BAB I PENDAHULUAN. Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. gangguan kesehatan maupun penyakit, seperti penyakit kulit.

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Kementrian Perindustrian, 2015). Bahan baku plastik terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. disebabkan oleh faktor paparan/kontak akibat pekerjaan atau ketika suatu bahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik

BAB I PENDAHULUAN. erat dengan keefisienan kerja seorang karyawan. Tingkat produktifitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja seperti yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC; Undang-undang dasar tentang kesehatan no.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Lemahnya

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Maret 2017; ISSN X,

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, biologi, ergonomi, psikologis. 8 Salah satu jenis lingkungan kerja fisik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang No. 23 tahun tentang kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL DI KELURAHAN MERDEKA KOTA MEDAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. secara luas di hampir setiap sektor industri. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. International Laboir Organization (ILO) tahun 2010, diseluruh dunia terjadi

1. Gambaran kelainan kulit (hasil pemeriksaan): 3. Berapa lama anda bekerja sebagai pekerja bengkel?

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. standar kualitas pasar internasional. Hal tersebut semakin mendorong banyak

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan industri di Indonesia, mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

PENDAHULUAN Gangguan kesehatan kulit pada petani rumput laut merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Penyakit ini timbul akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaannya dalam sehari-hari. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN LAMA KERJA DENGAN PENYAKIT DERMATITIS DI KAMPUNG KRAJAN KELURAHAN MOJOSONGO KECAMATAN JEBRES SURAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan dampak negatif karena paparan zat yang terjadi pada proses kerja maupun pada hasil kerja. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif adalah faktor bahaya yang ada di tempat kerja yang meliputi faktor fisik, biologis, kimia, mental psikologis, hubungan antar manusia dan mesin maupun lingkungan kerja yang kurang ergonomis, gizi kerja yang kurang memadai dan faktor lain penyebab timbulnya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Industri tekstil baik yang beroperasi secara tradisional maupun moderen memiliki berbagai faktor risiko potensi bahaya (Suwondo, 2011). Bahan kimia mampu mengganggu kulit diperkenalkan setiap tahun, baik bahan kimia berupa organik maupun anorganik yang digunakan dalam industri termasuk produk natural, menyebabkan daftar bahan kimia berbahaya tidak akan berakhir (Suwondo, 2011). Penyakit kulit akibat kerja merupakan salah satu penyakit akibat kerja (occupational disease) yang banyak terjadi pada masyarakat, dan merupakan penyakit akibat kerja kedua terbanyak di Eropa setelah cidera musculoskeletal (Witasari, 2014). Dermatosis akibat kerja adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Penyakit tersebut timbul pada waktu tenaga kerja bekerja melakukan pekerjaan atau disebabkan oleh faktor-faktor yang berada pada 1

2 lingkungan kerja (Suma mur, 2009). Dermatitis kontak memiliki gejala-gejala yang dapat dirasakan penderita setelah kontak dengan bahan kimia iritan. Gejala atau keluhan subjektif seperti gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, penebalan pada kulit (Hardianty, 2015). Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh bahan kimia yang ada di lingkungan kerja, karena bahan kimia dimanfaatkan untuk membantu pekerjaan dan merupakan bahan yang sering digunakan untuk berbagai jenis pekerjaan. Penyakit dermatitis, telah menjadi salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat kerja (Hardianty, 2015). Dermatitis kontak dipengaruhi faktor-faktor seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak, kekerapan, adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeable, gesekan dan trauma fisis juga suhu dan kelembaban lingkungan Djuanda (2002). Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor individu meliputi perbedaan ketebalan kulit, usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat penyakit kulit (Agner, 2006). Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami penyakit akibat kerja. Menurut WHO dan EADV (2011) mengungkapkan bahwa penyakit kulit akibat kerja pada industri tekstil sebesar 5%. Di China terdapat 27% penyakit kulit akibat kerja dan 1,69% diantaranya adalah penyakit dermatitis kontak. Menurut Riskesdas (2007) prevalensi untuk dermatitis secara umum sebesar 6,8% Diantara 8 penyakit keturunan di Indonesia, prevalensi dermatitis kontak

