BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PLTU sebagai salah satu industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar biasanya menghasilkan limbah padat hasil pembakaran berupa abu terbang ( fly ash ), slag ( bottom ash ) dan lumpur flue gas desulfurization. Sehubungan dengan meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka jumlah limbah fly ash juga akan meningkat. Jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 telah mencapai 1,66 juta ton dan pada tahun 2006 mencapai 2 juta ton. Saat ini limbah padat tersebut umumnya ditampung di penampungan abu ( ash lagoon ) dan terakumulasi dalam jumlah yang sangat banyak. Kendala yang dihadapi perusahaan pemakai batubara dalam mengelola limbah hasil pembakaran batubara ( LHPB ) adalah terbatasnya lahan untuk penyimpanan sementara LHPB, sedangkan LHPB setiap hari terus bertambah dan yang memanfaatkan LHPB sangat terbatas. Jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal akan menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan fly ash banyak dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan, salah satunya adalah dengan memanfaatkan limbah padat abu terbang batubara ( fly ash ) sebagai tambahan perekat dalam pembuatan bata beton ( batako ). Adapun yang menjadi alasan penggunaan fly ash sebagai tambahan perekat pada pembuatan batako diantaranya karena fly ash memiliki ukuran butir yang lebih halus dan memiliki warna yang lebih terang ( keabu-abuan ) dari pada bottom ash serta butiran fly ash bervariasi dalam ukuran dan struktur yang dimilikinya. Perbedaan ini terutama merupakan fungsi dari tiga faktor utama, yaitu komposisi kimia,
temperatur zona pembakaran dan waktu tinggal ( residence time ) dari butiran pada zona pembakaran. Secara umum butir fly ash berkisar antara 0,1 µm sampai 200 µm. Sedangkan dari struktur hasil analisa Scanning Electron Microscope ( SEM ) ( Natusch et al, 1985 ), butiran fly ash terbagi dalam lima bagian, yaitu : 1. Butiran besar dengan bentuk tak beraturan. Butiran ini banyak terdapat pada fraksi lebih besar dari 74 µm. 2. Butiran bundar yang berlubang yang sering disebut cenosperes. Butiran ini terdapat pada fraksi 20 74 µm, dan berat jenisnya kurang dari 1 g/cm 3. 3. Butiran bundar yang tak berlubang ( solid ), terdapat pada fraksi 10 µm. atau lebih kecil. 4. Butiran bundar berlubang dengan sejumlah butiran solid ( 5-100) yang terperangkap di dalamnya. 5. Aglomerat dari butiran-butiran kecil ( < 10 µm ) yang membentuk butiran besar yang tak beraturan. Banyak terdapat pada fraksi lebih besar dari 74 µm. Fly ash dengan butiran yang berbentuk bundar atau bola-bola beraturan biasanya sangat aktif, sehingga mudah mengeras apabila dicampur dengan kapur atau air. Ukuran butir yang cukup halus ini mempunyai luas permukaan spesifik yang besar dan erat hubungannya dengan keaktifan yang baik. Dilihat dari segi komposisi kimianya, fly ash banyak mengandung silika yang amorf dan dapat memberi sumbangan keaktifan, sehingga dengan mudah mengadakan kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan, membentuk kalsium silikat yang banyak. Kadar silika di dalam fly ash harus lebih besar dari 40%. Reaksi yang terjadi pada pencampuran tersebut adalah : Ca(OH) 2 + SiO 2 + H 2 O xcao.ysio 2.zH 2 O Dengan x = 2-3, y = 1 dan z = 0,5-3. Senyawa kalsium silikat tersebut bertanggung jawab pada proses pengerasan campuran. Selain mengandung silika, fly ash yang baik sebagai campuran bahan bangunan tertentu juga mengandung oksida-oksida Al 2 O 3 dan Fe 2 O 3, sehingga jumlah SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 lebih dari 70%.
Seperti diketahui reaksi antara bahan pozolan, seperti fly ash adalah penggabungan kapur dengan senyawa SiO 2 dan Al 2 O 3 aktif. Selain kalsium silikat hidrat yang diperoleh dari silika aktifnya, juga terbentuk trikalsium aluminat hidrat. Hasil reaksi antara silika dan alumina dalam kondisi basah melepaskan Ca(OH) 2 sehingga ph-nya bertambah. Dalam keadaan basah, senyawa besi ( Fe 2 O 3, Fe(OH) 3 ) akan mengaktifkan sisa Al 2 O 3 dan SiO 2 ( bertindak sebagai katalisator ) untuk dapat bereaksi dengan Ca(OH) 2. Dilain pihak Fe hidroksida sendiri mempunyai keaktifan yang lemah terhadap Ca(OH) 2. Telah diketahui pula bahwa Fe 2 O 3 bebas dalam semen hanya akan mempengaruhi warna dan tidak memberikan kekerasan. Kenaikan kadar Fe 2 O 3 dapat menurunkan kadar C 3 A dalam semen. Besarnya kadar kalsium silikat dan bahan aktif lainnya terhadap proses pengerasan sangat tergantung pula pada proses pengolahannya, mulai dari pembentukan sampel uji sampai waktu Curing ( pelembaban dan perendaman ) yang diperlukan. Biasanya pengerasan akan bertambah dengan meningkatnya waktu pelembaban dan perendaman. Hal ini dapat dimengerti karena pada pelembaban dan perendaman tersebut akan terjadi reaksi yang lebih sempurna dan terbentuk senyawa kalsium silikat hidrat yang lebih banyak. Selain faktor pengolahan tersebut, kandungan unsur lain, seperti adanya karbon yang terlalu banyak akan menurunkan kuat tekan atau pengerasan. Oleh karena itu disyaratkan kadar karbon harus < 8%. Selain itu Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sampel uji batako adalah jenis semen yang digunakan, ada tidaknya bahan tambahan ( additive ), agregat yang digunakan, kelembaban dan suhu ketika pengeringan serta kecepatan pembebanan ( Putra, D.F. et al, 1996 ). Pada penelitian ini, peneliti juga akan menggunakan bahan tambahan selain abu terbang batubara ( fly ash ) yaitu abu sekam padi ( rice husk ash atau disingkat dengan RHA ) yang akan dikombinasikan dengan semen, pasir dan air kemudian dicampur dengan komposisi tertentu untuk menghasilkan adukan ( mortar ) yang selanjutnya dicetak menjadi sampel uji batako. Abu sekam padi ( RHA ) yang diperoleh dari hasil pembakaran sekam, berkisar antara 16 23 % dengan kandungan silika sebesar 95%.
