17 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi FKH IPB untuk proses ekstraksi dan fraksinasi dilanjutkan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH IPB untuk pengamatan karakteristik spermatozoa. Kandang percobaan domba berada di lokasi Karyomendo Farm Jl. Cibanteng Proyek 100, Cihideung Ilir, Ciampea- Bogor. 3.2 Ekstraksi dan Fraksinasi Daun Katuk Daun katuk segar diperoleh di daerah sekitar Cinangneng-Ciampea- Kabupaten Bogor. Pengolahan dilakukan merujuk pada cara yang telah dilakukan Suprayogi et al. (2010). Daun katuk segar dicuci dengan air bersih kemudian dilakukan penjemuran matahari tak langsung sampai kering-layu. Pengeringan dilanjutkan dengan menggunakan alat oven yang diatur suhunya sampai 60 0 C selama semalam (± 12 jam) sehingga diperoleh daun katuk kering. Dari perhitungan pengeringan ini diperoleh 23.45% bahan kering daun katuk dari bahan segarnya. Bahan daun katuk kering (simplisia) yang dihasilkan kemudian diekstraksi dengan teknik maserasi. Dua kg daun katuk kering giling dimasukkan ke dalam panci Stainless dengan volume 15 liter, kemudian diisikan pelarut etanol (EtOH) sebanyak ± 13 liter. Campuran tersebut diaduk selama 30 menit dan kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah dimaserasi kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain flannel dan kertas saring, sehingga diperoleh larutan ekstrak etanol daun katuk (filtrat). Metode yang sama diulang sampai diperoleh larutan ekstrak etanol yang relatif jernih (encer). Dalam penelitian ini keadaan encer terjadi sampai maserasi ke dua. Filtrat dari penyaringan ini kemudian dievaporasikan dengan menggunakan rotary-evaporator dengan pegaturan temperatur 40 0 C. Dari hasil ekstraksi ini diperoleh ekstrak kental etanol.
18 Ekstraksi dilanjutkan untuk memisahkan senyawa non-polar dengan menggunakan pelarut heksan. 20 gram ekstrak kental etanol dilarutkan dalam 500 ml etanol, kemudian dimasukkan ke gelas separasi (separation flash), pada gelas separasi yang sama ditambahkan pelarut heksan 500 ml. Setelah kedua campuran pelarut tersebut berada di dalam gelas separasi, maka dilakukan pengocokan sehingga terjadi pemisahan berdasarkan kelarutannya. Setelah beberapa menit terjadi pemisahan pelarut lagi, dan kemudian dilakukan pengeluaran kedua pelarut tersebut dengan menampungnya pada gelas erlenmeyer yang terpisah. Pencampuran dan pengocokan ini diulang sampai pelarut heksan tampak jernih (kurang lebih 4 kali). Evaporasi dilakukan pada kedua pelarut tersebut, sehingga diperoleh fraksi ekstrak etanol yang telah bebas senyawa non-polarnya (atau disebut fraksi delipidasi, FdL) dan fraksi ekstrak heksan (atau disebut fraksi lipid, FL). Daun katuk kering + EtOh 500 ml - Evaporasi Ekstrak kental etanol + EtOh 500 ml + Heksan 500 ml Evaporasi Separasi Evaporasi Fraksi delipidasi (FdL) Fraksi Lipid (FL) Gambar 4 Bagan proses ekstraksi dan fraksinasi daun katuk (Suprayogi et al. 2010) Setelah didapatkan fraksi ekstrak kental dari proses di atas, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan bubuk fraksi ekstrak daun katuk agar mudah diaplikasikan terhadap domba. Pembuatan bubuk fraksi ekstrak daun katuk dilakukan dengan menambahkan bahan pengisi maltodekstrin untuk masingmasing fraksi ekstrak daun katuk sehingga diperoleh persentase bahan bubuk FdL 82% dan FL 18%. Pemilihan maltodekstrin disebabkan sifat maltodekstrin yang inert, aman, dan tidak higroskopis sehingga cocok dipakai sebagai bahan pengisi
19 sehingga mudah dimasukkan ke dalam kapsul. Setelah menjadi bubuk, tiap-tiap bubuk fraksi dimasukkan ke dalam kapsul sehingga tiap kapsul dalam perhitungannya mengandung FdL 410 mg/kapsul atau FL 90 mg/kapsul. 3.3 Pelaksanaan Penelitian Dua belas ekor domba priangan jantan yang diperoleh dari sekitar Bogor dengan umur sekitar 5 bulan dikandangkan dalam kandang individu. Selama 10 hari masa adaptasi, domba diberi obat anti parasit (Albendazole dan Ivermectin). Domba juga dilatih dengan pemberian konsentrat dan rumput. Formula konsentrat terbuat dari campuran bungkil kelapa, dedak padi, tepung ikan, bungkil kedelai, premiks, dan garam. Setiap domba mendapat formula pakan yang sama dengan komposisi nutrisi yang sama. Pada pagi hari dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 domba diberikan konsentrat dan pukul berikutnya hingga pagi hari domba diberikan pakan rumput. Domba juga diberikan minum ad libitum. Pemberian formulasi pakan dan minum tersebut dilakukan juga selama penelitian. Setelah 10 hari masa adaptasi domba dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan (masing-masing 3 ekor) yaitu kelompok kontrol, FL, dan FdL. Masing-masing kelompok mendapat perlakuan dimana kontrol dengan plasebo (3 kapsul kosong), FL dengan dosis 270 mg/hari/ekor (3 kapsul), dan FdL dengan dosis 1230 mg/hari/ekor (3 kapsul). Dosis tersebut berdasarkan perhitungan Suprayogi et al. (2010) yang disesuaikan terhadap konsentrasi senyawa aktif yang terkandung dalam rendemen tiap fraksi yang telah ditemukan dalam penelitian Suprayogi et al. (2009) sebelumnya. Perlakuan dilakukan selama 2 bulan. 