Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Semut di Tanah Gambut Alami dan Tanah Gambut Perkebunan Sawit di Sungai Pagar, Riau



dokumen-dokumen yang mirip
I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah atau sarang-sarang lainnya. Terbangnya semut ini diikuti karena

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA KAWASAN PENYANGGA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KILIRAN JAO KECAMATAN KAMANG BARU KABUPATEN SIJUNJUNG

DAFTAR PUSTAKA. Bolton, B Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p.

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

Ragam Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Lahan Ga mbut Alami dan Perkebunan Sawit di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. Fransina S. Latumahina ABSTRACT

KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL

Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri

C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON.

Oleh: Oki Kobayasi Susanto 1, Henny Herwina 2, Armein Lusi Z. 1

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERTANAMAN KAKAO

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA NISFI YUNIAR

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon

Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang

DAFTAR PUSTAKA. BKSDA Sumatera Barat Buku Informasi Kawasan Konservasi. BKSDA Sumatera Barat.

DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR

KOMUNITAS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA DI DESA BUNGKU PROVINSI JAMBI

Semut Subfamili Myrmicinae di Suaka Alam Maninjau Utara Selatan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR

ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT YANG DIKONVERSI MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATAN KAMPAR

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

EKSPLORASI KERAGAMAN SPESIES SEMUT DI EKOSISTEM TERGANGGU KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rimbo Panjang Kecamatan. Desa Rimbo Panjang merupakan salah satu Desa di Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

DAFTAR PUSTAKA. Bengtsson, J Disturbance and resilience in soil animal communities. European Journal of Soil Biology 387:

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

FAUNA SEMUT TANAH PADA LAHAN GAMBUT YANG DIALIHGUNAKAN MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DAN HTI AKASIA SERTA PERANANNYA SEBAGAI PENGANGKUT GAMBUT

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

Zuli Rodhiyah 1, Ahmad Muhammad 2, Desita Salbiah 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : ISSN : KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG

KERAGAMAN SEMUT PADA AREAL PEMUKIMAN DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON

Keanekaragaman Semut pada Persawahan di Daerah Urban: Investigasi Pengaruh Habitat Sekitar dan Perbedaan Umur Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

Biodiversitas Hewan Permukaan Tanah Pada Berbagai Tegakan Hutan di Sekitar Goa Jepang, BKPH Nglerak, Lawu Utara, Kabupaten Karanganyar

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERHADAP KERUSAKAN TANAH 1) (Impact of forest and land fire on soil degradation) ABSTRACT PENDAHULUAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

PENGARUH TRANSFORMASI HABITAT TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI JAMBI RATNA RUBIANA

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

Keragaman Semut di Kampus IPB, Darmaga dan di Kawasan Cagar Alam Telaga Warna (CATW) Taruni Sri Prawasti, Ruth Martha Winnie, Jazirotul Fitriati

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

Keanekaragaman semut dan pola keberadaannya pada daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

Transkripsi:

Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Semut di Tanah Gambut Alami dan Tanah Gambut Perkebunan Sawit di Sungai Pagar, Riau Ant Diversity and Abundance on Peat Swamp Forest and Peat Palm Oil Plantation in Sungai Pagar, Riau YULMINARTI 1,2, Siti SALMAH 2, Tati Suryati S. SUBAHAR 3 1 ) Department of Biology, Riau University, Pekanbaru, Indonesia 28294 Email: yulminarty@yahoo.com 2 ) Graduate School of Biology, Department of Biology, Andalas University, Padang, Indonesia 3 ) Ecology and Biosystematics Research Group, School of Life Sciences and Technology, Bandung Institute of Technology, Indonesia ABSTRACT. Peat lands conversion to palm oil plantation is a common phenomenon in Riau Province. The quality and fertility of peat depends on the level and depth of peat which was related to decomposition process. The objective of the research was to find out the effect of peat land conversion on ant abundance and diversity. The study was conducted on July 2012 on peat swamp forest and peat palm oil plantation. Ants were collected by pit fall traps method. The result showed that the number of ant species on peat swamp forest found in this study was 53 species from 316 individuals, while in the one year old palm oil plantation found 24 species from 237 individuals. Ant species diversity and abundance in peat swamp forest was much higher than that on one year old palm oil plantation on peat soil. The composition and abundance of ants seem related to physical and chemical properties of the peat land, especially temperature and ph. Keywords : Ants, Peatlands, Palm oil ABSTRAK. Konversi tanah gambut menjadi kebun sawit merupakan fenomena umum di Provinsi Riau. Kualitas dan kesuburan tanah gambut tergantung pada tingkat pelapukan dan kedalaman gambut yang berkaitan dengan proses dekomposisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh konversi tanah gambut terhadap jumlah jenis dan jumlah individu semut. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 pada tanah gambut alami dan tanah gambut yang sudah ditanami dengan sawit selama satu tahun. Semut dikoleksi dengan metoda perangkap jebak ( pit fall trap). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jumlah jenis dan jumlah individu semut lebih banyak didapatkan pada tanah gambut alami yaitu sebanyak 53 spesies dan 316 individu semut. Sedangkan pada tanah gambut yang sudah ditanami sawit umur satu tahun jumlah spesiesnya dan jumlah individunya lebih rendah yaitu sebanyak 24 spesies dan 237 individu. Jumlah jenis dan jumlah individu semut tergantung pada faktor fisika kimia tanah terutama temperatur dan ph. Kata kunci : semut, gambut, sawit PENDAHULUAN Gambut adalah salah satu sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Riau yang sampai saat ini belum digarap atau dimanfaatkan secara optimal. Dilihat dari potensi gambut yang ada di seluruh Indonesia yang diperkirakan lebih kurang 20 juta Ha, 6,29 juta Ha terdapat di Sumatera, dan 4,3 juta Ha diantaranya terdapat di Provinsi Riau dengan ketebalan sekitar 3-10 meter (Noor dan Suryadiputra, 2004). Tanah gambut terdiri dari timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna sehingga menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah gambut dan membentuk ekosistem hutan rawa akan mengikat karbondioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut, sehingga gambut dianggap salah satu faktor yang potensial dalam mempengaruhi perubahan iklim (Murdiyarso dkk., 2002). Dalam sepuluh tahun terakhir terjadi peningkatan kehilangan 21

