & Leary dalam Deci & Ryan, 1995). Kebutuhan ini didukung oleh perubahan proses-proses emosional yang meliputi

15 perubahan dalam hubungan mahasiswa dengan orang lain, kerjasama dalam studi, emosi, dan kepribadian, misalnya percakapan akrab yang terjadi antara dua orang teman (Santrock, 2003). Contohnya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X bergabung dalam salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa karena ingin mendapatkan teman baru dan menjadi bagian dari kelompok tersebut. Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan otonomi, yaitu kebutuhan Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X untuk bertindak sesuai dengan minat yang ada pada dirinya dan mampu membuat keputusan sendiri serta mengesahkan tindakannya (decharms dalam Deci & Ryan, 1968). Mahasiswa mengalami perkembangan kognitif yang meliputi adanya perubahan dalam pemikiran dan inteligensinya (Santrock, 2003). Seiring dengan berkembangnya kemampuan kognitifnya, mahasiswa mampu untuk memilih dan menentukan tindakannya, seperti membuat jadwal belajar sendiri dan melaksanakannya secara disiplin. Tindakan tersebut dapat merupakan inisiatif dari diri sendiri atau merupakan respon terhadap permintaan orang tua, dosen, atau temannya. Mahasiswa mulai menyenangi kegiatan-kegiatan intelektual seperti membaca buku atau membuka internet untuk menambah wawasan dan merasa yakin dengan kemampuan mentalnya. Mereka juga mulai kritis dalam menghadapi persoalan-persoalan perkuliahan seperti merencanakan studi setiap semester, dan mampu menentukan masa depannya sendiri. Mahasiswa termotivasi oleh hasrat untuk memenuhi ketiga kebutuhan tersebut, semakin mahasiswa mempersepsi suatu tindakan tertentu akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka maka mahasiswa tersebut akan semakin

16 teregulasi secara intrinsik dan menjadi perilaku yang menetap (Ryan & Powelson, 1991; Deci & Ryan, 2000). Semua kebutuhan itu merupakan suatu kesatuan. Sehingga jika kebutuhan kompetensi, berelasi, dan otonomi terpenuhi secara memadai, maka mahasiswa akan lebih termotivasi secara intrinsik (karena sudah tidak ada lagi kebutuhan yang mendesak untuk segera terpenuhi) sehingga kegiatan belajar yang dilakukan mahasiswa tidak lagi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya melainkan atas kepentingannya atau adanya kenyamanan dalam melakukan kegiatan tersebut. Namun jika ketiga kebutuhan tersebut kurang terpenuhi secara memadai, maka mahasiswa akan lebih termotivasi secara ekstrinsik, karena jika ada salah satu kebutuhan yang belum terpenuhi maka mahasiswa akan lebih terdorong melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalkan kebutuhan otonomi mahasiswa kurang terpenuhi secara memadai dikarenakan orang tua yang mengatur pemilihan mata kuliah tanpa memberi kesempatan mahasiswa untuk memilih, maka mahasiswa akan mengikuti kegiatan perkuliahan dengan terpaksa untuk memenuhi keinginan orang tuanya. Selain faktor internal yang berupa ketiga kebutuhan dasar tersebut, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap bagaimana mahasiswa mengarahkan dirinya untuk mencapai hasil belajar yang optimal adalah faktor eksternal, yaitu lingkungan sosial (social context). Lingkungan sosial di sekitar mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X adalah dosen, teman, dan orang tua. Dalam mempersepsi lingkungannya mahasiswa memaknakan sebagai lingkungan yang informational atau memaknakan lingkungan sebagai controlling.

