1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak yang memasuki masa kuliah umumnya berada pada tahapan perkembangan remaja akhir atau masa adolosen yang berusia antara 18-22 tahun dan secara psikologis sudah tergolong orang dewasa karena sudah dianggap telah mempunyai kemampuan berfikir yang matang (Ahmadi, 2005). Sesuai karakteristik perkembangan seksualnya, orang dewasa termasuk mahasiswa umumnya sudah mengembangkan perilaku seksual dalam bentuk relasi heteroseksual atau pacaran (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004). Terbentuknya relasi heteroseksual pada mahasiswa juga dipengaruhi oleh tugas perkembangannya yaitu remaja mulai membentuk hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Sedangkan heteroseksual sendiri mendorong remaja untuk melakukan perilaku seksual (Hurlock,1980). Kematangan seksual pada masa remaja mendorong mereka tidak hanya sekedar melakukan ekplorasi atau stimulus genital, melainkan berfikir tentang memanfaatkan seksual secara bermakna. Banyak remaja mengembangkan pemahaman tentang fungsi-fungsi reproduksi, hubungan seksual, atau perilaku seksual untuk melengkapi pengetahuan yang mereka peroleh ketika masa kanakkanak. Tidak sedikit remaja yang sudah melakukan hubungan seks ketika mereka berpacaran. Hal ini terjadi karena aktivitas berpacaran mereka yang lebih banyak mengarah kepada kegiatan yang berpotensi menimbulkan rangsangan seksual yang berorientasi pada aktivitas seksual (Surbakhti, 2008). Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis (heteroseksual) maupun dengan sesama jenis (homoseksual) dimana objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2005). Perilaku seksual banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu pengaruh lingkungan pergaulan, akibat perubahan hormonal,dorongan seksual, kurangnya informasi 1
2 tentang seks, kecenderungan orang tua yang tertutup, lemahnya pengawasan orang tua, situasi yang mendukung (Surbakhti, 2008). Situasi yang mendukung sebagai salah satu faktor penentu perilaku seksual pada mahasiswa yaitu lokasi rumah yang berjauhan dari tempat perkuliahan menuntut sebagian mahasiswa memilih tempat kost sebagai rumah kedua mereka. Rumah kontrakan atau rumah kost tanpa induk semang lebih banyak dijadikan pilihan oleh mahasiswa sebagai tempat tinggal sementara selama menempuh studi dari pada rumah kontrakan yang ada pengawasan dari pemiliknya serta rumah kost yang ada induk semangnya, sebab mereka merasa tidak bebas dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang diinginkan, termasuk perilaku seksual. Hal ini dapat dilakukan karena lemahnya pengawasan orang tua dan pemilik kost ditambah lagi masyarakat sekitar yang cenderung individualisme. Yang lebih memprihatinkan, pihak kampus tidak memiliki langkah-langkah penyelesaian sebagai bentuk respon tehadap masalah yang sedang melanda mahasiswanya serta lingkungan masyarakat sekitar kampus yang cenderung lepas tangan dan menutup mata (Dian, 2007). Menurut Wakil Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia), banyak mahasiswa yang menjadikan tempat kost sebagai tempat melakukan hubungan seksual pranikah karena ada kecenderungan pola hubungan sosial sangat renggang antara pemilik kost dengan penghuni kost yang bersifat hubungan transaksional. Ini juga yang menyebabkan tempat kost bebas tanpa ada yang mengawasi (Mochtar, 2009). Hal ini diperkuat oleh data hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Sahara Indonesia selama tahun 2000-2002 menyebutkan dari sekitar 1000 remaja peserta terdapat (44,8%) mahasiswa dan remaja Kabupaten Bandung telah melakukan hubungan seks, hampir sebagian peserta tersebut barada di wilayah kos mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. Didapatkan sebanyak (51,5%) peserta melakukan hubungan seks ditempat kost, menyusul kemudian (30,0%) didalam rumah, (11,2%) di hotel, di taman (2,5%), di tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak
3 diketahui (0,7%) (Mochtar, 2009). Disamping itu responden yang melakukan hubungan seks dengan lawan jenis sebesar (42,0%) yang pernah berciuman dengan lawan jenis, (4,0%) pernah meraba alat vital lawan jenis, dan (12,0%) pernah menyenggol, memegang, meraba, dan membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenisnya (Notoadmojo, 2007).Survei kecil juga dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Psikologi UI (1993) terhadap 200 responden menunjukan bahwa alasan yang dikemukakan oleh sebagian mahasiswa untuk melakukan perilaku seksual adalah (36,2%) sebagai ungkapan kasih sayang, (15,0%) karena terbawa suasana, (14,0%) kebutuhan biologis, dan sebanyak (10,1%) untuk kenikmatan dan kesenangan (Notoadmojo, 2007). Yang lebih memprihatinkan semua peserta polling mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan, semua didasarkan atas dasar suka sama suka dan adanya sebuah kebutuhan. Juga didapatkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua. Didapatkan pula sebanyak (72,9%) responden mengaku hamil, dan sebanyak (91,5%) telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan paramedik dan nonparamedik (dukun). Sementara itu (33,2%) perempuan dan (16,8% )laki-laki mengaku menderita penyakit kelamin akibat hubungan seks bebas (Mochtar, 2009). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahrotul Ulya (2010) di LSM Graha Mitra Semarang, remaja yang melakukan hubungan seksual pertama kali dengan pacar sebanyak (51,6%) dengan alasan terbanyak adalah coba-coba (54,8%), frekuensi melakukan hubungan seksual setahun terakhir adalah 1-3 kali (41,9%), pasangan yang melakukan hubungan seks pranikah terbanyak adalah dengan pacar dan teman sebanyak (48,8%). Sedangkan sebanyak (100%) remaja berpelukan, (93,5%) berciuman, frekuensi melakukan hubungan seksual per minggu < 3 x sebanyak (38,7%) dan 3-5 x juga sebanyak (38,7%). Dari berbagai sumber yang dikumpulkan tentang perilaku seksual remaja oleh Youth Center Pilar PKBI Jateng tahun 2006 didapatkan bahwa perilaku seksual remaja adalah saling mengobrol (100%), berpegangan tangan (93,3%)
4 ciuman pipi/kening (84,6%) ciuman bibir (60,9%) ciuman leher (36,1%) meraba dada dan alat kelamin (25,0%), dan didapatkan (7,6%) melakukan intercourse. Alasan remaja melakukan hubungan seks pranikah adalah ingin coba-coba (15,5%), sebagai ungkapan rasa cinta (43,3%), kebutuhan biologis (29,9%). Sedangkan tempat untuk melakukan perilaku seksual itu sendiri adalah rumah sendiri/pacar (30,0%), tempat kost/kontrakan (32,0%), hotel (28,0%), dan lain-lainya (9,0%). Data yang dikemukakan diatas adalah datadata tentang remaja perkotaan, khususnya di kota Semarang (Pilar PKBI dalm Zuhrotul ulya,2010) Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Sabtu tanggal 4 Desember 2010 di salah satu lingkungan tempat kost di kawasan Perguruan Tinggi Negri di kota Semarang dari 5 orang yang dilakukan wawancara tentang alasan mereka melakukan perilaku seksual pranikah adalah 2 orang mengungkapkan karena rasa ingin tau dan penasaran sementara itu 3 orang yang lainya karena ingin coba-coba merasakan. 5 orang tersebut sepakat bahwa tempat kost merupakan tempat yang dinilai aman dan murah untuk melakukan aktivitas seksual. B. Rumusan Masalah Dari uraian diatas, masalah seks dikalangan mahasiswa kost perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Mengingat dampak yang dihasilkan akibat perilaku seksual cukup serius dan dapat berpengaruh pada kehidupan mahasiswa sendiri dimasa yang akan datang. Disamping itu mahasiswa sebagai penerus bangsa nantinya, sungguh disayangkan jika mereka akan terjerumus dalam dunia pergaulan bebas. Maka kita perlu melakukan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap perilaku seksual yang menjurus ke kehidupan seks bebas sehingga dibutuhkan partisipasi dalam bidang kesehatan,termasuk keperawatan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalahanya yaitu : Bagaimana fenomena tentang perilaku seksual pada mahasiswa kost.
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuaan umum Mengetahui tentang gambaran fenomena perilaku seksual yang terjadi pada mahasiswa ditempat kost. 2. Tujuan khusus a. Memperoleh alasan mahasiswa melakukan aktivitas seksual. b. Megetahui faktor yang mendorong mahasiswa melakukan aktivitas seksual. c. Mengetahui dampak dari perilaku seksual dikalangan mahasiswa kost. d. Mengetahui bagaimana sikap orang tua / teman peer group / masyarakat terhadap aktivitas seksual dikalangan mahasiswa kost. e. Mengetahui harapan mahasiswa terhadap perilaku seksual di tempat kost. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap khasanah keilmuan, khususnya dibidang ilmu keperawatan yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang realita perilaku seksual yang terjadi pada mahasiswa ditempat kost. b. Bagi Orang tua atau Keluarga atau Masyarakat Peneliti ini diharapkan agar orang tua, keluarga atau masyarakat mampu memberikan perhatian yang lebih sehubungan dengan perilaku yang menyimpang pada remaja, khususnya perilaku seksual pada mahasiswa yang tinggal di tempat kost.
6 c. Bagi Pemilik Rumah Kontrakan dan Tempat kost Hasil penelitian ini diharapkan bagi pemilik rumah kontrakan dan tempat kost agar memperhatikan mahasiswa yang tinggal dengan memberikan peraturan-peraturan sesuai dengan norma-norma sosial juga memberikan pengawasan terhadap penghuni rumah kost. d. Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada bidang pelayanan kesehatan mengenai gambaran perilaku seksual pranikah dengan dampak yang diakibatkan oleh perilaku tersebut. e. Bagi Peneliti Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuaan bagi peneliti sehingga mampu mendeskripsikan hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan perilaku seksual pada mahasiswa di tempat kost. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan yang difokuskan dalam bidang ilmu keperawatan komunitas.