II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

Efisiensi PLTU batubara

TRANSFORMASI BESI DAN MANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Pengertian Siklus Sulfur

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB I PENDAHULUAN. terkandung di kawasan bekas tambang dan industri (Das et al, 2012; Hao dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Sulfur dan Asam Sulfat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

I. PENDAHULUAN. yang sangat besar untuk transportasi dan industri. Kebutuhan sumber daya energi

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah permasalahan besar yang harus dihadapi pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

DESULFURISASI BATUBARA MENGGUNAKAN UDARA DAN AIR

BAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen

BAB I PENDAHULUAN. Australia (BP.2014). Sebagian besar pertambangan batubara di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang potensial, didukung dengan keadaan

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2)

I. PENDAHULUAN. Saat ini Indonesia memproduksi minyak sekitar barel per hari.

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Nitratit (NaNO3) mempunyai struktur kristal yang mirip dengan kalsit dan mudah larut dalam

BAB I PENDAHULUAN. atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

1. Pengertian Perubahan Materi

Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa. Dan bumi itu kami hamparkan, maka sebaik-baik yang

PERSYARATAN PENGAMBILAN. Kuliah Teknologi Pengelolaan Limbah Suhartini Jurdik Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

Transkripsi:

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batubara Energi merupakan suatu hal yang perannya sangat penting bagi kehidupan karena tidak ada hal di alam semesta yang bergerak tanpa adanya energi. Secara umum, energi digolongkan menjadi dua, yaitu energi terbarukan dan energi tidak terbarukan. Energi fosil merupakan energi yang paling banyak digunakan di dunia ini walaupun energi fosil termasuk ke dalam energi yang tidak terbarukan karena penggunaannya yang lebih mudah (Widodo, 2003). Minyak bumi, gas alam, dan batubara merupakan energi yang tergolong ke dalam energi fosil. Batubara merupakan energi yang paling banyak cadangannya di bumi. Batubara merupakan salah satu energi fosil. Karbon, hidrogen, dan oksigen merupakan unsur utama yang terkandung dalam batubara. Bahan utama batubara adalah sisa-sisa tumbuhan yang terbentuk dalam jangka waktu sangat lama. Proses pembentukan batubara secara ringkas terdiri dari dua tahap, tahap pertama adalah tahap biokimia (pembentukan gambut) dan yang kedua adalah tahap geokimia (pembentukan batubara). Tahap pertama berlangsung ketika material tanaman terdeposisi sampai terbentuknya lignit. Sisa-sisa tumbuhan yang telah mati terakumulasi dan tersimpan dalam kondisi reduktif. Tahap kedua adalah tahap pembentukan batubara yang merupakan gabungan dari proses biologi, fisika, dan kimia yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya. Tahap pembentukan batubara ini dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan waktu (Tirasonjaya, 2006). Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang sangat melimpah. Kalimantan dan Sumatera merupakan pulau yang memiliki potensi kandungan cadangan batubara tertinggi di Indonesia. Pulau lain di Indonesia juga ditemukan deposisi batubara walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan kedua pulau tersebut dan juga belum dapat diketahui tingkat keekonomisannya. Jumlah sumberdaya batubara di Indonesia pada tahun 2008 berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral adalah sebesar 104,760 juta ton, sedangkan cadangan batubara yang tersedia adalah sebesar

18,710 juta ton. Cadangan batubara di dunia diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun ke depan. Di Indonesia, batubara biasanya banyak digunakan oleh kalangan industri. Hampir seluruh cabang industri menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Berdasarkan data yang diperoleh, industri yang paling banyak menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya adalah industri PLTU. Dari seluruh konsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta ton, 71.11% digunakan oleh PLTU baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Industri lain yang memenfaatkan batubara adalah industri semen, tekstil, kertas, metalurgi, briket, dan lainnya (TKBN, 2006). Dalam perindustrian Indonesia, Batubara merupakan bahan bakar yang sangat penting selain solar. Batubara memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Perbandingan nilai ekonomis yang diperoleh dari Wikipedia (2009) adalah sebagai berikut: solar Rp 0.74/kilokalori sedangkan batubara Rp 0.09/kilokalori (berdasarkan harga solar Rp 6.200). Hal ini menyebabkan banyak industri yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya. Batubara menempati urutan pertama dalam tingkatan jenis bahan bakar yang dikonsumsi kalangan industri di Indonesia. Faktor yang menyebabkan batubara banyak dikonsumsi, antara lain sumberdaya yang cukup melimpah, dapat digunakan langsung dalam bentuk padat ataupun dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan cair (pencairan), sedang berkembangnya teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan, dan harga yang lebih kompetitif apabila dibandingkan dengan sumber energi fosil lainnya (TKBN, 2006). 2.2. Aspek Lingkungan Pemanfaatan Batubara Penggunaan batubara sebagai bahan bakar tidak selamanya menguntungkan. Batubara merupakan bahan bakar yang sarat dengan masalah lingkungan dan kesehatan manusia. Pembakaran batubara secara konvensional dapat menghasilkan polutan berupa CO (karbon monoksida), NO x (oksida-oksida