Dari kandungan silika tersebut, maka RHA dapat digolongkan sebagai salah satu bahan yang memiliki sifat pozolanik. Total alkali pada abu sekam padi ( 1,5 % ) dalam pembuatan batako memberikan dampak peningkatan kuat tekan yang baik. Abu sekam padi adalah sebagai limbah pembakaran sekam padi yang bermanfaat untuk peningkatan mutu beton, mempunyai sifat pozolan dan mengandung silika yang sangat menonjol, bila unsur ini dicampur dengan semen akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi ( Bali, I., Prakoso, A.,2002 ). Sisa pembakaran sekam padi yang berupa abu sekam memiliki kandungan silika yang tinggi, yaitu 94% 96% ( Houston, 1972 ). Kandungan oksida silika ( SiO 2 ) yang tinggi memberikan sifat pozolanik yang baik pada RHA jika dimanfaatkan sebagai bahan tambah parsial pada semen, terutama untuk memperbaiki daerah transisi antara agregat dengan pasta semen di dalam beton. Mohammad ( 2009 ) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, yaitu : 1. Kekuatan pasta semen. 2. Kualitas agregat. 3. Daya lekat antara pasta semen dengan agregat. Kekuatan pasta semen memegang peranan paling penting yang dipengaruhi secara langsung oleh kualitas semen, air dan porositas pastanya. Porositas yang kecil akan meningkatkan kekuatan pasta semen dan sangat dipengaruhi oleh perbandingan air dengan semen ( water cement ratio, w/c ) di dalam campuran. Kualitas agregat yang menentukan adalah kekuatannya, kekasaran permukaannya dan gradasinya, disamping harus dijamin terbebas dari kotoran dan bahan-bahan kimia reaktif. Agregat mengisi sekitar 70% volume beton sehingga kekuatan beton tidak terlepas dari kekuatan agregat dan daya lekat pasta terhadap permukaan agregat. Priyosulistyo,H.et al ( 1999 ), menyebutkan bahwa reaktivitas antara silika di dalam RHA dengan kalsium hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh pada peningkatan mutu beton.
Dengan demikian abu terbang batubara ( fly ash ) memiliki sifat sebagai pengikat jika dicampur dengan air, disamping itu juga merupakan pengikat pasir. Pasir silika mempunyai sifat hydrophilic, yaitu sifat yang dimiliki sebuah material untuk menarik dan mengikat air pada permukaanya. Sedangkan abu sekam padi ( RHA) merupakan material bersifat sebagai pengisi yang mengandung unsur-unsur bermanfaat dalam meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik beton. Penggunaan abu sekam padi akan mengurangi porositas beton dan sekaligus meningkatkan daya lekat antara pasta semen dengan agregat. Maka pemanfaatan abu terbang batubara ( fly ash ) dan abu sekam padi ( RHA ) sebagai material adalah untuk mengurangi pemakaian semen pada campuran beton. 1.2. Perumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah abu terbang batubara Sibolga memenuhi parameter sebagai perekat pada pembuatan batako? 2. Bagaimana komposisi fly ash yang digunakan untuk mengetahui hasil yang optimum? 3. Seberapa besarkah pengaruh limbah abu terbang batubara dan limbah abu sekam padi terhadap karakteristik batako? 1.3. Tujuan Penelitian Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini : 1. Untuk memanfaatkan limbah abu terbang batubara dalam pembuatan batako. 2. Untuk mengetahui hasil yang optimum dari komposisi fly ash yang digunakan. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh limbah abu terbang batubara dan limbah abu sekam padi terhadap karakteristik batako.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai : 1. Tambahan informasi tentang karakteristik batako yang menggunakan limbah fly ash dan abu sekam padi pada komposisi semen, pasir dan air. 2. Memberdayakan fungsi limbah abu terbang batubara dan abu sekam padi untuk pembuatan batako. 3. Masukan bagi industri batako untuk menghasilkan produk dengan menggunakan material alternatif. 1.5. Batasan Masalah Limbah yang digunakan pada penelitian ini adalah abu sekam padi dan limbah padat abu terbang batubara. Sedangkan uji terhadap sampel batako hasil percobaan adalah uji kuat tekan, uji kuat patah, uji densitas dan penyerapan air serta foto mikroskopik.