BAB I PENDAHULUAN. kedalam suatu data otentik itu sejalan dengan makin tingginya perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

III. METODE PENELITIAN. empiris sebagai penunjang. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisa (Soerjono Soekanto,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

III. METODE PENELITIAN

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

METODE PENELITIAN. untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB III METODE PENELITIAN. didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsepkonsep

Kata kunci : Penyidikan Tindak Pidana Persetubuhan dan Anak di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelanggaran hukum pidana dewasa ini makin banyak terjadi dalam masyarakat, bervariasi dan makin kompleks sifatnya, termasuk tindak pidana pemalsuan. Meningkatnya volume tindak pidana pemalsuan keterangan kedalam suatu data otentik itu sejalan dengan makin tingginya perkembangan masyarakat, teknologi dan ilmu pengetahuan. Tindak pidana pemalsuan ini, umumnya didorong oleh pemenuhan kebutuhan manusia akan hidup yang makin sulit karena persaingan, serta kebutuhan hidup yang makin kompleks sejalan perkembangan masyarakat tadi. Pelanggaran hukum termasuk tindak pidana pemalsuan, memang merupakan jalan pintas yang sering ditempuh para pelakunya, untuk dapat mendapatkan kemudahan memenuhi kebutuhan hidup tadi, dengan cepat dan beresiko tinggi terhadap tindak pidana yang lebih luas dari pada pemalsuan. Dampak dari tindak pidana pemalsuan keterangan ke dalam data otentik akan meluas, dimana akibatnya tidak saja saya diderita oleh korban pemalsuan, tetapi juga keluarga dan juga nama baik serta profibilitas usaha dan pemasukan, dampak negatifnya menumbuhkan ekses-ekses yang kurang baik, terutama dalam ekonomi, keresahan masyarakat dan berkurangnya kepercayaan. 1

Guna dapat menanyakan seseorang pelaku tindak pidana pemalsuan terbukti melakukan pidana pemalsuan seperti diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana pemalsuan keterangan ke dalam data-data otentik, harus dilakukan pemeriksaan pendahuluan melalui proses penyidikan oleh parat penyidik dengan melakukan dua pemeriksaan, yakni : 1. Terbukti memenuhi unsur kesengajaan untuk melakukan tindak pidana pemalsuan suatu keterangan ke dalam data otentik. 2. Terbukti memenuhi semua unsur tindak pidana pemalsuan seperti yang dirumuskan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 263. 1 Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHAP yang dimaksud penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka. Sedangkan penyidik menurut Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 adalah pejabat Kepolisian Negera Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 2 Tugas utama seorang penyidik adalah menurut pasal 1 ayat 2 mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu dapat membuat terang tentang tindak pidana dan guna menemukan tersangkanya. Untuk 1 Lamintang, Delik-Delik Kasus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Bandung. Penerbit Sinar Baru, 1989, hlm 142 2 Undang-Undang Kepolisian Negera Republik Indonesia, Fokusmedia, 2010, hlm 4 2

melaksanakan tugasnya tersebut penyidik diberi kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 KUHAP. Adapun wewenangnya : 3 1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya suatu tindak pidana. 2) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian. 3) Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka. 4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. 5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap surat. 6) Mengambil sidik jari seseorang 7) Memanggil orang untuk di dengar atau diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi. 8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan suatu perkara. 9) Mengadakan penghentian penyidikan. Guna memenuhi bahan dakwaan itu, Jaksa atau Penuntut Umum melalui aparat penyidik (POLRI) dengan berita acara yang dibuat berdasar penyidik dan penyidikan terhadap tersangka serta saksi-saksi dan memperhatikan dan mengumpulkan alat-alat bukti yang sah, serta cukup untuk bahan penuntutan Jaksa disidang pengadilan. Oleh karena itu pihak aparat penyidik, dalam hal ini Polres Semarang, memegang peranan penting dalam memegang ikut serta memecahkan dan mengungkap permasalahan tindak pidana pemalsuan SIM di Polres Semarang. Dalam banyak kejadian, terutama ketika menghadapi seseorang yang selalu menyangkal, aparat penyidik POLRI akan menarik kesimpulan dari keadaan-keadaan pada waktu kejadian pemalsuan terjadi, untuk menentukan apakah benar pelaku atau terdakwa/tersangka, terdapat kesengajaan untuk melakukan tindakan melanggar hukum dengan menipu atau tidak. 3 KUHAP dan KUHP, Penerbit Sinar Grafika, Januari, 2016, hlm 205 3

Dalam hal ini di sidang pengadilanpun Hakim akan mengambil kebijaksanaan yang sama apabila terdakwa di sidang pengadilan selalu menyangkal tuduhan melakukan tindakan pidana pemalsuan tersebut. Namun meskipun tindakan pelaku itu telah dapat di buktikan namun masih harus memeriksa apakah benar bahwa terdakwa atau pelaku itu telah memenuhi semua unsur tindak pidana pemalsuan data otentik yang oleh aparat penyidik (Jaksa) telah disangkakan, ataupun oleh penyidik telah ditemukan unsur-unsur yang meyakinkan pelaku melakukan tindak pidana pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang. Kasus pemalsuan SIM di Polres Semarang terjadi pada hari Rabu, tanggal 02 Maret 2016, dengan pelaku Agus Sutrisno dengan alamat Pengkol Rt.05/Rw 01, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Kasus tersebut diancam dengan Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP. Dengan demikian diketahui bahwa tindak pidana pemalsuan SIM itu merupakan tindak yang melanggar hukum, khususnya Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP, namun untuk penyelesaianya secara hukum diperlukan perangkat pembuktian yang sah dan memadai, agar supaya Penuntut Umum ataupun Jaksa dapat menggunakan berita acara yang dilengkapi oleh aparat penyidik itu benar-benar memenuhi keabsahanya dan dapat dipertanggungjawabkan di sidang pengadilan. 4