3.4 Prosedur Pengambilan Epididimis Pengambilan sampel testis dilakukan saat pemotongan domba berumur kurang lebih 7 bulan. Testis dibawa ke laboratorium dalam termos berisi NaCl 0.9% dan icepack selama 3-4 jam. Di laboratorium epididimis dipreparir dipisahkan dari testis kemudian diikat pada kedua ujung bagiannya. Epididimis kemudian ditimbang dan disimpan dalam wadah plastik berisi NaCl 0.9% kemudian disimpan dalam lemari es dengan suhu 4 0 C. Koleksi spermatozoa dilakukan dengan cara menusuk kaput epididimis kanan dan kiri menggunakan
20 spuit jarum suntik. Cairan yang keluar dari kedua epididimis dicampur di atas gelas objek untuk dihomogenkan. 3.5 Parameter Penelitian Sampel dievaluasi setiap hari selama 5 hari berturut-turut secara mikroskopis yang meliputi motilitas spermatozoa, persentasi hidup spermatozoa, persentasi keutuhan membran spermatozoa, persentasi cytoplasmic droplet spermatozoa, dan persentasi abnormalitas lain spermatozoa sebagai berikut: a. Konsentrasi Spermatozoa Konsentrasi spermatozoa hanya diukur sekali saja pada hari ke-0 menggunakan kamar hitung Neubauer. Pertama dilakukan pengenceran 500X dengan cara mencampurkan 1 µl cairan epididimis dengan 499 µl formal saline. Setelah homogen diteteskan ke dalam kamar hitung Neubauer, pengamatan dilakukan dengan prbesaran 400X dengan menghitung jumlah spermatozoa yang tedapat dalam lima kotak haemocytometer yaitu satu kotak pada tiap ujung dan satu kotak di tengah. Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan rumus berikut: Konsentrasi spermatozoa = Σ spermatozoa (25x10 6 ) sel/ml. b. Motilitas Spermatozoa Pemeriksaan motilitas dilakukan dengan mencampur 1 tetes cairan epididimis dengan 3 tetes NaCl fisiologis pada gelas objek kemudian dihangatkan. Pengamatan motilitas dilakukan secara objektif dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 100X yang dinilai dalam %. c. Keutuhan membran Spermatozoa Pemeriksaan keutuhan membran dilakukan dengan metode hypoosmotic swelling (HOS) test. Reagen HOS test yang digunakan adalah campuran 0.675 gram fruktosa dan 0.735 gram natrium sitrat dalam 50 ml aquades. Campuran 9 tetes reagen HOS test dengan 1 tetes cairan epididimis dalam tabung eppendorf diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 37 0 C selama 30 menit. Evaluasi dilakukan dengan meneteskan campuran di objek gelas kemudian menghitung
21 jumlah spermatozoa yang membrannya masih utuh dalam beberapa layang pandang dengan jumlah sel minimal 200 sel. Spermatozoa yang membrannya masih utuh ditandai dengan ekor sperma yang melengkung (Gambar 4). Persentase membran plasma utuh dihitung dengan rumus berikut: Persentase membran plasma utuh =. Gambar 5 Skema perubahan morfologi spermatozoa akibat kondisi hipoosmotik. (a) spermatozoa normal; (b) sampai (g) beragam tipe perubahan ekor (WHO 2010) d. Spermatozoa Hidup Pemeriksaan spermatozoa hidup mati dilakukan dengan menggunakan 3 gelas objek yang bersih dan bebas lemak. Dua tetes eosin nigrosin dicampur dengan cairan epididimis, setelah homogen lalu membuat preparat ulas, kemudian dipanaskan sampai kering. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan tidak terwarnai spermatozoa karena tidak menyerap warna. Jumlah spermatozoa yang hidup dihitung dalam beberapa layang pandang dengan jumlah sel minimal 200 sel. Persentase spermatozoa hidup dihitung dengan rumus berikut: Persentase spermatozoa hidup =. e. Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dilakukan dengan memeriksa persentasi spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas lain seperti ekor patah, ekor
22 melingkar, ekor ganda dan sebagainya. Pengukuran menggunakan preparat ulas yang telah dibuat pada pemeriksaan spermatozoa hidup sebelumnya. Penghitungan dilakukan hingga jumlah spermatozoa minimal 200 sel dalam beberapa lapang pandang. Persentase abnormalitas spermatozoa dihitung dengan rumus berikut: Persentase abnormalitisa spermatozoa =. 3.6 Protokol Penelitian Ekstraksi dan fraksinasi daun katuk Adaptasi domba Perlakuan K, FL, FdL Pengamatan spermatozoa Hari ke- 0 10 70 75 Domba dikorbankan H 0 1 2 3 4 - Bobot epididimis - Konsentrasi Ket: H = Hari dimulainya pengamatan - motilitas - persentase hidup - keutuhan membran - abnormalitas Gambar 6 Protokol penelitian 3.7 Analis Data Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Varian (ANOVA). Perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Duncan.