BAB I PENDAHULUAN. kehidupan tradisional ke arah kehidupan modern. Perubahan pola kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dibutuhkan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fisik, life style, dan lain-lain (Waspadji, 2009). masalah kesehatan/penyakit global pada masyarakat (Suiraoka, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun (Guariguata et al, 2011). Secara

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB 1 PENDAHULUAN. degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk dalam negara yang sedang berkembang dan mengalami transisi. Pola kehidupan yang semula agraris bergeser ke arah industrial, kehidupan tradisional ke arah kehidupan modern. Perubahan pola kehidupan menyebabkan pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM) atau degeneratif (Asmadi, 2008). Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu PTM yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia yang diakibatkan oleh sekresi insulin tidak adekuat, reaksi insulin tidak adekuat atau keduanya. Insulin merupakan hormon yang berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa darah. (Goldenberg & Punthakee, 2013) Jumlah penderita DMT2 diperkirakan 90-95% dari total penderita DM sedangkan jumlah penderita DMT1 diperkirakan hanya sekitar 5-10% (Smeltzer, Hinkle, & Cheever, 2014). Penderita DM di dunia mengalami peningkatan, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan penderita DM pada tahun 2011 berjumlah 366 juta jiwa, meningkat sekitar 371 juta jiwa pada tahun 2012, sebanyak 382 juta jiwa pada tahun 2013, dan diperkirakan mencapai 552 juta jiwa pada tahun 2030 (1 dari 10 orang dewasa menderita DM) yang berarti 3 kasus baru per detik (IDF, 2013; Cheng, 2013). Centre for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan sekitar 26 juta penduduk Amerika menderita DM 1

2 pada tahun 2011 dan mencapai angka 40% dari penduduk dewasa Amerika akan menderita DM. Menurut National Diabetes Fact Sheet tahun 2011 sebanyak 8,3% penduduk dewasa Amerika menderita DM dengan 11,3% berumur 20 tahun ke atas dan 25% berumur 65 tahun ke atas. (Khardori, 2014) Novo Nordisk (2013) menyatakan Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan penderita DM terbanyak di dunia. Pada tahun 2013 sebanyak 7,6 juta penduduk Indonesia menderita DM dan akan mencapai angka 11,8 juta pada tahun 2030. Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) juga menunjukkan peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Pada tahun 2007 tercacat 1,1% penduduk Indonesia menderita DM dan meningkat menjadi 2,4% pada tahun 2013. Prevalensi DM di Provinsi Bali pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1% saja dan meningkat pada tahun 2013 sebanyak 1,5% berdasarkan diagnosis dokter atau gejala (Depkes, 2013). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan Kota Denpasar memiliki kunjungan DM cukup tinggi di Bali setelah Kabupaten Tabanan yaitu sebanyak 389 kunjungan pada bulan Juni 2014. Data Dinas Kesehatan Kota Denpasar menunjukkan kunjungan DM di Puskesmas II Denpasar Barat pada Bulan Agustus 2014 cukup tinggi yaitu sebanyak 75 kunjungan. Puskesmas II Denpasar Barat merupakan puskesmas yang memiliki kegiatan Peguyuban Diabetes. Peguyuban Diabetes merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan untuk anggota setiap dua minggu di Puskesmas II Denpasar Barat yang terdiri dari aktivitas fisik, pemeriksaan glukosa darah, dan edukasi/konseling gizi atau kesehatan lainnya.