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul tesis : PENERAPAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SIM DI WILAYAH HUKUM POLRES SEMARANG (STUDI KASUS NO LP/A/35/III/2016 JATENG/RES SMRG). B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penulisan tesis ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan pidana terhadap kasus pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang? 2. Apa hambatan dan solusi dalam penerapan pidana terhadap kasus pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang? 3. Bagaimana seharusnya penerapan pidana terhadap tindak pidana pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang? C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan pidana terhadap kasus pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang 2. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dan solusi dalam penerapan pidana terhadap kasus pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang 3. Untuk mengetahui bagaimana seharusnya penerapan pidana terhadap tindak pidana pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang 5

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang hendak dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya hukum pidana mengenai Tindak Pidana Pemalsuan SIM di wilayah Hukum Polres Semarang 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para penegak hukum, dan juga terhadap masyarakat tentang Tindak Pidana Pemalsuan SIM di wilayah Hukum Polres Semarang E. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Konseptual Kepolisian Penyidikan Penuntutan Pengadilan 6

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. Penelitian yuridis dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa penelitian ini ditinjau dari sudut ilmu hukum dan peraturan-peraturan tertulis yang berhubungan dengan tinjauan yuridis terhadap tindak pidana pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi dalam penelitian ini adalah diskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan mengetahui tinjauan yuridis terhadap tindak pidana pemalsuan SIM di wilayah Hukum Polres Semarang. Adapun yang dimaksud dengan penelitian diskriptif adalah suatu metode penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia dan gejala-gejalanya. 3. Metode Penentuan Sampel Metode penetuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil kelompok subjek tertentu dari populasi yang akan diteliti. Hal ini dilakukan karena 7

adanya keterbatasan waktu, tenaga, biaya yang ada pada peneliti. Adapun sampel yang diambil adalah sebuah kasus pemalsuan SIM diwilayah Hukum Polres Semarang. 4. Sumber dan Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. 1. Data primer Yaitu data yang diperoleh dengan penelitian langsung dari objeknya, yaitu dilakukan melalui wawancara dengan narasumber. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi-konsepsi, teori-teori atau pendapatpendapat atau landasan teoritis yang berhubungan erat dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder terdiri dari : a. Bahan hukum primer 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 3. Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian 4. Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Jalan Raya 5. Peraturan Kapolri No 9 Tahun 2012 Tentang Surat Ijin Mengemudi b. Bahan hukum sekunder 8

Literatur, buku-buku, jurnal, artikel ilmiah dan makalah-makalah yang terkait dengan tindak pidana Pemalsuan SIM c. Bahan hukum tersier Bahan hukum yang memberikan petunjuk atas bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya 5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Studi kepustakaan Studi kepustakaan merupakan cara memperoleh data secara tidak langsung dari objek penelitian, yaitu dalam bentuk mempelajari literature, peraturan perundang-undangan, serta bahan-bahan hukum lain yang erat kaitannya dengan judul tesis. b. Studi lapangan Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Dalam hal ini diusahakan memperoleh data dengan mengadakan wawancara dengan berbagai pihak yang terkait dengan judul tesis. 6. Metode Analisis Data Metode analisa data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu analisa yang tidak mendasarkan pada data dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan saja. Data yang 9

diperoleh dikumpulkan dan disusun secara sistematis kemudian diadakan analisa data secara kualitatif berdasarkan disiplin ilmu hukum dan dibantu dengan ilmu sosial lainnya baru diterapkan dalam bentuk penulisan tesis. Di samping itu hanya hasil-hasil penelitian yang dipandang relevan akan dipilih untuk menyusun kesimpulan akhir. G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan tesis ini uraikan menjadi empat bab, dimana antara bab satu dengan yang lain akan dibahas dalam ruang lingkup dan materi pembahasan yang sesuai dengan kelompok masing-masing. Adapun sistematika skripsi ini disusun sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan penulis uraikan mengenai : Latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka konseptual, Kerangka teoritik, Metode penelitian, dan Sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang teori-teori dan peraturan-peraturan yang mendasari permasalahan yang dibahas. Adapun teori-teori tersebut meliputi Pengertian tindak pidana, Tinjauan tentang Pemalsuan, Tinjauan tentang Kepolisian 10

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang hasil penelitain dan pembahasan mengenai Bagaimana penerapan pidana terhadap kasus pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang, Apa hambatan dan solusi dalam penerapan pidana terhadap kasus pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang, Bagaimana seharusnya penerapan pidana terhadap tindak pidana pemalsuan SIM di wilayah hukum Polres Semarang BAB IV : PENUTUP Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran yang mungkin berguna bagi para pihak 11