dan kerusakan ekosistem tanah gambut secara signifikan di Indonesia. Kerusakan ekosistem ini akan menyebabkan terganggunya fungsi tanah gambut sebagai pendukung sistem kehidupan manusia. Menurut hasil penelitian Maltby and Immirizi (1993), kerusakan ekosistem di tanah mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati, kerusakan tata air, dan lepasnya jutaan ton karbon ke udara. Banyak areal tanah gambut telah dikonversi menjadi lahan pertanian, perkebunan dan lain-lain. Beberapa dari perubahan ini berhasil meningkatkan produksi pertanian dan memberikan sumber penghidupan baru, dan banyak juga yang mengalami kegagalan yang berakhir dengan dihasilkannya gangguan sosial, ekonomi dan kerusakan ekologi (Widjaja dan Adhi, 1986). Sejak tahun 1980, tanah gambut di Indonesia mulai banyak ditanami tanaman kelapa sawit (Mirmanto dan Polosokan, 1999). Untuk mengetahui perubahan sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda diperlukan bioindikator kualitas tanah. Perbedaan penggunaan lahan akan mempengaruhi komposisi makrofauna tanah (Steven dkk., 1998). Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas makro fauna tanah. Penggunaan tanah gambut yang berbeda akan menyebabkan perbedaan populasi dan diversitas antara makrofauna yang aktif di permukaan dan di dalam tanah (Crossley dkk., 1992). Hilangnya genangan atau pengeringan gambut akan memberikan kesempatan berbagai jenis untuk membangun sarang dan koloni, atau sekedar bekeliaran mencari makan ( foraging ) di lingkungan yang sebelumnya tidak mungkin dirambah. Beberapa jenis semut memiliki perbedaan adaptasi dalam hal membuat sarang dan mencari makan pada setiap habitat. Pada daerah terestrial, semut ada yang membuat sarang di tanah, bebatuan, kayu lapuk, dan dalam serasah. Perilaku tersebut menyebabkan semut sangat sukses dalam melakukan adaptasi. Semut juga merupakan serangga sosial yang lebih maju evolusinya sehingga dapat berperan baik sebagai predator, herbivora, maupun detrivora (Holldober and Wilson, 1990). Semut dipilih dipilih sebagai obyek dalam penelitian ini karena mempunyai arti ekologi penting pada ekosistem hutan, seperti pergerakan tanah, angkutan nutrisi dan aktif menggerakkan lingkungan mereka sendiri. Semut mempunyai rantai timbal balik terhadap organisme lain dan penting sebagai predator invertebrata pada hutan tropis (Watanasit dan Bickel, 2005). Selain itu, komunitas semut memiliki peranan penting dalam proses mineralisasi karena aktivitas 22 Yulminarti dkk. Jumlah Jenis. semut yang secara terus menerus menggali tanah (Brühl dkk., 1999). Penelitian tentang semut sebagai indikator lingkungan baru dilakukan di tanah mineral, diantaranya Sakchoowong dkk. (2008) tentang keanekaragaman semut di perkebunan tradisional tanah perbukitan di Thailand Utara dan Yamane (2009) meneliti tentang jenis-jenis semut yang hidup di area yang telah rusak di Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan komposisi jenis dan jumlah individu semut pada lahan gambut alami yang berubah fungsi menjadi lahan kebun kelapa sawit. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di lahan gambut alami dan lahan gambut yang telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dengan umur satu tahun yang terletak di daerah Sungai Pagar Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Daerah Sungai Pagar berjarak ± 60 km dari kota Pekanbaru. Ketebalan lapisan gambut di lokasi berkisar antara 3-5 meter. Sampel hewan tanah dibawa ke laboratorium dan diidentifikasi di Laboratorium Taxonomi Hewan Jurusan Biologi Universitas Andalas. Alat-alat yang digunakan adalah perangkap Pit Fall, gelas, atap seng, mikroskop binokuler, cawan petri, pinset, kuas, kantong plastik, kertas label, kotak sampel, parang, soil termometer, GPS Garmin 60, alat tulis, gunting, dan sarung tangan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan Kahle s, alkohol 70%. Pengambilan sampel dilakukan pada dua stasiun: Stasiun I: Lahan rawa gambut alami. Stasiun II: Lahan rawa gambut yang sudah ditanami sawit selama satu tahun. Masing-masing stasiun dibagi atas empat plot. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Pada tiap plot diambil sebanyak lima titik. Sampel hewan tanah di permukaan gambut diambil dengan perangkap jebak. Pada waktu pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran faktor fisika kimia tanah. Sebelum dilakukan identifikasi, terlebih dahulu dilakukan proses sortir dan mounting terhadap semut yang didapatkan. Proses sortir yaitu pemisahan hewan semut dari semua hewan tanah yang sudah diawetkan dalam botol sampel. Mounting dilakukan setelah semua semut terpisah dari hewan tanah lainnya. Selanjutnya dilakukan proses identifikasi terhadap semut. Proses mounting dan identifikasi dilakukan menggunakan mikroskop stereo tipe Nikon SMZ 1000. Buku acuan yang digunakan untuk identifikasi adalah Bolton (1994), Borror and Delong (1954), Rigato (1994), dan Eguchi (2001a, 2001b, 2006). Identifikasi jenis terhadap famili Formicidae

dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap karakter kepala, clypeus, antena, mata, frontal lobes, leher, abdominal, promesonatal, propodeal lobes, petiole, gaster, sting, maxillary palp, mandibula, femura, dan pygidium (Bolton, 1994). Gambar 1. Lokasi penelitian diambil dari Citra Google Earth HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah jenis dan jumlah individu semut yang didapatkan pada kedua lokasi menjukkan adanya perbedaan (Tabel 2). Jumlah jenis lebih banyak didapatkan pada tanah gambut alami yaitu sebanyak 53 jenis dengan jumlah individu sebanyak 316, sedangkan di tanah gambut yang sudah ditanami sawit selama satu tahun hanya didapatkan jumlah jenis sebanyak 24 jenis dengan jumlah individu sebanyak 237. Terjadinya penurunan jumlah jenis pada lokasi tanah gambut yang sudah ditanami sawit selama satu tahun disebabkan karena pada lokasi tersebut telah dilakukan beberapa perlakuan seperti pengolahan tanah temasuk pembuatan parit dan pemupukan. Selain itu pemberian pupuk juga menyebabkan peningkatan ph tanah (Tabel 1.). Rasio C/N yang awalnya lebih tinggi pada tanah gambut alami, kemudian sedikit menurun dengan terjadinya pembukaan lahan dan penanaman sawit. Hal ini sejalan dengan Crossley dkk. (1992) yang 23 menyatakan bahwa pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah. Penggunaan tanah gambut yang berbeda akan menyebabkan perbedaan populasi dan diversitas antara makrofauna yang aktif di permukaan dan makrofauna yang aktif di dalam tanah. Tabel 1. Faktor fisika kimia tanah rawa gambut No. Parameter Alami Ditanami Sawit 1. Suhu tanah ( o C) 29 31 2. Suhu udara ( o C) 31 32 3. Kelembaban udara (%) 56 45 4. Kandungan P (ppm) 372 271 5. Rasio C/N 26,3 21,8 6. ph tanah 3,9 4,7 7. Kadar organik tanah (%) 21,82 22,08 8. Permukaan air tanah (cm) 57 63

