BAB IV ANALISIS KOMPARATIF ANATARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAP DIDALAM SUATU KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA. STMIK AMIKOM Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang didirikan berdasarkan azas-azas yang Islami

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

Majalah Hukum Forum Akademika

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali.

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Lex Crimen Vol. III/No. 3/Mei-Jul/2014

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF ANATARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Tinjauan Hukum Islam tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Rumah tangga merupakan unit terkecil dari susunan kelompok masyarakat. Rumah tangga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Syeikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Al-Islam Aqidah wa Shari ah mengatakan bahwa tidak diragukan lagi keluarga adalah batu dasar dari bangunan suatu umat yang terbentuk dari keluarga-keluarga yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Dan pastilah kuat lemahnya bangunan umat itu tergantung kepada kuat lemahnya keluarga yang menjadi batu dasar itu. Dari sini jelas bahwa rumah tangga memiliki peran penting dalam kemajuan ummat. Suatu masyarakat akan tenteram bila rumah tangga dalam masyarakat terjalin dengan baik penuh dengan kebahagiaan. Sebaliknya jika dalam rumah tangga masyarakat tersebut tidak terjalin hubungan yang baik, selalu terjadi percekcokan tindak kekerasan, maka masyarakat pun demikian. Kehidupan keluarga merupakan aspek ajaran islam yang sangat penting. Keluarga adalah pondasi bangunan masyarakat, dari keluarga yang tertata rapi kehidupannya akan terbentuk masyarakat yang tertata pula. 54

55 Oleh karna itu di samping mengatur hubungan vertikal antara hamba dengan tuhannya, juga mengatur hubungan horizontal sesama hambanya, dalam hal ini membina rumah tangga, mengingat rumah tangga adalah pondasi dasar dalam masyarakat. Islam memberikan tuntunan mulai dari membentuk dan membangun sebuah rumah tangga sampai dalam pembinaannya, islam memberikan tuntutan guna tercapainya tujuan dibentuknya rumah tangga, diantaranya: a. Beribadah kepada Allah; b. Mencari teman hidup untuk saling berbagi; c. Melahirkan keturunan; dan d. Memberikan pendidikan kepada anak/keturunan Islam juga memberikan tuntutan kepada suami-istri dengan adanya hak dan kewajiban di antara keduanya, yang harus dipenuhi kedua pihak, agar terjalin hubungan yang harmonis antara anggota keluarga (suami, istri, anak, dan lain-lain) serta terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Oleh karna itu kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan yang sangat dilarang dalam Islam. Kekerasan, khususnya dalam lingkup rumah tangga, dalam bentuk apapun dan dilakukan terhadap siapa saja, merupakan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam islam. Karena Islam sendiri selalu mengajarkan untuk berlaku lemah lembut serta kasih sayang antar sesama.

56 Para fukaha membagi tindak kekerasan (penganiayaan), baik yang di sengaja maupum yang tidak disengaja menjadi 5 macam yaitu : 12 1. Ibānat al-aṭrāf, yaitu bagian yang menerangkan anggota tubuh manusia dan apa yang berlaku sebagai anggota tubuh, maksudnya: memisahkan anggota tubuh, memotongnya, dan memutuskan sesuatu yang mengalir darahnya, seperti memotong tangan, kaki, jari-jari, hidung, kemaluan, telinga dan sebagainya. 2. Iẓhab ma a al-aṭrāf, yaitu menghilangkan makna atau subtansi anggota tubuh, tetapi secara formal anggota tubuh masih ada, maksudnya: perbuatan ini hanya menghilankan manfaat dan fungsi dari anggota tubuh tanpa menghilangkannya, seperti menghilangkan fungsi pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa, bicara, jima, dan sebagainya termasuk juga menghilangkan akal. 3. As-Syijāj, yaitu luka-luka pada kepala, maksudnya luka di kepala dan wajah, adapun luka pada anggota tubuh yang lain selain kepala disebut jarh, dan orang yang membedakan antara luka di kepala dan luka di selain kepala, menurut Abu Hanifah luka-luka di kepala dibagi menjadi sebelas bagian, yaitu: a. Al-Kharīsah, yaitu luka di kulit kepala dan tidak mengeluarkan darah. 12 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2003), 38.

57 b. Al-Damī ah, yaitu luka di kulit kepala sehingga mengeluarkan darah, seperti air mata mengalir dari mata. c. Ad-Damīyah, yaitu luka di kulit kepala sampai darahnya mengalir. d. Al-Baẓīah, yaitu luka daging setelah kulit. e. Al-Muṭālimah, yaitu apabila luka yang di daging itu lebih besar dari al-bazi ah. f. Al-Syimhāq, yaitu luka yang menghabiskan semua daging di bawah kulit hingga tidak tersiksa dikulit kepala kecuali lapisan tipis. g. Al-Muaẓilah, yaitu luka di kulit daging dan lapisan di tengkorak kepala, sehingga tengkorak kepala kelihatan. h. Al-Hāsyimah, yaitu luka hingga tengkorak kelihatan dan memecahkannya. i. Al-Muhaqqilah, yaitu luka parah hingga tengkorak kepala kelihatan pecah dan berkeping-keping, serta terpisah dari tempat semula dan perlu dikembalikan lagi. j. Al-Mātu, yaitu luka di tulang kepala sampai ke tulang tengkorak sebelum otak. k. Al-Darīqah, yaitu luka yang menembus selaput otak. 4. luka pada badan yang lain (al-jarh), maksudnya ialah luka di sekujur tubuh selain kepala dan wajah.

