BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penerimaan negara yang saat ini sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dapat menetepkan berbagai jenis sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Reformasi hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia telah dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Pola pengaturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang semula bersifat sentralistik di masa orde baru telah berubah menjadi pola yang lebih desentralistik. Implementasi desentralistik tersebut terwujud dalam bentuk pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah bertujuan memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya sendiri dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab terhadap daerahnya secara proporsional. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan telah membawa perubahan mendasar dalam tata pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah, dimana dalam pelaksanaan otonomi dan desentralisasi fiskal pemerintah daerah dituntut untuk dapat lebih mandiri dalam melaksanakan program-program pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah daerah diharapkan mempunyai kemampuan menggali dan mengoptimalkan potensi dalam hal ini keuangan lokal khususnya Pendapatan Asli Daerah.

2 Berkenaan dengan hal ini pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada di daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. Optimalisasi potensi daerah ini tercermin dalam tingkat penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah antara lain Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, serta lainlain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah akan tercapai apabila sumber yang mempengaruhi mengalami peningkatan. Salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki peran penting dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah. Pajak merupakan penyumbang penerimaan terbesar bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah karena sektor pajak merupakan sektor yang paling mudah dalam pemungutannya dikarenakan pemungutan pajak didukung oleh Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Sehingga dalam menjalankan pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengandalkan penerimaan dari sektor pajak guna memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tidak mendapatkan

3 imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah. Pajak daerah sebagai salah satu kegiatan pemerintah berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dasar dilakukanya pemungutan oleh pemerintah daerah adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah yang mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat dipersilakan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang mengalihkan beberapa pajak pusat menjadi pajak daerah yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan. Sehingga menjadikan daerah-daerah lebih mampu dalam mambiayai APBD serta mampu memberikan kontribusi bagi daerah untuk mensejahterakan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya tetapi pemerintah pusat tidak harus memberikan dana sebanyak sebelum diberlakukannya peraturan tersebut. Dampak positif pengalihan pajak, penerimaan BPHTB yang semula menjadi pajak pusat dimana pemerintah daerah hanya menerima bagi hasil pajak, saat ini hasil dari penerimaan BPHTB sepenuhnya

4 diterima oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini menguntungan bagi pemerintah daerah kota dan kabupaten yang petumbuhan usaha propertinya tinggi, tak terkecuali Kota Yogyakarta. Kewenangan pemerintah kabupaten/kota memungut BPHTB dimulai tanggal 1 Januari 2011. Sebagai konsekuensi pemerintah kabupaten/kota memungut BPHTB secara legal harus mempunyai Peraturan Daerah dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Dasar hukum pemungutan BPHTB pada Pemerintah Kota Yogyakarta adalah: 1. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan; 2. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ; 3. SOP Pembayaran BPHTB; 4. SOP Penelitian BPHTB; dan

5 5. SOP Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) BPHTB. Seiring dengan semakin berkembangnya usaha perumahan, maka transaksi jual beli tanah dan bangunan akan semakin meningkat. Peningkatan transaksi jual beli perumahan ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap meningkatnya penerimaan BPHTB. Berdasarkan data target dan realisasi BPHTB Kota Yogyakarta dapat diketahui bahwa selama tahun 2012 2016 penerimaan BPHTB Kota Yogyakarta selalu berhasil mencapai target yang direncanakan. Hal tersebut menunjukan bahwa kinerja Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam mengelola BPHTB sangat baik jika dilihat dari pencapaian targetnya. Berkaca dari hal tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul, Analisis Efektivitas Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah efektivitas penerimaan BPHTB dibandingkan dengan target penerimaan BPHTB berdasarkan potensi riil?

6 2. Bagaimanakah kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai beriku: 1. Untuk mengetahui efektivitas penerimaan BPHTB dibandingkan dengan target penerimaan BPHTB berdasarkan potensi riil; 2. Untuk mengetahui kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang pajak daerah khususnya yang berkaitan dengan BPHTB; 2. Sebagai bahan masukan bagi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan optimalisasi penerimaan BPHTB; 3. Guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta;

7 4. Memperluas wawasan tentang efektivitas penerimaan BPHTB dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah. 1.5. Kerangka Penulisan Skripsi Kerangka penulisan skripsi yang akan dibahas secara lebih dalam pada bab-bab selanjutnya dapat digambarkan secara ringkas sebagai berikut: 1. Bab I tentang Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Menjelaskan alasan yang melatarbelakangi penulis menyusun sebuah penelitian mengenai Analisis Efektivitas Penerimaan BPHTB dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta 1.2. Perumusan Masalah Penelitian Memuat pokok-pokok permasalahan yang akan dilakukan penelitian oleh penulis 1.3. Tujuan Penelitian Maksud dilakukannya sebuah penelitian yang diharapkan mampu menjawab pertanyaan yang dikemukakan dalam rumusan masalah 1.4. Manfaat Penelitian Memaparkan manfaat yang akan diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh penulis

8 1.5. Kerangka Penulisan Skripsi Menjabarkan kronologis penelitian mengenai Analisis Efektivitas Penerimaan BPHTB dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta mulai dari latar belakang masalah sampai dengan kesimpulan. 2. Bab II tentang Landasan Teori 2.1. Landasan Teori Paparan teori yang berkaitan dengan Pajak Daerah, BPHTB, Pendapatan Asli Daerah, Teori Efektivitas, dan Teori Kontribusi 2.2. Tinjauan Pustaka Memuat uraian sistematis mengenai hasil-hasil penelitian oleh peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. 3. Bab III tentang Metode Penelitian 3.1. Metode Penelitian Penjelasan atas langkah-langkah penelitian yang mencakup jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis data dan sumber data, serta metode pengumpulan data yang digunakan. 3.2. Metode Analisa Data

9 Uraian mengenai langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam mengolah data yang diperoleh. 4. Bab IV tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Penelitian Paparan mengenai lokasi dan obyek tempat penulis melakukan penelitian 4.2. Analisis Data Berisi tentang hasil analisis pengolah data yang dilakukan oleh peneliti untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukaan sebelumnya. 4.3. Pembahasan Ulasan hasil analisis pengolahan data dibandingkan dengan teori yang melandasi penelitian untuk menyusun kesimpulan. 5. Bab V tentang Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Pernyataan atas hasil pembahasan yang diharapkan mampu menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. 5.2. Saran Himbauan dari penulis berdasarkan fakta terhadap kesimpulan penelitian kepada Pemerintah Kota

10 Yogyakarta yang berkaitan dengan Efektivitas Penerimaan BPHTB dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah 5.3. Keterbatasan Keterbatasan atas penelitian ini dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya agar semakin berkembang.