Yulminarti dkk. Jumlah Jenis. Pemberian pupuk pada lokasi tanah gambut yang ditanami sawit menyebabkan beberapa jenis tertentu dari semut yang sebelumnya ditemukan di tanah gambut alami, tidak lagi didapatkan pada lokasi kebun sawit. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis semut tersebut tidak dapat beradaptasi dengan kondisi tanah yang ada sehingga mereka keluar dari habitat tersebut dan mencari habitat baru yang lebih sesuai. Ada juga yang turun ke dalam tanah untuk menghindari suhu permukaan tanah yang lebih tinggi karena kanopi tanaman sawit umur satu tahun baru sedikit yang menutupi permukaan tanah. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan komposisi spesies diantara kedua lokasi. Sebagian besar dari jenis-jenis semut tersebut hanya didapatkan pada land use tertentu saja. Hal ini disebabkan karena faktor fisika kimia pada kedua habitat juga berbeda yang secara langsung juga menyebabkan perbedaan terhadap jenis semut yang dapat hidup di habitat tersebut. Menurut Noor dan Suryadiputra (2004), perubahan lahan gambut menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan penurunan tinggi muka air dan penurunan permukaan gambut. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeringan tanah gambut dan dapat menimbulkan kerusakan struktur gambut serta perubahan struktur hewan tanah yang hidup di bawah maupun di permukaan tanah gambut tersebut, termasuk semut. Mansor dan Mansor (2003) menegaskan bahwa konversi tanah gambut menyebabkan perubahan fungsi yang akan mengakibatkan perubahan pada organisme yang hidup pada tanah gambut tersebut. Dari total 72 jenis semut yang didapatkan, hanya lima jenis yang didapatkan di kedua lokasi yaitu jenis Camponotus sp.2, Leptogenys sp. 2, Leptogenys sp.3, Pheidole sp.7, dan Pheidole sp.9. Pada lokasi tanah gambut alami, jenis semut yang didapatkan paling banyak dari genus Camponotus, Pheidole dan Strumigenys dimana masing-masing genus tersebut ditemukan sebanyak empat jenis. Menurut Agosti et al., (2000) genus Camponotus di habitatnya mempunyai peran fungsional sebagai general foragers, dan genus Pheidole mempunyai peran fungsionalnya sebagai penghancur biji-bijian dan beberapa jenis sebagai omnivora. Sedangkan genus Strumigenys mempunyai peran fungsional sebagai predator. Pada tanah gambut yang sudah ditanami sawit, jenis-jenis yang paling banyak ditemukan adalah dari genus Paratrechina yaitu sebanyak tiga jenis. Genus Paratrechina mempunyai peran fungsional sebagai general foragers. Semua jenis semut yang ditemukan di gambut yang sudah ditanami sawit satu tahun adalah termasuk foragers dan predator. Perbandingan jumlah individu yang didapatkan pada dua lokasi penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang berarti walaupun dari jumlah jenis terdapat perbedaan yang besar. Pada tanah gambut alami dapatkan semut sebanyak 316 individu, sedangkan di tanah gambut yang sudah ditanami sawit selama satu tahun didapatkan semut sebanyak 237 individu. Hal ini disebabkan karena ada jenis semut tertentu yaitu Anoplolepis gracilipes yang didapatkan dalam jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan jenis yang lain. Semut jenis ini mempunyai peran fungsional sebagai foragers. Dari semua jenis semut yang didapatkan dapat dilihat bahwa yang paling banyak ditemukan adalah semut yang mempunyai peran sebagai forager. Hasil ini sangat sesuai dengan kondisi habitat tanah gambut yang merupakan habitat yang terdiri dari timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna yang terdiri dari tumbuhan yang telah mati seperti dedaunan, akar-akar, ranting, bahkan batang pohon lengkap, dan telah terakumulasi selama ribuan tahun (CKPP, 2006). KESIMPULAN Jumlah jenis dan jumlah individu semut lebih banyak ditemukan di tanah gambut alami (53 jenis dan 316 individu) dibandingkan dengan di tanah gambut yang sudah ditanami sawit selama satu tahun (24 jenis dan 237 individu). Dari total jenis yang didapatkan (72 jenis) sebagian besar dari jenis-jenis semut tersebut hanya didapatkan pada habitat (lokasi) yang berbeda. Perbedaan jumlah jenis dan jumlah individu semut disebabkan oleh perbedaan faktor fisika kimia tanah gambut. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari serangkaian Penelitian Disertasi penulis. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada DIRJEN DIKTI yang sudah memberikan beasiswa untuk biaya pendidikan kepada penulis serta juga beasiswa Sandwich sehingga penulis dapat melakukan identifikasi semut di Kagoshima University Jepang dibawah bimbingan Prof. Seiki Yamane. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini baik di lapangan maupun di laboratorium. 24

