BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen

b) Luka bakar derajat II

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS.

VULNUS (LUKA) 1. Definisi Vulnus 2. Klasifikasi Vulnus Apertum

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Luka dan Proses Penyembuhannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN. beraktivitas, dan adanya kemungkinan terjadinya kecacatan karena proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

2. Indikasi Sectio Caesarea

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

Nutritional strategies for the management of sports injuries. dr. Nurussyariah Hammado, M.AppSci (Clinical Exerc.Science)., M.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita *

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

PROSES PENYEMBUHAN DAN PENANGANAN LUKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

BAB I LATAR BELAKANG. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

VULNUS LACERATUM. 1. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

Natrium Cloride 0.9% Bahan untuk Menutup Luka Verband dengan berbagai ukuran. Bahan untuk mempertahankan balutan Adhesive tapes Bandages and binders

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai

DINAS KESEHATAN KOTA PADANG PUSKESMAS LUBUK BEGALUNG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) VULNUS LACERATUM. No. Dokumen: No. Revisi: Tanggal Efektif:

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

STUDI PENGARUH STIMULASI ELEKTRIK (ES) PADA PROSES PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA KULIT MARMUT (Cavia Cobaya)

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer A, 2000). Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga kepermukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga ke dalam (Salter, R. B., 1999). Setelah patah tulang terjadi maka otot, pembuluh darah, dan jaringan lunak lainnya mengalami kerusakan. Sebuah respon sel dengan sel-sel inflamasi dan sel mesenkimal dibedakan yang menonjol dalam tiga sampai lima hari pertama. Peristiwa biologis yang menyebabkan fraktur yang komplek tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan patah tulang sembuh dengan cara pembentukan kalus. Dalam beberapa kasus yang tidak biasa, ketika fragmen fraktur berada dalam kontak yang dekat penyembuhan tulang melibatkan penetrasi osteonal langsung dari seluruh bagian tulang patah proses ini disebut penyembuhan tulang primer. Dalam penyembuhan fraktur pada tulang panjang menjalani proses klinis dalam lima tahap : inflamasi, proliferasi, pembentukan kalus, konsolidasi, remodeling. (Werner, C. M., et al, 2008)

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik,adapun faktor lokal: a) Lokasi fraktur, b) Jenis tulang yang mengalami fraktur. c) Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil. d) Adanya kontak antar fragmen. e) Ada tidaknya infeksi. f) Tingkatan dari fraktur. Dan faktor sistemik : a) umur, b) nutrisi, c) riwayat penyakit sistemik, d) hormonal, e) obat-obatan, f) rokok. ( Liberman, et al, 2005) 2.1.2. Klasifikasi Fraktur Terbuka Klasifikasi fraktur terbuka berdasarkan: (a) mekanisme cedera trauma, (b) derajat kerusakan jaringan lunak, (c) klasifikasi fraktur dan (d) derajat kontaminasi. (Werner CM, dkk, 2008) Klasifikasi patah tulang terbuka yang dibuat oleh Gustillo and Anderson pada tahun 1976 sebagai berikut (Koval,dkk, 2006): Tipe I - Panjang luka < 1 cm, biasanya luka tusukan atau puncture dimana patokan ujung tulang menembus kulit. - Kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda-tanda Crushing Injury. - Fraktur biasanya simple, tranverse atau oblique pendek dan sedikit comminutive.

Tipe II - Panjang luka > 1 cm dan tidak ada kerusakan jaringan lunak yang luas, flap atau infeksi. - Terdapat Crushing Injury ringan sedang. - Fraktur comminutive sedang dan kontaminasi sedang. Tipe III - Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak luas meliputi otot, kulit dan struktur neurovaskuler serta kontaminasi tinggi, sering disebabkan oleh trauma high velocity yang menyebabkan derajat comminutive dan instabilitas tinggi. Tipe III ini dibagi lagi menjadi v Tipe III a Jaringan lunak yang meliputi tulang yang patah cukup adekuat meskipun terdapat laserasi luas, flap atau trauma high velocity, tanpa memandang ukuran luka. v Tipe III b Cedera luas, terdapat atau hilangnya sebagian dari pada jaringan lunak dan stripping periosteal dan bone expose, kontaminasi dan fraktur comminutive yang berat. v Tipe III c Meliputi semua fraktur yang terbuka yang berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah yang harus di repair tanpa memandang cedera jaringan lunak.