17 nitrogen), SO x (oksida-oksida belerang), HC (senyawa karbon), dan juga partikelpartikel yang terhambur ke udara sebagai bahan pencemar udara seperti fly ash (C), debu-debu silika (SiO 2 ), debu-debu aluminia (Al 2 O 3 ) dan oksida-oksida besi (Fe 2 O 3 atau Fe 3 O 4 ) (Eko, 2008). Masalah yang ditimbulkan dari pembakaran batubara terutama disebabkan kandungan sulfur yang terdapat pada batubara sebagai polutan utama. Sulfur merupakan padatan yang rapuh, berwarna kuning pucat, tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam CS 2 (karbon disulfida). Sulfur banyak ditemukan di daerah sekitar pegunungan dan hutan tropis. Di alam, sulfur tersebar dalam bentuk pirit, galena, sinabar, stibnit, gipsum, garam epsom, selestit, barit, dan lainnya (Chen, 1997). Kandungan sulfur pada batubara Indonesia tergolong rendah, namun penggunaan batubara dalam jumlah besar akan meningkatkan emisi SO 2 di lingkungan yang dapat berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan hidup (Sugiono, 2000). Sulfur merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau tajam. Akibat yang dapat ditimbulkan dari tingginya emisi SO 2 di lingkungan, antara lain gangguan kehamilan, gangguan jantung, gangguan fungsi hati, gangguan saluran pernapasan, timbulnya hujan asam, dan gangguan penglihatan (Dejmek et al., 1999; Sunyer et al., 2003; EPA, 2009) 2.3. Biodesulfurisasi Batubara banyak mengandung unsur yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu unsur yang paling berbahaya dalam batubara adalah sulfur. Sulfur yang terkandung dalam batubara terdapat dalam bentuk pirit, sulfat, dan sulfur organik. Pirit (FeS 2 ) merupakan komponen sulfur utama yang terdapat pada batubara, sedangkan sulfur dalam bentuk sulfat hanya terkandung sangat sedikit, yaitu kurang dari 1% (Chen, 1997). Sulfur pada batubara dapat dikurangi sebelum pembakaran berlangsung, ketika pembakaran berlangsung, maupun setelah pembakaran berlangsung. Hal ini diharapkan agar kadar SO 2 hasil pembakaran batubara tidak melebihi baku mutu

lingkungan hidup yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2007 mengenai emisi sumber tidak bergerak yang menggunakan batubara sebagai sumber energi, yaitu sebesar 750 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pencemaran yang ditimbulkan dari pembakaran batubara. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur pada batubara, antara lain secara fisika, kimia, dan biologi. Metode kimia dan fisika merupakan metode yang memakan biaya relatif mahal apabila dibandingkan dengan metode biologi. Desulfurisasi batubara dengan metode fisika dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain metode gravity separation, magnetic separation, electrostatic separation, oil agglomeration, dan flotation. Metode fisika tersebut dapat mengurangi kandungan sulfur dalam bentuk pirit dan ash yang terdapat pada batubara (Chen, 1997). Desulfurisasi batubara dengan menggunakan metode kimia biasanya dilakukan berdasarkan prinsip oksidasi selektif organik sulfur dengan hidrokarbon. Beberapa proses kimia juga dapat menghilangkan pirit dan ash dari batubara. Proses kimia yang biasanya digunakan untuk desulfurisasi batubara antara lain metode Molten Caustic Leaching (MCL), Mayers, Oxydesulfurization, Chlorinolysis, KVB, dan microwave desulfurization. Metode-metode ini dapat mengurangi kandungan sulfur organik yang tidak dapat dilakukan dengan metode fisika, namun metode ini membutuhan biaya yang sangat besar (antara $25 - $35 setiap ton) dan aplikasinya sangatlah terbatas untuk saat ini (Chen, 1997). Hidupnya bakteri pada permukaan mineral memainkan peranan yang sangat penting tidak hanya untuk hidupnya bakteri di alam, namun juga dapat dimanfaatkan dalam industri pertambangan. Salah satu bakteri yang dapat digunakan dalam industri adalah bakteri pengoksidasi besi dan sulfur T. ferrooxidans (Ohmura et al., 1993). Pengurangan kandungan sulfur dengan metode biologi disebut biodesulfurisasi, yaitu metode yang dalam prosesnya memanfaatkan organisme, yaitu bakteri. Metode ini merupakan metode yang memiliki paling banyak keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya (Kargi, 2004), namun desulfurisasi dengan metode biologi memiliki beberapa kekurangan

