BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Tujuan Pendidikan Nasional, pada Bab II Pasal 3

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 27 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

2015 PENGARUH IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMK NEGERI SE-KOTA BANDUNG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dalam menjalankan tugasnya dapat mencapai hasil dan tujuan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui

BAB I PENDAHULUAN. tentang sistem pendidikan nasional dalam bab II pasal 3 tentang fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan

diidentikkan dengan pendidikan formal. Pendidikan formal diupayakan untuk

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH AWALIYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Suwarsi : Q

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR DINIYAH TAKMILIYYAH AWALIYYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BABI PENDAHULUAN. dipecabkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang menyandang predikat guru professional. Hal tersebut tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk membentuk manusia yang baik dan berbudi luhur menurut cita-cita dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mencapai Tujuan Pendidikan Nasional, pada Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Keberhasilan proses Pendidikan dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, akan ditentukan oleh banyak faktor antara lain, peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, manajemen pendidikan dan fasilitas pendidikan. Disamping itu lingkungan juga akan sangat berpengaruh untuk mendukung keberhasilan proses pendidikan, terutama keluarga, masyarakat, Pemerintah dan swasta (dunia usaha dan dunia industri). Kualitas sumber daya manusia pada dasarnya terdiri dari 2 aspek, yakni aspek fisik (kualitas fisik) dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan-keterampilan lain. Oleh karenanya usaha meningkatkan kelaits sumber daya manusia ini sebatisnya diorientasikan pada kedua aspek tersebut. Untuk meningkatkan kualitas bisa 1

2 diarahkan pada melalui program-program peningkatan gizi dan kesehatan. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan non fisik tersebut maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling dibutuhkan. Langkah inilah yang dimaksudkan sebagai wujud dari pengembangan sumber daya manusia. Dengan kata lain tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat tergantung pada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Hampir disemua negara, masyarakat masih mengakui bahwa Dokter merupakan suatu profesi yang paling tinggi. Sebaliknya, Guru masih dipandang sebagai profesi yang paling rendah. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi Guru disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa siapapun dapat menjadi guru asal ia berpengetahuan. Kekurangan guru didaerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat guru yang tidak mempunyai kewenangan profesional. Faktor kedua disebabkan guru itu sendiri. Banyak guru yang tidak menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesi tersebut. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, menyalah gunakan profesi untuk kepuasan dan kepentingan diri, ketidak mampuan guru melaksanakan tugas profesinya. Dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berkewajiban antara lain: (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi

3 secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pemberlakuan kurikulum baru pada tahun 2004 yang berbasis kompetensi perlu peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran. Kepala Pusat kurikulum Depdiknas, Siskandar mengatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memerlukan kualitas guru yang memadai, oleh karena itu supaya pelaksanaan kurikulum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan banyak pihak, maka perlu ada upgrade terhadap kemampuan guru dalam pembelajaran. Dalam meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran, pemerintah Dinas pendidikan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang-undang RI tahun 1999 tentang pemerintah daerah menjalankan tugas dan fungsi utama memberikan pelayanan dalam pengelolaan satuan pendidikan di kabupaten/kota masingmasing sebagai wujud pelaksanaan MPMBS, salah satu tugas spesifiknya adalah melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan di kabupaten/kota berkaitan dengan pelaksanaan MPMBS. Pembinaan tersebut selanjutnya dimonitoring dan dievaluasi atas tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kebijakan umum umum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat (Anonim, 2004: 49). Dalam harian umum Suara Merdeka (Selasa, 28 Juni 2005) yang ditulis oleh Wibowo mengenai guru profesional disebutkan bahwa Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 5 dan 6 dinyatakan, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.pendidik adalah tenaga

4 kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pasal 42 ayat (1) diundangkan, pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada ayat (2) dinyatakan pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Oleh karena itu, pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan menyelenggarakan pendidikan secara professional. Dalam kenyataannya, ternyata keadaan guru di Indonesia masih dianggap sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki keterampilan dalam pembelajaran yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta),

5 untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas. (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Kondisi objektif di lapangan juga menunjukkan sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Secara nasional, sebagian besar guru SD, SMP, SMA, SMK dan SLB masih kurang sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Program pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam jabatan (in-service training) untuk meningkatkan kualifikasi guru, program penyetaraan D2 untuk guru SD/MI dan D3 untuk guru SMT/MTs, serta diklat lainnya yang berskala luas masih memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana relevansi dan pengaruhnya terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tercinta ini (Anonim, 2005: 20). Kualitas guru sampai saat ini tetap menjadi persoalan yang penting (crucial). Menjadi persoalan yang crucial oleh karena pada kenyataannya

