BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Dalam strategi Global Millennium Development Goals (MDGs) penuruan angka kematian ibu merupakan tujuan 5 dari MDGs, yaitu Meningkatkan Kesehatan Ibu. Sedangkan target besarnya menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990-2015 sebesar tiga-perempatnya. Menurut WHO (2005), angka kematian ibu dunia pada 2005 mencapai 86 persen. Untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 persen pertahun. Namun data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu hingga saat ini masih kurang dari satu persen per tahun. Pada 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000. Pada tahun 1994, angka kematian ibu (AKI) mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI,1994), sedangkan pada tahun 2007 angka kematian Ibu sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007), walaupun masih merupakan AKI tertinggi di ASIA, hal tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada tahun 2012 rata-rata angka kematian ibu (AKI) jauh melonjak dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya, yakni mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Padahal dalam gagasan MDGs diharapkan 3 tahun mendatang, yaitu pada tahun 2015, setiap negara dapat menurunkan AKI mencapai 102/100.000 kelahiran hidup (Manuaba, 2013).
Masih tingginya angka kematian ibu melahirkan itu sangat memprihatinkan karena fakta itu tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Singapura mencatat paling rendah angka ibu hamil/melahirkan, hanya 3 ribu meninggal per 100.000 ibu melahirkan. Kemudian disusul Malaysia (5 ibu meninggal/100.000 ibu melahirkan), Thailand (8-10/ 100.000), Vietnam (50/ 100.000). Menurut Prawirohardjo (2008), Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25%), sepsis (15%), preeklampsia berat (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan lain-lain (8%). Menurut Bothamley (2011), Preeklamsia adalah gangguan multisistem dengan etiologi kompleks yang khusus terjadi selama kehamilan. Preeklamsia biasanya didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu (Milne, et al.2005). Disebut preeklampsia berat apabila tekanan darah sisitolik 160 mmhg dan tekanan darah diastolik 110 mmhg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam. Karena diperlukan pelahiran bayi sebelum wanita dapat mulai pulih dari preeklampsia berat, pelahiran ini dapat dilakukakan pada usia kehamilan berapa pun, bergantung pada kondisi wanita. Induksi persalinan atau seksio sesarea, yang lebih sering dilakukan jika usia kehamilan prematur, dapat dilakukan. Operasi sesarea menurut Leon J. Dunn, dalam buku Obstetrics and Gynecology, ialah persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau
lebih, melalui pembedahan di perut dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan di perut dengan menyayat dinding rahim (Kasdu, 2003). Berdasarkan Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Medan, pada bulan Januari-November 2013 terdapat angka kejadian seksio sesarea sebanyak 41 orang yang merupakan persalinan seksio sesarea dengan indikasi preeklampsia berat. Pencegahan preeklampsia berat sangat terbatas karena etiologinya belum diketahui (Varney, 2007). Dengan melihat faktor risikonya, wanita dapat dianggap berisiko tinggi preeklamsia berat pada waktu pendaftaran pemeriksaan, namun banyak wanita yang memiliki fakor risiko, tetapi tidak mengalami preeklamsia berat, dan sampai saat ini tidak mungkin memastikan sekelompok wanita secara spesifik yang diantisipasi akan mengalami preeklamsia (Bothamley, 2011). Akibat meningkatnya medikalisasi dan surveilan selama persalinan dan kelahiran, mudah bagi bidan untuk hanya memusatkan diri pada pemantauan ibu sehingga mengabaikan kebutuhan psikologis ibu (Chapman, 2006). Pengalaman seorang wanita bernama Sammy (26 thn), yang mengalami preeklampsia berat, mengatakan bahwa ia merasa ironi karena di tahap-tahap akhir kehamilan, ia diberi begitu banyak perhatian, dibandingkan dengan setelah persalinan (Mundi, 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan dalam merawat dan mengobati serta mencegah terjadinya preeklampsia berat baik dari segi jasmani dan psikologi ibu. Menurut penelitian Anisah, Mursiyam, dan Anggraeni (2010), yang meneliti tentang pengalaman perempuan post seksio sesarea hari kedua atas indikasi preeklampsia berat, mendapatkan bahwa setiap partisipan dalam penelitian mengalami berbagai perubahan fisik setelah mengalami SC dengan indikasi PEB,
seperti nyeri pada bekas luka operasi, sakit untuk flatus, kesulitan mobilisasi, terpasang infuse di kedua tangan, pembengkakan kaki, dada terasa sesak, pandangan masih kabur, mual dan muntah. Mengingat begitu banyak pengalaman wanita melahirkan yang unik pada setiap individu, dengan berbagai macam proses yang tidak pernah di duga sebelumnya, terlebih lagi pada keadaan ibu dengan preeklampsia berat yang etiologi nya masih belum diketahui sampai saat ini, maka perlu di tinjau bagaimana pengalaman ibu yang pernah mengalami seksio sesarea dengan indikasi preeklampsia berat tersebut. Agar tenaga kesehatan dapat lebih memahami bagaimana memberi asuhan kepada ibu yang mengalami preeklampsia berat baik pada saat sebelum hamil, hamil, dan setelah melahirkan baik dari segi fisik maupun psikis agar tidak terjadi komplikasi-komplikasi lain yang dapat mengancam keselamatan ibu dan bayi. Serta dapat menambah kewaspadaan ibu dan keluarga terhadap kehamilan yang memiliki faktor resiko maupun yang tidak memiliki faktor resiko terhadap terjadinya preeklampsia berat selama kehamilan. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengalaman ibu primipara post seksio sesarea dengan preeklampsia berat di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Medan Tahun 2014. B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengalaman ibu primipara post seksio sesarea dengan preeklamsia berat? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman ibu primipara post seksio sesarea dengan preeklamsia berat.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian berikut yang sejenis. 2. Bagi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan tambahan pengetahuan tentang pengalaman wanita yang melahirkan secara seksio sesarea dengan indikasi preeklamsia berat. 3. Bagi Ibu Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan dan sebagai informasi agar ibu-ibu dapat memahami tentang kehamilan dan preeklampsia berat.