19 yaitu bakteri hanya mampu mengoksidasi sulfur dalam bentuk-bentuk tertentu (Bos et al., 1985). Bakteri yang dapat digunakan dalam proses desulfurisasi, antara lain: 1. T. ferrooxidans (FeS 2 ), 2. T. thiooxidans (FeS 2 ), 3. L. ferrooxidans (FeS 2 ), 4. S. acidocalderius (FeS 2 ), 5. R. spheriodes (S-organik). Prinsip dari proses biodesulfurisasi batubara adalah dengan mengoksidasi sulfur dalam bentuk organik dan/atau anorganik yang terdapat pada batubara dengan bakteri tertentu yang digunakan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu suhu, kemasaman, konsentrasi sel, konsentrasi batubara, ukuran partikel, komposisi medium, penambahan partikulat dan surfaktan, dan interaksi suatu bakteri dengan bakteri lain. Meningkatkan kecepatan aerasi desulfurisasi batubara juga dapat dilakukan untuk mempercepat kinerja dari bakteri tersebut (Anwar, 2002). T. ferrooxidans merupakan bakteri yang paling penting dalam biodesulfurisasi batubara karena dapat mengoksidasi pirit (FeS 2 ) secara langsung. Walaupun begitu, proses desulfurisasi batubara hanya dengan memanfaatkan salah satu kinerja bakteri akan menghasilkan desulfurisasi yang kurang optimal. Biodesulfurisasi secara kultur gabungan dengan menggunakan berbagai bakteri dapat membuahkan hasil yang lebih baik (Rawling dan Kusano, 1994). 2.4. Thiobacillus ferrooxidans Thiobacillus merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang secara fisiologi dapat hidup dengan baik pada lingkungan sangat asam (Colmer, 1950). Bakteri ini dapat mengatalisis oksidasi pirit dan menciptakan lingkungan yang lebih asam (Hao et al., 2006). Terdapat dua spesies genus Thiobacillus yang dapat digunakan dalam proses desulfurisasi batubara, yaitu T. ferrooxidans dan T. thiooxidans. T. ferrooxidans merupakan bakteri pengoksidasi pirit yang telah banyak dimanfaatkan (Bos et al., 1985). Bakteri ini hidup secara autotrof dengan

pirit sebagai sumber energinya, mengoksidasi sulfur dan besi, lalu menghasilkan ferro sulfat (Olsen, 1991), sedangkan T. thiooxidans tidak dapat mengoksidasi sulfur secara langsung, namun dapat tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi (Schippers et al., 1999). Lingkungan optimum bagi T. ferrooxidans adalah pada ph 2-4 (Hee et al., 1993). Bakteri ini hidup pada deposit pirit (FeS 2 ) dan mendapatkan energi dari mengoksidasi sulfur dan besi. Bakteri ini menghasilkan sulfat dari mengoksidasi sulfur sehingga lingkungannya menjadi lebih asam. Besi yang dimanfaatkan oleh bakteri ini merupakan besi dalam bentuk Fe 2+ yang selanjutnya dirubah menjadi Fe 3+. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut: Fe 2+ + H 2 O + 2H + Fe 3+ + H 2 O Proses reaksi oksidasi pirit (FeS 2 ) yang terjadi menurut Boyd (1982), adalah sebagai berikut: 1) FeS 2 + H 2 O + 3.5 O 2 FeSO 4 + H 2 SO 4 2) 2 FeSO 4 + 0.5 O 2 + H 2 SO 4 Fe 2 (SO 4 ) 3 + H 2 O 3) FeS 2 + 7 Fe 2 (SO 4 ) 3 + 8 H 2 O 15 FeSO 4 + 8 H 2 SO 4 4) Fe 2 (SO 4 ) 3 + 6 H 2 O 2 Fe(OH) 3 + 3 H 2 SO 4 Pada reaksi (1), ditunjukkan apabila oksidasi mineral sulfida seperti pirit (FeS 2 ) akan membentuk ion ferro sulfat dan asam sulfat sehingga kondisi lingkungan menjadi asam. Terbentuknya lingkungan yang asam dari proses oksidasi pirit ini akan menciptakan lingkungan yang baik bagi kehidupan mikroorganisme acidophilic seperti T. ferrooxidans. Lingkungan yang baik ini akan mempercepat kinerja bakteri dalam mengoksidasi pirit. T. ferrooxidans mampu mengoksidasi besi dan sulfur dalam kehidupannya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh energi bagi kehidupannya. Oksidasi pirit (FeS 2 ) secara biologi oleh bakteri T. ferrooxidans dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme langsung dan mekanisme tidak langsung (Silverman, 1967). Pada mekanisme langsung (reaksi 1), pirit dioksidasi secara biologi dan memerlukan kontak fisik antara partikel pirit dengan bakteri T. ferrooxidans itu sendiri. Pada mekanisme tidak langsung (reaksi 2), T. ferrooxidans tidak melakukan kontak langsung dengan pirit, tetapi Fe 2+ akan

21 teroksidasi terlebih dahulu menjadi Fe 3+. T. ferrooxidans kemudian akan mereaksikan Fe 3+ yang terbentuk dengan mineral pirit (FeS 2 ) sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat. Proses ini terjadi ketika lingkungan berada pada kondisi yang masam dimana hal ini merupakan lingkungan tumbuh yang baik bagi T. ferrooxidans.