58 5. semua yang tidak termasuk empat macam di atas. Maksudnya adalah menyakiti dan menganiaya, tetapi menghilangkan anggota tubuh dan fungsinya. Kekerasan dalam rumah tangga, jelas merupakan suatu tindakan yang sangat bertentangan dengan hak dan kewajiban dalam berumah tangga, bertentangan dengan asas dan tujuan dibentuknya sebuah rumah tangga, yang dapat mengakibatkan retaknya atau hancurnya behtera rumah tangga yang selama ini telah dibina. B. Tinjauan Hukum Positif tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Dalam hukum positif di negara kita, masalah kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 ini, Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga yang dimaksud adalah ; suami, istri, dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana disebutkan di atas karena hubungan darah, perkawinan,

59 persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. Arti kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 ini lebih luas, karena tidak hanya mencakup hubungan antara suami dan istri, tetapi juga kepada semua orang yang ada / tinggal di rumah. Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : 1. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 2. Kekerasan psikologis / emosional Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. 3. Kekerasan seksual Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau untuk tujuan tertentu.

60 4. Penelantaran rumah tangga Perbuatan yang dapat menyebabkan terlantarnya keluarga atau orang-orang yang tinggal dalam keluarga. Seperti tidak lagi memenuhi kebutuhan para anggota keluarga dan lain sebagainya. C. KOMPARASI ANATARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Dari uraian kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum Islam dan hukum positif Undang-undang R.I Nomor 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga, mencoba mengkomparasikan antara keduannya tentang persamaan dan perbedaan sudut pandang dan analisis tentang kekerasan dalam rumah tangga. Adanya kekerasan dalam rumah tangga yang di alami oleh para istri, dalam pandangan hukum Islam maupun Undang-undang R.I Nomor 23 tahun 2004, merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dan dianggap telah melawan hukum, baik secara fisik ataupun mental dan mempunyai akibat hukum bagi siapa saja yang melakukannya. Menurut hukum Islam dan Undang-undang R.I Nomor 23 tahun 2004, bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya membahayakan dan merugikan bagi korban secara fisik maupun mental, tetapi juga keutuhan keluarga dan psikologi anak. Maka dari itulah perlu adanya tata aturan yang membentangi dan mengatur permasalahan tersebut guna terbinanya keluarga sakinah, yang

61 harmonis yang saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain dan tidak ada pihak yang dirugikan. Dari kedua sumber hukum tersebut dapat dijadikan landasan hukum untuk menghukum dan membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri dan anggota keluarga. Selain itu bahwa kedua sumber hukum tersebut yang memandang perlunya perlindung secara yuridis formal tentang hak asasi dan kemerdekaan seseorang, mencegah kesewenang-wenangan perbuatan melanggar hukum orang lain tanpa alasan yang jelas atau diperbolehkan. Islam tidak membenarkan adanya kekerasan, baik dalam rumah tangga maupun diruang publik. a. Persamaan Menurut hukum Islam dan Undang-undang R.I Nomor 23 tahun 2004, tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dan di anggap telah melawan hukum, baik secara fisik ataupun mental dan mempunyai akibat hukum bagi siapa saja yang melakukannya. Pelaku tindak kekerasan dihukum setimpal dengan perbuatannya. b. Perbedaan Dalam hukum Islam tindak pidana kekerasan itu termasuk ke dalam jarimah kisas-diat. Jarimah kisas-diat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman kisas atau diat. Hukuman qisas di jatuhkan terhadap pelaku jarimah agar ia mendapatkan balasan yang setimpal dengan

62 perbuatannya. Jadi, dibunuh ia membunuh atau di aniaya kalau menganiaya. Sedangkan dalam hukum positif 1. Kekerasan fisik Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga diancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 44 Ayat 1. Bila kekerasan yang di lakukan mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, maka pelaku diancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 44 Ayat 2. Bila kekerasan yang di lakukan tersbut mengakibatkan matinya korban, maka hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 44 Ayat 3. Bila kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau kegiatan sehari-hari, maka di ancam hukuman pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 44 Ayat 4. 2. Kekerasan psikis Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga maka diancam hukuman pidana penjara paling

63 lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 45 Ayat 1. Bila kekerasan psikis yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, maka diancam hukuman pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 45 Ayat 2. 3. Kekerasan Seksual Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual maka diancam hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 46. Bila kekerasan berupa pemaksaan hubungan seksual tersebut dilakukan terhadap orang dalam lingkup rumah tangga terhadap orang lain dengan tujuan komersial atau tujuan tertentu, maka pelaku akan diancam hukuman pidana paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,- atau denda paling banyak Rp 300.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 47. Bila kekerasan seksual yang dilakukan tersebut mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau 1 tahun tidak berturut-turut,

64 gugur atau matinya janin dalam kandungan, alat reproduksi, maka di ancam hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,- dan denda paling banyak Rp 500.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 48. 4. Penelantaran rumah tangga Orang yang menelantarkan keluarga maka diancam hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,-. Seperti disebutkan dalam Pasal 49. Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa: 1. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku. 2. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu. Menurut hukum pidana islam hukuman itu dikaitkan dengan kehendak atau niat pelaku, tindak pidana penganiayaan (kekerasan) tersebut dibagi menjadi dua yaitu : 1. Penganiyaan sengaja 2. Penganiyaan tidak sengaja Sedangkan menurut Undang-Undang R.I Nomor 23 tahun 2004 tidak disebutkan.