BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Laweyan tidak dapat terlepas dari sejarah batik di kota Surakarta. Semenjak abad IXX, kampung tersebut sudah mulai tumbuh dan berkembang pengerajin batik dan saudagar batik yang terkenal, bahkan sampai saat ini menjadi ikon batik di Kota Surakarta dengan sebutan Kampung Batik Laweyan. Usaha batik yang dikerjakan oleh mayoritas penduduk di Kampung Batik Laweyan meliputi proses pembatikan sampai dengan penjualan/distribusi produk batik. Proses pembatikan tidak dapat dipisahkan dengan penggunaan zat pewarna batik. Pada masa lampau digunakan pewarna alami, tetapi memasuki abad XX pengerajin batik beralih menggunakan pewarna sintetis, karena mudah diperoleh dan memberikan efek warna yang sangat beragam. Sampai saat ini penggunaan bahan pewarna sintetis masih mendominasi dalam usaha batik, walaupun terdapat beberapa pengerajin yang beralih kembali ke pewarna alami. Pada tahun 2012, jumlah pengerajin batik di Kampung Batik Laweyan kurang lebih 270 orang dengan kapasitas produksi setiap pengerajin rata-rata 400 m 2 /hari kain batik, di samping itu jumlah limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan tersebut mencapai 100 m 3 /hari. Dari beberapa literatur dan hasil penelitian bahwa di dalam limbah cair batik terkandung beberapa jenis logam berat yang berasal dari zat pewarna batik, seperti merkuri, seng, kromium dan timbal. Limbah cair tersebut berpotensi mencemari air tanah yang ditandai oleh 1
2 keluhan masyarakat di wilayah kampung batik bahwa air sumur berwarna dan muncul bau. Mengingat air tanah masih digunakan oleh sebagian masyarakat di Kampung Batik Lawayen untuk memenuhi kebutuhan domestiknya, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi penurunan kualitas air tanah. Sumber air yang dapat digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya umumnya terbatas pada air tanah atau pun air permukaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menjaga agar kualitas dan kuantitas air tanah maupun air permukaan tetap terjaga kelestariannya. Pada hakikatnya sistem lingkungan termasuk perairan memiliki kemampuan untuk memulihkan diri terhadap perubahan yang diterimanya (auto purification) seperti halnya adanya zat pencemar, namun demikian apabila jumlah beban pencemar melebihi batas kemampuan auto purification mengakibatkan degradasi sistem lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan asas penjenuhan (Setyono, 2008). Selain asas penjenuhan, perlu diketahui bahwa tidak ada sistem pengubahan energi yang benar-benar efisien. Artinya setiap masukan energi ke dalam suatu sistem akan menghasilkan energi sampingan yang kurang bermanfaat, sebagai salah satu contohnya adalah dihasilkannya limbah dari setiap kegiatan manusia. Limbah merupakan bentuk energi yang telah mengalami kemuduran (degradasi), dan sistem lingkunganlah yang akan menerima bentuk energi tersebut. Seperti halnya limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri batik yang langsung dibuang ke dalam sistem lingkungan tanpa melalui proses pengelolaan yang benar akan menambah beban auto purification dan pada akhirnya dapat menurunkan kualitas lingkungan, dalam hal ini adanya
3 pencemaran air. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada air permukaan tetapi sangat dimungkinkan berpengaruh terhadap kualitas air tanah. Kualitas air tanah dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu material (tanah dan batuan) yang mengandung atau yang dilewati air tanah, jenis aliran, dan proses perubahan akibat pencemaran yang sesuai dengan hukum fisika, kimia, dan biologi. Menurut hasil survei dari Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta bahwa hampir semua badan air di kota Surakarta yang melewati kawasan industri batik telah mengalami penurunan kualitas air (Wijaya, 2009). Sebagian besar pabrik tekstil, industri batik dan sablon, mulai dari daerah Makamhaji, Pajang, Laweyan, sampai Mutihan membuang limbah cairnya ke Kali Jenes. Jadi pelaku industri tersebut termasuk penyumbang pencemaran air dan tanah di Solo, setidaknya ada kandungan timbal (Pb) dan cadmium (Cd) dari buangan limbah-limbah industri itu. (http://www.inawater.com/news. Diakses 14 Maret 2009). Berdasarkan fakta tersebut, sangat dimungkinkan terjadinya penurunan kualitas air tanah di wilayah tersebut yang disebabkan oleh limbah batik. Tercemarnya air tanah karena limbah batik dimungkinkan berasal dari saluran drainase dan aliran sungai. Kondisi dranase di Kampung Batik Laweyan dibedakan menjadi dua yaitu drainase permanen (pipa) dan darinase semi permanen (pasangan batu bata). Drainase permanen digunakan sebagian pengerajin batik untuk mengalirkan limbah cair ke IPAL komunal. Drainase semi permanen digunakan untuk mengalirkan limbah cair baik langsung ke sungai, karena perbedaan ketinggian tempat sehingga limbah cair batik tidak dapat dialirkan ke IPAL komunal).