2.1.3. Prinsip penanganan Fraktur Terbuka Prinsip penanganan fraktur terbuka. (Koval, et al, 2006) 1. Lakukan evaluasi klinis dan radiografi 2. Pendarahan dari luka harus dilakukan balut tekan daripada pemasangan torniquet atau pun pemasangan klem langsung 3. Pemberian antibiotik parenteral 4. Nilai kerusakan kulit dan jaringan lunak, berikan kasa normal saline lembab pada luka 5. Lakukan reduksi fraktur segera dan pasang bidai 6. Intervensi bedah Penanganan utama pada fraktur tibia terbuka adalah pemberian antibiotik yang tepat, debridement, stabilisasi skletal dan penutupan jaringan lunak secepatnya. (BOA, 2009; Jain, A. K., 2005) 2.2. Infeksi Infeksi adalah terdapatnya mikroorganisme pada jaringan host ataupun pada aliran darah serta terdapatnya respon inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya mikroorganisme tersebut. (Brady, J.P., 1994) Hal yang dapat terjadi saat adanya interaksi antara invasi mikroba dengan host yaitu: (Werner, C.M., et al, 2008) Eradikasi, Containment (sering dihubungkan dengan pus), Infeksi regional (selulitis,limfangitis) Infeksi sistemik

Pada tempat infeksi, ditemukan tanda-tanda klasik yaitu rubor, kalor, tumor, dolor dan di daerah-daerah seperti kulit atau jaringan subkutan yang umum. (Werner, C. M., et al, 2008) Pada infeksi selain menimbulkan reaksi lokal, reaksi sistemik juga bisa terjadi, diantaranya berupa peningkatan temperatur, peningkatan leukosit, takikardia atau takipneu. Semua reaksi diatas dikenal sebagai SIRS (systemic inflammatory response syndrome). (Werner, C. M., et al, 2008) Beberapa faktor yang telah dikenal sebagai faktor yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi, antara lain : tidak adanya pemberian antibiotik profilaksis, bakteri pada luka yang resisten terhadap antibiotik, waktu antara pemberian antibiotik dan debridement dengan saat kejadian yang panjang, kerusakan jaringan yang luas, patah tulang tibia terbuka, hasil kultur yang masih menunjukkan adanya bakteri setelah dilakukan debridement dan irigasi serta adanya clostridium perfigens pada saat penutupan. Patzakins, Wilkins, dan Moore (1983) 2.3. Debridement Prinsip penanganan infeksi secara bedah terdiri dari drainase pus, debridement, devitalisasi jaringan dan pembuangan debris atau benda asing yang terdapat pada tempat yang mengalami infeksi. Debridement atau eksisi jaringan non vital adalah suatu tindakan yang dilakukan karena jaringan yang telah kehilangan sumber penyedia perdarahan yang mencegah penyembuhan luka primer dan mencegah infeksi, eksisi bedah

terhadap jaringan rusak terhadap semua jaringan non vital, seperti kulit, lemak subkutis, fasia, otot dan fragmen jaringan ikat tulang, sangatlah penting. Material asing seperti potongan kain dan kotoran harus dibersihkan. (Salter, R. B, 1999) Pada tahun 2010, British Orthopaedic association and the British Association of Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgeons membuat suatu kesepakatan manajemen fraktur terbuka tibia. Sistematik debridement pada fraktur tibia (Wiesel, et al, 2007): 1. Pemberian Antibiotik profilaksis 2. Pemberian cairan sabun 3. Persiapkan tungkai yang akan di debridement dengan cairan NaCl 0.9%, cegah kontak chlorhexidine dengan luka terbuka 4. Sistemetik debridement mulai dari jaringan superfisial sampai profunda dan mulai dari perifer sampai sentral dari luka. 5. Semua jaringan mati dan fragmen tulang yang tidak terikat dengan soft tissue harus dibuang. 6. Semua tahapan ini dilakukan dengan prinsip irigasi. 2.4 Fase Penyembuhan Luka dan Prinsip Penanganan Luka Dahulu penyembuhan luka dibagi terhadap 3 fase : inflamasi, proliferasi dan remodeling. Walaupun begitu setiap fase dijabarkan atas peristiwa yang berbeda, terdapat suatu tingkat waktu yang berbeda dan variasi pada fase tersebut. Faktor yang mempengaruhi waktu dan panjangnya dari peristiwa ini meliputi usia iskemik, nutrisi, radiasi, merokok, penyakit sistemik seperti diabetes, kontaminasi

atau infeksi, pengeringan dan jumlah jaringan yang non vital atau nekrotik. (Krynger, et al, 2007) 2.4.1 Fase Inflamasi Terjadi segera setelah cedera, pendarahan muncul sebagai hasil dari gangguan pembuluh darah. Hemostasis terjadi dengan vasokonstriksi awal dan kemudian dilapis dengan pembentukan platelet dan pembekuan. Degenerasi platelet menghasilkan berbagai macam substansi, yaitu Platelet-Derived Growth Factor (PDGF) and Transforming Growth Factor-β (TGF- β), dimana mengaktifkan kemotaksis dan proloferasi sel-sel inflamasi yang menandai fase penyembuhan luka ini. Mengikuti periode vasokonstriksi dan migrasi sel ketempat yang cedera dibantu dengan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas endotel (mediasi oleh histamin, prostacyclin dan zat lain). (Krynger, et al, 2007) Sel pertama yang sampai adalah leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mana jumlahnya meningkat pada 24 jam pertama. Sel sel ini membantu proses pembersihan luka dari debris dan bakteri. Setelah 2 3 hari berikutnya, makrofag sebagai tipe sel utama. Makrofag memiliki beberapa peran penting beberapa penyembuhan luka termasuk vagositosis pelepasan berbagai growth factor dan cytokines, dan pengambilan sel inflamasi tambahan. Pentingnya makrofag telah dicontohkan oleh penelitian yang telah menunjukkan bahwa penyembuhan luka sangat terganggu tanpa keberadaannya. Sebaliknya, penghambatan atau penghancuran PMN selama fase inflamasi masih dihasilkan dalam penyembuhan luka normal tanpa adanya bakteri. Akhirnya terdapatnya limfosit pada luka