6 keberadaan guru di berbagai jenjang, dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas oleh sebagian kalangan dinilai jauh dari performa yang distandarkan. Seorang Yohanes Surya (pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia atau TOFI yang juga Guru Besar Universitas Pelita Harapan) pun melihatnya begitu, demikian juga dengan pendapat Kepala Balitbang. Depdiknas. kualitas guru menjadi persoalan yang serius di negeri ini (Anonim, 2007: 23). Berpijak dari uraian di atas dengan adanya perbaikan sistem pengembangan keterampilan guru dalam pembelajaran yang berfungsi efektif dan dilaksanakan secara konsisten diharapkan dapat mendukung terwujudnya guru yang cerdas, berbudaya, bermartabat, sejahtera, canggih, elok, unggul dan professional, yakni para guru yang mengedepankan nilai-nilai budaya mutu, keterbukaan, demokrasi, dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sehari-hari dalam kerangka pencapaian visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, profesi sumber daya guru perlu terus menerus tumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Salah satu cara untuk menumbuhkembangkan kemampuan sumberdaya guru adalah melalui supervisi. Salah satu orang yang diberikan tanggungjawab untuk melakukan supervisi adalah kepala sekolah, sehingga kepala sekolah disebut juga sebagai supervisor. Sebagai supervisor kepala sekolah bertugas memberikan bantuan dan bimbingan secara professional kepada guru yang kurang memiliki kemampuan professional dalam mendidik dan mengajar. Hal ini sesuai dengan hakekat

7 supervisi yang dikemukakan oleh Pidarta sebagai berikut: Hakekat supervisi adalah suatu proses pembimbingan dari pihak atasan kepada guru-guru dan para personalia sekolah lainnya yang langsung menangani belajar para siswa, untuk memperbaiki situasi belajar mengajar, agar siswa dapat belajar secara efektif dengan prestasi belajar yang semakin meningkat. Supervisi klinis merupakan salah satu jenis supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap para guru. Jenis supervisi ini merupakan bantuan professional yang diberikan secara sistematik kepada guru berdasarkan kebutuhan guru tersebut dengan tujuan untuk membina guru serta meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kepala sekolah selaku supervisor klinis selain sebagai penanggungjawab tugas-tugas supervisi klinis, juga harus melakukan akuntabilitas terhadap tugas-tugas tersebut. Maksudnya jika tanggung jawab merupakan usaha agar apa yang dibebankan kepadanya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya dalam waktu tertentu, maka akuntabilitas harus melebihi dari kewajiban itu. Dengan kata lain, keberhasilan supervisi klinis untuk mencapai keterampilan guru dalam pembelajaran sangat tergantung kepada sejauhmana tingkat akuntabilitas kepala sekolah. Untuk mencapai tingkat akuntabilitas yang tinggi dalam melaksanakan supervisi klinis kepala sekolah memerlukan pengetahuan dan keterampilan tentang supervisi klinis itu sendiri. Adalah sangat tidak mungkin mengharapkan perubahan tingkat keterampilan guru dalam pembelajaran ke arah yang lebih baik tanpa adanya pengetahuan dan

8 keterampilan yang memadai dari kepala sekolah sebagai supervisor dalam melaksa-nakan supervisi klinis. Selain faktor supervisi, faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap profesionalitas guru adalah pengalaman mengajar guru. Di dalam menekuni bidangnya guru selalu bertambah pengalamannya. Semakin bertambah masa kerjanya diharapkan guru semakin banyak pengalaman-pengalamannya. Pengalaman-pengalaman ini erat kaitannya dengan peningkatan profesionalisme pekerjaan. Guru yang sudah lama mengabdi di dunia pendidika harus lebih profesional dibandingkan guru yang beberapa tahun mengabdi. Pendek kata apabila frekuensi pelatihan semakin meningkat, seyogyanya ada peningkatan pula dalam profesionalisme guru. Dalam melaksanakan proses pembelajaran pengalaman mengajar guru mutlak dimiliki bagi setiap guru. Guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang banyak cenderung mutu pembelajarannya menjadi baik, sebaliknya guru yang pengalaman mengajarnya kurang mutu pembelajaranya pun menjadi rendah. Agar mutu pembelajaran dapat menjadi lebih tinggi tentu diperlukan adanya dukungan sarana prasarana yang memadahi sesuai dengan standar, tanpa adanya sarana prasarana yang memadahi mustahil mutu pembelajaran dapat menjadi baik. Dengan peningkatan mutu diharapkan para guru bisa menyelesaikan proses belajar mengajar dengan standar yang telah ditentukan. Selain itu, guru juga dapat menyelesaikan tugas proses belajar mengajar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dapat menyelesaikan proses belajar mengajar dengan lebih optimal.