DAFTAR PUSTAKA Agosti D, Majer JD, Alonso LE, and Schultz TR. 2000. ANTS (Standard Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity). Smithsonian Institution United State of America. Bolton B. 1994. Identification of the ants genera of the world. Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, London. Borror DJ, and Delong DM. 1954. An Introduction to the Study of Insects. The Ohio State University. Holt, Rinehart and Winston. New York. Bruhl A, Carsten, Mohamed M, and Linsenmair KE. 1999. Altitudinal distribution of leaf litter ants along a transect in primary forest on Mount Kinabalu, Sabah, Malaysia. Journal of tropical ecology (1999) 15:265-277. with Cambridge University press. CKPP. 2006. Ekologi. http:www.ckpp.or.id/index.html Crossley JR, Mueller DA, and Perdue JC. 1992. Biodiversity of microarthropods in agricultural soil: relations to processes. Agric. Ecosyst. Environ, 40: 37-46. Eguchi K. 2001a. A Revision of the Bornean Species of the Ant Genus Pheidole (Insecta: Hymenoptera: Formicidae: Myrmicinae). Published by the Japan Sociaty of Tropical Ecology. Tropic. Series 2. ----------. 2001b. A Taxonomic Study on Asian Pheidole (Hymenoptera, Formicidae): New Synonymy, Rank Changes, Lectotype Designations and Redescriptions. Ins. Koreana, 18(1):1-35. -----------. 2006. Six new species of Pheidole Westwood from North Vietnam (Hymenoptera, Formicidae). Revue suisse De Zoologie, 113(1):115-131. Holldober B & Wilson. 1990. The Ants. Cambridge, Mass. 732pp. Maltby and Immirizi. 1993. Carbon dynamics in peatlands and other wetlands soils: regional and global perspective. Chemosphere, 27: 999-1023. Mirmanto E, and Polosokan R. 1999. Preliminary Study on Growth, Mortality and Recruitment of Tree Species in Peat Swamp Forest at Tanjung Putting National Park, Central Kalimantan. Proceedings of the International Symposium on Tropical Peat Lands. Hokkaido University & Indonesia Institute of Science Bogor, Indonesia. Murdiyarso D, Widodo M, and Suyanto D. 2002. Fire risks in forest carbon projects in Indonesia. Science in China (SeriesC) 45:65-74. Noor YR, dan Suryadiputra IN. 2004. Penge-lolaan Lahan Gambut di Indonesia, Potensi dan Tantangan. Wetland Internasional Indonesia Program, Bogor, Indonesia. Rigato F. 1994. Revision of Myrmicinae ant genus Lophomyrmex, with a review of its taxonomic position (Hymenoptera: Formicidae). Systematic Entomology 19:47-60. Sakchoowong W, Jaitrong W, and Ogata K. 2008. Ant Diversity and Traditional Hill-Tribe Agricultural Types in Northern Thailand. Kasetsart Journal (Nat. Sci.) 42:617-626. Steven LP, Mcquaid B, and Campbell CL. 1998. Using ant species (Hymenoptera: Formicidae) as a biological Indicator of Agroecosystem Condision. Community and Ecosystem Ecology. Entomological Society of America. Watanasit S, and Bickel TO. 2005. Diversity of Leaf Litter Ant Communities in Ton Nga Chang Wildlife Sanctuary and Nearby Rubber Plantations, Songkhla, Southern Thailand. Songklanakarin Journal of Science and Technology 27(5):943-955. Widjaja dan Adhi IPG. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak. Jurnal LITBANG Pertanian V (1):1-19. Yamane S. 2009. Odontoponera denticulata (F. Smith) (Formicidae: Ponerinae), a distinct species inhabiting disturbed areas. Ari, 32:1-8. Mansor M and Mansor A. 2003. The Structure and Biodiversity of Peat Swamp Forest. Series of Professor Talk, University of Sain Malaysia. 25