3 Diabetes mellitus yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi pada penderita DMT2 disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi atau hiperglikemia. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik, pengobatan, penyakit atau stres, hormon, berat badan, dan pola makan (Australian Diabetes Council, 2011). Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan mempengaruhi pembuluh darah, kardiovaskuler, ginjal, mata, saraf, dan meningkatkan resiko infeksi. Penyakit komplikasi pada kardiovaskuler merupakan komplikasi yang paling sering menyebabkan kematian dan kecacatan pada penderita. Diabetes mellitus juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gagal ginjal akut, retinopati, dan neuropati yang umumnya terjadi pada ekstremitas terutama pada kaki yang dapat menyebabkan hilangnya sensasi pada kaki yang dapat berujung pada amputasi. (IDF, 2013) Kontrol glikemik yang kurang baik oleh penderita DMT2 dapat dilihat dari ketidaktaatan terhadap pengobatan terkait dengan pengobatan kronik yang dijalani. World Health Organization (WHO) menyatakan ketaatan perawatan pada DMT2 sangat penting salah satunya adalah dengan melaksanakan diet yang direkomendasikan. Faktanya ketidaktaatan pada penderita DMT2 masih tinggi dan merupakan penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas akibat DMT2 (Blackburn, Swidrovich, & Lemstra, 2013). Angka komplikasi yang tinggi merupakan indikasi kontrol glikemik penderita DMT2 yang masih tergolong kurang baik. Pada penelitian yang dilakukan pada 28 negara termasuk Indonesia menyatakan bahwa dari 66.726 pasien DMT2, 17.806 pasien mengalami komplikasi makrovaskuler dan 35.078 pasien mengalami komplikasi

4 mikrovaskuler. Neuropati merupakan komplikasi mikrovaskuler yang paling banyak di setiap negara dengan total 25.179 pasien (Litwak et al., 2013). Tujuh dari sepuluh penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi dan sebanyak 68% penderita mengalami neuropati. Tujuh dari delapan penderita yang membutuhkan terapi insulin tidak mendapatkan terapi sehingga sangat berpotensi mengakibatkan komplikasi. (Novo Nordisk, 2013) Pencegahan komplikasi dapat dilakukan dengan strategi pengendalian DM. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) (2011) menyebutkan terdapat empat pilar dalam mengendalikan DM yaitu edukasi, terapi gizi, latihan jasmani, dan terapi farmakologis. World Health Organization menetapkan dalam Global Action Plan for Prevention and Control of NCDs tahun 2013-2020 salah satu rencana untuk mencegah dan mengontrol DM adalah dengan promosi gizi (WHO, 2013). Menurut ADA (2013) pendidikan kesehatan dapat membantu penderita DM dalam melakukan perawatan diri termasuk melakukan perubahan gaya hidup. Pemberian edukasi menunjukkan hasil yang positif terhadap tingkat pengetahuan, perilaku, termasuk psikologis penderita DMT2. Edukasi perawatan diri untuk penderita DMT2 bertujuan untuk memberikan pengetahuan, kemampuan, motivasi, dan meningkatkan kepercayaan diri serta keyakinan diri penderita untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Edukasi dapat diberikan dengan bervariasi dan metode kombinasi. (Jones et al., 2013) Terapi gizi meningkatkan kontrol glikemik penderita DM sehingga terapi gizi menjadi salah satu topik edukasi utama untuk penderita DMT2 (Evert et al., 2013). Pemberian edukasi gizi diharapkan dapat mempengaruhi pola makan

5 penderita DM sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Mohebi et al., 2013; Wheeler et al., 2012). Penelitian yang dilakukan Malek dan Cakiroglu (2013) menunjukkan ada hubungan yang erat antara edukasi dengan tingkat pengetahuan dan konsumsi makanan pada penderita DMT2. Pola makan pada penderita DMT2 berupa jumlah, jenis, dan jadwal makan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan, dukungan sosial, keyakinan diri, pendapatan, kebudayaan, dan hambatan yang dihadapi (Todd et al., 2011; Om et al., 2013; Tol et al., 2014; Didarloo et al., 2014). Ketidaktaatan terhadap pola makan sehat dapat disebabkan oleh hambatan yang ditemui dalam situasi dan konteks yang bervariasi (Mulvaney, 2009). Penelitian yang dilakukan terhadap 104 orang penderita DMT2 menemukan sebanyak 37% penderita tidak menaati pola makan yang dianjurkan dengan beberapa hambatan seperti kurangnya informasi mengenai makanan sehat, situasi rumah, dan disiplin diri yang buruk (Ganiyu et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Nariswari (2013) di Peguyuban Diabetes Puskesmas II Denpasar Barat menunjukkan dari 35 subjek yang diteliti sebanyak 17 orang tidak mematuhi diet yang disarankan. Ketidaktaatan terhadap pola makan menunjukkan bahwa edukasi gizi yang diberikan masih kurang efektif sehingga diperlukan edukasi yang dapat membantu dan melatih penderita DMT2 dalam menghadapi masalah terkait pola makan. American Association of Diabetes Educators (AADE) menyatakan terdapat tujuh aspek yang harus dimiliki dan dikuasai oleh penderita DMT2 dan dua di antaranya adalah pola makan sehat dan problem-solving. Problem-solving merupakan proses seseorang dalam menemukan solusi yang efektif dan adaptif