17 Lingkungan informational adalah lingkungan yang memberi dukungan dan feedback positif pada mahasiswa tentang sebaik apa mahasiswa mengerjakan suatu tugas (Deci & Ryan, 1985). Lingkungan yang controlling adalah lingkungan yang membuat mahasiswa seakan-akan tidak dapat secara bebas memilih aktivitasnya (Deci and Ryan, 1985). Lingkungan yang controlling memiliki efek yang bertolak belakang tidak hanya dengan motivasi intrinsik namun juga pada faktor-faktor yang berkaitan dengan kesejahteraan pribadi (Deci, Connell, & Ryan, 1989). Sedangkan, di sisi lain Deci dan Ryan (1995) menyadari perbedaan mahasiswa dalam kecenderungan untuk menginterpretasi faktor lingkungan, dan terdapat bukti bahwa lingkungan yang informational membuat mahasiswa lebih terorientasi secara intrinsik. Mahasiswa yang mempersepsi lingkungannya sebagai lingkungan yang controlling akan lebih termotivasi secara ekstrinsik yang akan merujuk pada External Regulation atau Introjected Regulation. Hal tersebut dikarenakan kegiatan belajar yang dilakukannya bertujuan untuk memenuhi tuntutan orang lain seperti dosen, orang tua, atau teman, atau karena menghindari rasa malu dan bersalah. Sedangkan mahasiswa yang mempersepsi lingkungannya sebagai informational akan lebih termotivasi secara intrinsik yang akan merujuk pada Identified Regulation atau Intrinsic Regulation. Hal tersebut dikarenakan informasi yang didapatnya dari dosen, orang tua, atau temannya digunakan mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajar karena menganggap penting kegiatan tersebut atau merasakan kepuasan dan kenyamanan dalam melakukan kegiatan tersebut.

18 Misalkan mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung yang mempersepsi peringatan orang tuanya agar lulus dalam waktu cepat sebagai sebuah tuntutan yang membuatnya terpaksa belajar dengan giat untuk memenuhi tuntutan orang tuanya, merupakan contoh mahasiswa yang mempersepsi lingkungannya sebagai controlling. Di sisi lain mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung yang mempersepsi peringatan orang tuanya agar lulus cepat sebagai sebuah informasi yang membuatnya terpacu untuk belajar lebih giat karena memandang hal tersebut penting untuk dirinya agar bisa mendapatkan pekerjaan lebih cepat dan menjadi nilai tambah untuk dirinya jika dapat lulus tepat waktu, merupakan contoh mahasiswa yang mempersepsi lingkungannya sebagai informational.

19 Bagan Kerangka Pemikiran : Faktor eksternal : Social Context ; Dosen, teman, orang tua. Persepsi mahasiswa terhadap lingkungan: - Informational Motivasi ekstrinsik Self- Regulation Akademik Eksternal Regulation Introjected Regulation Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung Motivasi Identified Regulation Faktor internal : - Kebutuhan Kompetensi Motivasi intrinsik Self- Regulation Akademik Intrinsic Regulation - Kebutuhan Otonomi - Kebutuhan Berelasi

20 1. 6 Asumsi Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran - Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung memiliki kebutuhan kompetensi, otonomi, dan berelasi. Jika ketiga kebutuhan tersebut terpenuhi secara memadai maka mahasiswa akan lebih termotivasi secara intrinsik. Sedangkan jika ketiga kebutuhan tersebut kurang terpenuhi secara memadai maka mahasiswa akan lebih termotivasi secara ekstrinsik. - Lingkungan sosial di sekitar mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung terdiri dari dosen, teman, dan orang tua. Dalam mempersepsi lingkungannya mahasiswa memaknakan sebagai lingkungan yang informational atau controlling. Mahasiswa yang mempersepsi lingkungannya sebagai informational akan lebih termotivasi secara intrinsik. Sedangkan Mahasiswa yang mempersepsi lingkungannya sebagai controlling akan lebih termotivasi secara ekstrinsik. - Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung memiliki motivasi ekstrinsik atau motivasi intrinsik. - Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas X Bandung yang memiliki motivasi ekstrinsik akan memiliki gaya Self-Regulation Akademik: External Regulation atau Introjected Regulation. Sedangkan mahasiswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki gaya Self- Regulation Akademik: Identified Regulation atau Intrinsic Regulation.

21