Yulminarti dkk. Jumlah Jenis. Tabel 1. Jumlah jenis dan Jumlah individu semut No. Jenis Semut Jumlah Jenis Jumlah individu Famili Formicidae Alami Sawit Alami Sawit 1. Camponotus gigas x - 2-2. Camponotus sp.2 x x 11 3 3. Camponotus sp.4 x - 23-4. Camponotus sp.5 x - 3-5. Euprenolepis procera x - 52-6. Anoplolepis gracilipes - x - 161 7. Paratrechina sp.2 x - 15-8. Paratrechina sp.3 - x - 5 9. Paratrechina sp.4 x - 2-10. Paratrechina sp.5 x - 3-11. Paratrechina sp.6 - x - 2 12. Paratrechina sp.9 - x - 3 13. Technomyrmex sp.2 x - 1-14. Tapinoma melanocephalum - x - 6 15. Philidris sp.1 x - 2-16. Philidris sp.2 x - 2-17. Philidris sp.3 x - 2-18. Philidris sp.5 - x - 1 19. Dolichoderus sp.1 x - 2-20. Dolichoderus sp.2 x - 3-21. Odontoponera denticulata - x - 1 22. Odontomachus similimus - x - 5 23. Pachycondyla leeuwenhoeki x - 2-24. Pachycondyla sp.2 x - 8-25. Pachycondyla (Branchyponera)sp.3 - x - 2 26. Pachycondyla sp.5 x - 1-27. Pachycondyla sp.6 x - 3-28. Leptogenys sp.1 x - 9-29. Leptogenys sp.2 x x 3 1 30. Leptogenys sp.3 x x 3 2 31. Prionopelta sp.1 x - 1-32. Cryptopone sp.1 - x - 1 33. Hypoponera sp.1 - x - 1 34. Anochetus sp.1 - x - 1 35. Diacamma rugosum - x - 6 36. Amblyopone sp.1 x - 11-37. Amblyopone sp.2 x - 3-38. Myopopone sp.1 x - 1-39. Tetraponera sp.3 x - 2-40. Pheidole tandjongensis x - 4-41. Pheidole longipes x - 73-42. Pheidole quadrensis x - 16-43. Pheidole sp.7 x x 3 8 44. Pheidole sp.8 x - 3-45. Pheidole sp.9 x x 5 2 46. Pheidole sp.10 x - 3-47. Pheidole sp.14 x - 1-48. Pheidole sp.15 x - 2-49. Pheidole sp.19 x - 1-50. Pheidole sp.20 - x - 10 51. Pheidole sp.21 - x - 5 26

No. Jenis Semut Jumlah Jenis Jumlah individu Famili Formicidae Alami Sawit Alami Sawit 52. Pheidole sp.22 - x - 1 53. Crematogaster coriaria x - 1-54. Crematogaster rogenhoffri - x - 2 55. Proatta butteli x - 3-56. Vollenhovia fridae x - 2-57. Lophomyrmex bedoti x - 4-58. Aphaenogaster sp.1 x - 5-59. Aphaenogaster sp.2 x - 2-60. Aphaenogaster sp.3 x - 1-61. Pheidologeton affinis x - 2-62. Monomorium pharaonis - x - 5 63. Monomorium sp.5 - x - 3 64. Eurhopalotrix sp.1 x - 2-65. Acantomyrmex sp.1 x - 1-66. Strumigenys sp.1 x - 2-67. Strumigenys sp.2 x - 2-68. Strumigenys sp.4 x - 2-69. Strumigenys sp.5 x - 1-70. Tetramorium sp.2 x - 1-71. Tetramorium sp.5 x - 2-72. Tetramorium sp.6 x - 2 - Jumlah 53 24 316 237 27