3 adalah yang tertingi yaitu sebesar 6,2%. Menurut Rycroft (1995) insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5% sampai 0,7% kasus per 1000 pekerja per tahun. Dermatitis kontak akibat kerja biasanya terjadi di tangan dan angka insiden untuk dermatitis bervariasi antara 2% sampai 10%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Afifah (2012) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis pekerjaan, frekuensi paparan, riwayat atopi, dan faktor mekanis; sementara tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, usia, penggunaan alat pelindung diri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nuraga (2010), dkk tentang dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di perusahaan industri otomotif kawasan industri Cibitung Jawa Barat menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara lain lama kontak, frekuensi kontak, dan yang paling dominan adalah penggunaan alat pelindung diri; sementara tidak terdapat pengaruh antara umur pekerja, riwayat atopi, kebiasaan mencuci tangan, suhu, dan kelembapan udara. Hasil penelitian yang dilakukan Astrianda (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi; sementara tidak terdapat hubungan antara lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja, usia, dan riwayat atopi. PT. Indonesia Synthetic Textile Mills berdiri pada tahun 1970 merupakan perusahaan pertama yang memproduksi kain polyester dan viscose blended dyed untuk aplikasi seragam dan celana atau jas sebaik pabrik spun polyester dyed untuk

4 aplikasi. Produk-produk yang dihasilkan telah sangat dihargai oleh para pelanggan dunia. PT. Indonesia Synthetics Textile Mills siap untuk lebih memperkuat promosi dan ekspansi di masa mendatang dengan sepenuhnya menggunakan fasilitas produksi yang terintegrasi, yaitu dari spinning, weaving hingga dyeing menyatu dengan teknologi canggih pada bagian produksi yang didapat dari Toray. Di kota Tangerang khususnya PT. Indonesia Synthetics Textile Mills ditemukan kejadian dermatitis kontak sebanyak 165 (9,44%) kasus ditahun 2015 dan 136 (7,8%) kasus ditahun 2016 meskipun data tersebut menurun, penyakit dermatitis kontak masih menjadi 5 penyakit terbesar di PT. Indonesia Synthetics Textile Mills. Dari hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner yang melibatkan 6 responden, ditemukan 66,6% responden mengalami dermatitis kontak. Berdasarkan latar belakang peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing di PT. Indonesia Synthetics Textile Mills tahun 2017. 1.2 Rumusan Masalah PT. Indonesia Synthetic Textile Mills merupakan perusahaan pertama yang memproduksi kain polyester dan viscose blended dyed seragam dan celana atau jas sebaik pabrik spun polyester dyed untuk aplikasi. Produk-produk yang dihasilkan telah sangat dihargai oleh para pelanggan dunia dengan fasilitas produksi yang terdiri dari spinning, weaving, dyeing. Pada proses dyeing (pewarnaan/pencelupan) terdapat banyak bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat (H2SO4),

5 benzalkonium chloride, dan natrium hidrosida yang memiliki sifat iritan serta korosi dan dapat menjadi salah satu penyebab penyakit akibat kerja (PAK) diantaranya adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak memiliki dampak yang buruk bagi pekerja maupun perusahaan salah satunya adalah dapat mengurangi produktifitas pekerja. Berdasarkan data poliklinik di PT Indonesia Synthetics Textile Mills kejadian dermatitis kontak sebanyak 165 (9,44%) kasus ditahun 2015 dan 136 (7,78%) kasus ditahun 2016. Dalam studi pendahuluan menggunakan kuesioner yang melibatkan 6 responden dan ditemukan 4 dari 6 responden mengalami dermatitis kontak dengan gelaja perih dan gatal di tangan karena terkena bahan kimia. Hal tersebut menjadi dorongan untuk peneliti melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing di PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Kota Tangerang tahun 2017. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017? 2. Bagaimana gambaran (lama kontak, masa kerja, personal hygiene, dan pemakaian APD) pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017? 3. Apakah ada pengaruh antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017?

6 4. Apakah ada pengaruh antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017? 5. Apakah ada pengaruh antara personal hygiene dengan kejadian kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017? 6. Apakah ada pengaruh antara pemakaian APD dengan kejadian kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi gambaran dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. 2. Mengidentifikasi gambaran (lama kontak, masa kerja, personal hygiene, dan pemakaian APD) pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017.

7 3. Menganalisis pengaruh antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. 4. Menganalisis pengaruh antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. 5. Menganalisis pengaruh antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. 6. Menganalisis pengaruh antara pemakaian APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Dapat menambah ilmu, informasi serta mendapatkan teori selama melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dengan kejadian dermatitis kontak departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills. 1.5.2 Bagi PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dengan kejadian dermatitis kontak.

8 1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah dan melengkapi kepustakaan khususnya mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills Kota Tangerang Tahun 2017. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills kota Tangerang tahun 2017. Sampel penelitian ini adalah pekerja di departemen dyeing PT. Indonesia Synthetics Textile Mills yang dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2017. Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Alasan peneliti ini dilakukan karena ditemukan adanya dermatitis kontak sebanyak 165 (9,44%) kasus di tahun 2015 dan 136 (7,78%) kasus di tahun 2016. Selain itu dari hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner yang melibatkan 6 responden, ditemukan 4 (66,6%) responden mengalami dermatitis kontak.