walaupun peran langsungnya pada penyembuhan luka masih perlu diteliti lagi. (Krynger, et al, 2007) 2.4.2 Fase Proliferasi Bekuan darah yang terbentuk selama inflamasi menyediakan kandungan sementara dan pondasi untuk proliferasi dari tipe sel dominan selama fase ini fibroblast. Sebagai tambahan faktor pertumbuhan menstimulasi angiogenesis dan kapiler yang tumbuh dari sel endothel. Kapiler dan fibroblast membentuk suatu instansi yang dikenal secara klinis dan histologi sebagai jaringan granulasi. Fibroblast menghasilkan kolagen yang merupakan struktur molekul penting pada luka akhir. Awalnya, kolagen tipe 3 dihasilkan dalam jumlah relatif banyak pada penyembuhan luka, perbandingan kolagen tipe 1 dan tipe 3 adalah 4:1 dengan secara berkala kembali selama fase remodeling. (Kreder, H. J., 1995; Krynger, et al, 2007) Pembentukan kolagen ini terjadi dalam beberapa langkah, proses dinamis dengan komponen intrasel dan ekstrasel. Prokolagen disintesis dan disusun sebagai suatu triple helix. Setelah sekresi prokolagen dari lapisan intraseluler, peptidase kemudian mensekresi kembali. Akhirnya, hidroksilasi dan keterkaitan dari kolagen dibutuhkan untuk kekuatan dan stabilitas dari protein ini. (Krynger, et al, 2007) 2.4.3 Fase Remodeling Sekitar 2-3 minggu setelah cedera akumulasi kolagen mencapai tingkat optimal dimana tidak ada perubahan kandungan kolagen total selama kejadian ini

teradapat penggantian kolagen fibril secara acak dengan fibril yang tersusun baik. Proses remodeling ini berlangsung hingga 1 tahun. Jaringan parut berlanjut untuk mendapatkan kekuatan pada fase ini; bagaimanapun kekuatan tarik menarik dari luka tidak pernah mencapai seperti jaringan, mencapai sekitar 70% dari kekuatan normal. (Krynger, et al, 2007) 2.4.4 Epitelisasi Kulit terdiri dari epidermis dan dermis, dari sekian banyak fungsi penting dari epidermis adalah untuk menyediakan suatu pembatas terhadap bakteri dan patogen lain dan untuk mempertahankan lingkungan tubuh yang lembab. Ketika kulit terluka, epitelisasi mulai terbentuk kembali pada permukaan luka segera setelah luka terjadi. Pada luka yang agak dalam, epitelium memperoleh dari lapisan kulit, folikel rambut dan kelenjar keringat. Sebaliknya pada luka yang dalam epitel bermigrasi dari ujung luka dengan rentang 1-2 mm per hari. Epitelisasi yang tertunda menjadikan suatu fase inflamasi yang lebih lama yang menjadikan kemampuan tubuh kurang baik untuk mengembalikan struktur dan fungsi dari kulit. (Eric, W., dkk, 2009; Krynger, et al, 2007) 2.4.5 Kontraksi Luka Myofibroblast adalah fibroblast yang mengandung aktin mikrofilamen dan menjadikan kontraksi luka muncul. Pada keadaan tertentu, kontraksi luka menguntungkan, karena menghasilkan area luka yang lebih kecil. Bagaimanapun, kontraksi luka yang muncul melintasi suatu sendi seperti siku, lutut atau leher dapat membuat keterbatasan fungsi. (Krynger, et al, 2007)

2.4.6 Keuntungan dan Kesulitan Pengertian terhadap ilmu dasar dari penyembuhan luka memiliki implikasi klinis yang penting. Hemostasis, debridement adekuat dari luka kotor atau terkontaminasi dan penanganan jaringan yang baik menurunkan fase inflamasi pada penyembuhan luka. Menjadikan pasien membersihkan lukanya dengan larutan non iritasi seperti air yang menurunkan inflamasi. Sebagai tambahan memperkecil ketegangan dan ruang kosong selama penutupan luka meningkatkan kemungkinan terbentuknya luka yang lebih baik. Penyembuhan luka yang lembab lebih unggul dari pada penyembuhan dengan luka yang kering; Karena itu verban haruslah dibuat dalam kondisi yang lembab. Pasien dengan luka yang kronis atau sulit sembuh sering membutuhkan tambahan untuk menyediakan substrat untuk kebutuhan pembentukan kolagen dan epitelisasi. (Krynger, et al, 2007)