6 bagi dirinya dari masalah spesifik yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Problem-solving merupakan intervensi yang efektif dalam meningkatkan perawatan diri atau kontrol penyakit (Fitzpatrick, Schumann, & Hill-Briggs, 2013). Teknik problem-solving dapat juga diartikan sebagai teknik yang berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi hambatan yang ditemui. Perilaku problemsolving pada penderita DMT2 dan keluarga sangat berhubungan dengan peningkatan dalam perawatan diri dan perbaikan kadar HbA1C. (Mulvaney, 2009) Kombinasi edukasi gizi dan teknik problem-solving yang selanjutnya disebut edukasi dua lintas dapat diberikan kepada penderita DMT2. Edukasi dua lintas dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pola makan sehat dan melatih penderita DMT2 dalam memecahkan masalah yang dihadapi khususnya dalam menjalani pola makan sehat. Kombinasi antara strategi meningkatkan pengetahuan dan intervensi perilaku-kognitif lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan, perilaku perawatan diri, dan keyakinan diri sehingga dapat meningkatkan kontrol metabolik dibandingkan strategi yang hanya berorientasi pada pengetahuan saja (Jones et al., 2013; Muchiri, 2013). Edukasi dua lintas merupakan salah satu bentuk dari kombinasi tersebut. Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas II Denpasar Barat, peneliti meninjau hasil gula darah sewaktu (GDS) dan gula darah puasa (GDP) anggota peguyuban yang hadir pada tanggal 17 Januari 2015. Peneliti menemukan lima dari enam orang yang diperiksa memiliki GDP 126 mg/dl dan delapan dari 12 orang memiliki GDS 200 mg/dl. Wawancara singkat yang dilakukan kepada 10 orang anggota peguyuban mendapatkan hasil bahwa enam dari 10 menyatakan

7 mengalami kesulitan menjalani pola makan yang sesuai. Hasil penelitian oleh Nariswari (2013) dan studi pendahuluan oleh peneliti menunjukkan masih perlu intervensi lain yang dapat meningkatkan pola makan penderita DMT2. Berdasarkan uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh edukasi dua lintas terhadap pola makan berupa jumlah, jenis, dan jadwal makan penderita DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diangkat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh edukasi dua lintas terhadap jumlah makan penderita DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat? 2. Apakah ada pengaruh edukasi dua lintas terhadap jenis makan penderita DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat? 3. Apakah ada pengaruh edukasi dua lintas terhadap jadwal makan penderita DMT2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui pengaruh edukasi dua lintas terhadap jumlah, jenis, dan jadwal makan penderita DMT2.

8 1.3.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi karakterisitik responden penderita DMT2 pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. b. Mengidentifikasi jumlah, jenis, dan jadwal makan penderita DMT2 sebelum intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. c. Mengidentifikasi jumlah, jenis, dan jadwal makan penderita DMT2 setelah intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. d. Menganalisa perbedaan jumlah, jenis, dan jadwal makan penderita DMT2 sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. e. Menganalisa perbedaan jumlah, jenis, dan jadwal makan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini dapat memberikan informasi dalam bidang keperawatan khususnya mengenai edukasi yang dapat diterapkan kepada penderita DMT2 untuk membantu meningkatkan pola makan berupa jumlah, jenis, dan jadwal makan. 2. Penelitian ini dapat dijadikan acuan teoritis untuk penelitian mengenai pemberian edukasi dua lintas dan metode pengkajian pola makan pada penderita DMT2.

9 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam memberikan edukasi kepada penderita DMT2 di instansi kesehatan khususnya Puskesmas untuk membantu penderita DMT2 meningkatkan pola makan sesuai prinsip 3J sehingga terhindar dari komplikasi. 2. Pemberian edukasi dua lintas dapat menjadi modal bagi penderita DMT2 dalam menjalani pola makan sehat sesuai prinsip 3J.