Kondisi sungai Jenes di Kampung Batik Laweyan kondisinya sangat memperihatinkan karena menerima limbah batik di kawasan atasnya (Pajang dan 4 Makamhaji, dengan kegiatan utama home industri batik dan printing). Permukiman penduduk di Kampung Batik Laweyan yang berada di pinggir sungai tersebut sangat padat dan berbatasan langsung dengan tepian sungai sehingga menimbulkan kawasan kumuh (slump area) dan melanggar garis sempadan sungai seperti tercantum pada PP No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS. Oleh karena permukiman penduduk berbatasan langsung dengan sungai, maka air tanah di tempat tersebut dimungkinkan tercermar dari aliran sungai Jenes. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian terhadap standar kualitas minimum air tanah (sumur) penduduk di wilayah kelurahan Laweyan khususnya wilayah Kampung Batik Laweyan. Pengkajian tersebut sangat penting sebab dari 2.568 orang di wilayah tersebut 280 orang masih menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari (Puskesmas Pajang, 2007). Dari sejumlah orang yang masih menggunakan air tanah tersebut, merupakan warga masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang mampu untuk mengkonsumsi air bersih yang berasal dari PDAM. Penggunaan air tanah yang tercemar dalam jangka waktu yang lama menimbulkan dampak negatif pada kesehatan yang bersangkutan. Khususnya di kampung batik Laweyan, sampai saat ini belum dilakukan studi atau penelitian yang mengkaji tentang pola distribusi cemaran limbah batik. Hal ini sangat penting dilakukan sehingga dapat diketahui tingkat risikonya. Di samping itu, penilaian kualitas air minum dapat dilakukan melalui beberapa
5 pendekatan, antara lain dengan metode Storet dan indeks pencemaran berdasarkan baku mutu pada tiap-tiap parameter. Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan adalah parameter fisik yang meliputi kekeruhan, total suspended solids, suhu, sedang parameter kimia meliputi derajat keasaman (ph), kalsium, besi, mangan, air raksa, seng, timbal dan kromium. Sasongko (2010), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil analisis kualitatif menunjukan bahwa terdapat unsur khromium dan unsur kobalt, secara kuantitatif kadar dari unsur logam berat pada limbah pewarna batik. Mengingat pentingnya mengetahui standar kualitas minimum air sumur pada wilayah yang rentan pencemaran, maka penelitian Penentuan Status Mutu Air Sumur dengan Metode Storet di Wilayah Kampung Batik Laweyan, perlu dilakukan. B. Pembatasan Masalah Pada kegiatan penelitian ini diajukan beberapa pembatasan masalah, yaitu : 1. Wilayah obyek penelitian adalah Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta, hal ini diambil atas dasar wilayah yang paling banyak memiliki industri rumah tangga batik dan printing. 2. Sumber pencemar adalah limbah cair industri batik dan printing yang mengalir pada saluran-saluran air di permukiman penduduk. 3. Faktor yang berpengaruh pada tingkat risiko pencemaran air sumur, dalam penelitian ini dibatasi pada faktor; konstruksi saluran air, konstruksi luar sumur, jarak dengan sumber pencemar, dan jenis-jenis lapisan tanah.
6 4. P arameter fisik air yang diukur yaitu suhu, kekeruhan, TDS. Parameter kimia meliputi ph, kalsium, besi, mangan, dan logam berat (merkuri, seng, timbal, dan kromium heksavalen) dan parameter biologi berupa coliform. 5. Air sumur yang dimaksud pada penelitian ini adalah air tanah dangkal yang diambil melalui pompa atau penggalian. C. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana status mutu air sumur di wilayah kampung batik Laweyan dengan metode Storet? 2. Apakah terdapat perbedaan status mutu air antara kawasan sistem drainase permanen dengan sistem drainase semi permanen pada wilayah kampung batik Laweyan dengan metode Storet? 3. Bagaimana pola pengembangan sistem peringatan dini terhadap status mutu air pada wilayah kampung batik Laweyan? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui status mutu air sumur di wilayah kampung batik Laweyan dengan metode Storet.
7 2. Untuk mengetahui perbedaan status mutu air antara kawasan sistem drainase permanen dengan sistem drainase semi permanen pada wilayah kampung batik Laweyan dengan metode Storet. 3. Untuk mengetahui pola pengembangan sistem peringatan dini terhadap status mutu air pada wilayah kampung batik Laweyan. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian meliputi manfaat teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat menambah khasanah pengetahuan khususnya berkaitan dengan upaya penentuan status mutu air sumur dengan metode storet, upaya pengelolaan dan pengolahan limbah cair industri batik. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan: a. Pengelolaan lingkungan, khususnya limbah cair industri batik. b. Pemantauan status mutu air sumur. c. Peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat yang terkait dengan penggunaan air sumur di wilayah yang rentan pencemaran air tanah.