9 Iklim suatu organisasi juga mampu berpengaruh terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di dalam sekolah. Iklim organisasi ini berupa suasana yang muncul karena terdapat hubungan antara kepala sekolah, guru dan siswa secara kondusif. Adanya kondisi tersebut mampu merangsang guru untuk termotivasi kesadarannya dalam meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, salah satunya dengan meningkatkan keterampilannya dalam pembelajaran melalui proses belajar mengajar di sekolah (Hadiyanto, 2004: 179). Berdasarkan hal diatas maka mengingat pentingnya keterampilan guru dalam pembelajaran maka penulis tertarik untuk meneliti kontribusi supervisi klinis, pengalaman mengajar guru, iklim organisasi sekolah terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. B. Identifikasi Masalah 1. Proses pembelajaran yang ada di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo masih belum dapat memenuhi standar proses seperti yang telah ditetapkan pemerintah melalui Permendiknas. Nomor 41 Tahun 2007. 2. Supervisi klinis belum terlaksana secara kontinu serta peranan kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi klinis belum optimal. 3. Kebanyakan guru belum memiliki keterampilan dalam pembelajaran yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan

10 pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. 4. Sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. C. Pembatasan Masalah Berdasar pada uraian latar belakang penelitian di atas, penelitian ini dibatasi pada: 1. Persoalan keterampilan guru dalam pembelajaran yang kurang optimal. 2. Rendahnya profesionalisme sangat bergantung pada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuh. 3. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. 4. Banyaknya guru yang tidak menghargai profesinya sehingga tidak mau mengembangkan keahlian dalam profesinya tersebut. 5. Persoalan kualitas guru sampai saat ini menjadi suatu masalah yang harus diselesaikan. 6. Keharusan adanya perbaikan sistem pengembangan keterampilan guru dalam pembelajaran harus ditingkatkan.

11 D. Rumusan Masalah Mengingat ruang lingkup masalah di atas demikian luas dan kompleks, sedangkan kemampuan dan waktu penelitian terbatas, maka ada empat rumusan masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini. 1. Apakah terdapat kontribusi antara supervisi klinis, pengalaman mengajar guru, dan iklim organisasi terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo? 2. Apakah terdapat kontribusi supervisi klinis terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo? 3. Apakah terdapat kontribusi pengalaman mengajar guru terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo? 4. Apakah terdapat kontribusi iklim organisasi terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis dan menguji kontribusi secara bersama-sama antara supervisi klinis, pengalaman mengajar guru, dan iklim organisasi terhadap

12 keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. 2. Untuk menganalisis dan menguji kontribusi supervisi klinis terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. 3. Untuk menganalisis dan menguji kontribusi pengalaman mengajar guru terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. 4. Untuk menganalisis dan menguji kontribusi iklim organisasi terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran di SMP Negeri Sub Rayon 07 Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang keterampilan guru dalam pembelajaran yang ditinjau dari supervisi klinis kepala sekolah, pengalaman mengajar guru, dan iklim organisasi diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori-teori tentang kontribusi supervisi klinis, pengalaman mengajar guru, dan iklim organisasi terhadap keterampilan guru dalam pembelajaran. 2. Secara praktis. a. Bagi dinas pendidikan sebagai bahan masukan untuk mengambil kebijakan dalam merumuskan manajemen pendidikan; dan dapat

13 memanfaatkan hasil studi ini untuk bahan dalam merumuskan kebijakan dalam mengelola dan memberdayakan serta penghargaan bagi guru dalam menjalankan tugas. b. Bagi guru dapat dipakai sebagai bahan introspeksi dalam menyemangati dirinya dalam mengoptimalkan kinerjanya, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang memuaskan. c. Bagi para kepala sekolah dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinannya, sehingga dapat mewujudkan sekolah yang bermutu. d. Bagi Pengawas dapat dipakai sebagai bahan untuk membina dan menilai kinerja guru dalam menjalankan tugas.