BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten/kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab: 1. Kewenangan Otonomi Luas Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu 10

11 keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. 2. Otonomi Nyata Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah. 3. Otonomi Yang Bertanggung Jawab Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu: 1. Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

12 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu 3. Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 2.2 Pendapatan Daerah Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi pemerintah daerah dalam menunjang pembangunan daerah guna membiayai proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan daerah. Pendapatan daerah sebagai penerimaan kas daerah merupakan sarana pemerintah daerah untuk melaksanakan tujuan, mengoptimalkan kemakmuran rakyat yaitu menumbuh kembangkan masyarakat disegala bidang kehidupan.

13 2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Halim (2004:67), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada BAB V (lima) nomor 1 (satu) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah bersumber dari: 1. Pajak Daerah Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel,

14 Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu: a. Sebagai sumber pendapatan daerah (budegtary) b. Sebagai alat pengatur (regulatory) 2. Retribusi Daerah Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan UU ini dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997, sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang baru di satu sisi memberikan keuntungan daerah dengan adanya sumber-sumber pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber pendapatan asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh daerah, terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. a. Retribusi Jasa Umum

15 Adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b. Retribusi Jasa Usaha Adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Retribusi Perizinan Tertentu Adalah pungutan daerah sebagai pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat.

16 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini juga merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. b. Jasa giro. c. Pendapatan bunga. d. Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah. Dana perimbangan berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 19 yaitu Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Tujuan dari dana perimbangan yaitu untuk mengurangi kesenjangan pada bagian fiskal yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.uu No.32 Tahun 2004

17 Pasal 159 sampai Pasal 162 menyebutkan bahwa dana perimbangan terdiri dari: 1. Dana Bagi Hasil Bersumber dari pajak dan sumber daya alam, seperti minyak bumi, pertambangan umum, kehutanan, perikanan, panas bumi. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 164 angka 1 menjelaskan bahwa pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi : hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.

18 2.4 Pajak dan Pajak Daerah 2.4.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sumitro (dalam Mardiasmo, 2009:1) yaitu Pajak merupakan iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pajak merupakan iuran wajib rakyat bagi negara berupa uang yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan dan digunakan untuk membiayai keperluan atau pengeluaran umum negara dalam rangka pembangunan nasional dan kemakmuran rakyat.

19 2.4.2 Fungsi Pajak Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang berperan penting dalam pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan nasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan hal tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu; 1. Fungsi Anggaran (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah. 3. Fungsi Stabilitas Pajak sebagai fungsi stabilitas, sehingga pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

20 4. Fungsi Alokasi Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang. 5. Fungsi Distribusi Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya bersama. 2.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak yang dikenal di Indonesia ada 3 (tiga), yaitu: 1. Official Assesment System Official Assesment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang kewenangan pemungutannya dilakukan oleh aparatur pajak (fiskus), dimana fiskus berkewajiban untuk menentukan besarnya pajak yang terutang dari Wajib Pajak (dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif). Wajib Pajak baru akan mengetahui besarnya pajak yang harus dibayar setelah mendapatkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

21 2. Self Assesment System Self Assesment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang sepenuhnya untuk melakukan perhitungan besarnya pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak yang bersangkutan, dimana Wajib Pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus hanya memberikan informasi serta pengawasan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan. 3. With Holding System With Holding System merupakan sistem pemungutan pajak dimana wewenang dalam pemungutannya diberikan kepada pihak ketiga untuk memungut dan memotong besarnya pajak yang terutang. 2.4.4 Pengertian Pajak Daerah Menurut Mardiasmo dalam buku Perpajakan (2009:93) mengatakan bahwa Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh daerah (melalui Peraturan daerah) untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga Pemerintah Daerah. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi suatu potensi pendapatan agar dapat menjadi obyek pengenaan pajak daerah yaitu (Davey, 1988):

22 1. Kecukupan dan elastisitas penerimaan dari suatu pajak harus menghasilkan penerimaan yang mampu membiayai biaya pelayanan yang akan dikeluarakan. 2. Pemerataan (keadilan) prinsipnya adalah beban pengeluaran pemerintah daerah harus ditanggung oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kesanggupannya. 3. Kemampuan / kelayakan administrasi berbagai jenis pajak didaerah sangat berbeda-beda dalam jumlah, integritas dan keputusan yang diperlukan dalam administrasinya. 4. Kesepakatan politik keputusan pembebanan pajak sangat tergantung pada kepekaan masyarakat tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku disuatu daerah. 5. Diskorsi terhadap perekonomian implikasi pajak yang secara minimal berpengaruh terhadap perekonomian. 2.4.5 Jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 jenis-jenis pajak daerah terdiri dari: 1. Jenis Pajak Propinsi a. Pajak kendaraan Bermotor; b. Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan

23 e. Pajak Rokok. 2. Jenis Pajak Kabupaten atau Kota a. Pajak Hotel Pajak Hotel adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. b. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. c. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas penyelenggaraan suatu daerah. d. Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas penyelenggaraan reklame. e. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

24 g. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut biaya. h. Pajak Air Tanah Pajak Air Tahah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas kegiatan pengembalian dan/atau pengusahaan sarang burung walet. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

25 k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak ats perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 2.5 Efektivitas dan Efisiensi 2.5.1 Pengertian Efektifitas Istilah efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program, dimana dapat dikatakan efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Agung (2005:109) mengemukakan bahwa Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Menurut Sedarmayanti (2009:59) bahwa Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran

26 sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Hans Kartikahadi (dalam Sukrisno, 2004:182) mengemukakan bahwa Efektivitas dimaksud bahwa produk akhir suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuannya, baik ditinjau dari segi kualitas kerja, kuantitas hasil kerja, maupun batas waktu yang ditargetkan, sedangkan menurut Ruchyat Kosasih bahwa Efektivitas diartikan sebagai perbandingan masukan-keluaran dalam berbagai kegiatan, sampai dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan, baik ditinjau dari kuantitas (volume) hasil kerja, kualitas kerja maupun batas waktu yang ditargetkan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Efektivitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keberhasilan dan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan kuantitas, kualitas, maupun waktu yang ditentukan. 2.5.2 Pengertian Efisiensi Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Efisiensi juga dapat dijelaskan sebagai pencapaian output maksimum dari penggunaan sumber daya tertentu. Jika output yang dihasilkan lebih besar dari pada sumber daya yang digunakan maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi yang dicapai.

27 Untuk mengukur tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah dengan membandingkan antara biaya pemungutan pajak daerah yang dikeluarkan dengan realisasi penerimaan pajak daerah. Semakin kecil tingkat efisien berarti semakin baik kinerjanya. Yang dimaksud output yaitu biaya yang dikeluarkan dalam upaya pemungutan pajak daerah. 2.5.3 Efektivitas Pajak Daerah Efektivitas pajak daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah yang ditargetkan (Puspitasari, 2014). Tabel 2.1 Klasifikasi Kriteria Nilai Efektivitas Pajak Daerah Prosentase diatas 100 % Kriteria sangat efektif 90-100 % Efektif 80-90 % cukup efektif 60-80 % kurang efektif kurang dari 60 % tidak efektif Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 2.5.4 Kontribusi Pajak Daerah Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah

28 (PAD). Untuk mengetahui kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan pajak daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada periode tertentu. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), begitu pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga kecil (Mahmudi, 2010:145). Tabel 2.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Pajak Daerah Prosentase Kriteria 0 10 % sangat kurang 10-20 % Kurang 20-30 % Sedang 30-40 % cukup baik 40-50 % Baik Diatas 50 % sangat baik Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996

29 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu Peneliti No. dan Tahun 1 Puspitasari (2014) 2 Boby Fandhi Putra (2014) Judul Penelitian Analisis Efektivitas, Efisiensi, dan Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap PAD Kabupaten Blora Tahun 2009-2013 Analisis Efektivitas Penerimaan Dan Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah. (Studi Pada Dinas Pengelola Keuangan Daerah Kota Blitar) Hasil Penelitian Hasil dari penelitian adalah tingkat efektivitas untuk pajak daerah dan retribusi daerah selama tahun 2009-2013 masuk dalam kategori sangat efektif. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Blora dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 kurang berkontribusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas penerimaan retribusi daerah berdasarkan jenisjenisnya selama periode 2008-2012 secara keseluruhan sudah efektif. Tetapi kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah selama periode tersebut masih kurang, serta

30 program intensifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan pemerintah belum optimal. 3 Ryfal Yoduke (2015) 4 Candra Romanda (2015) Analisis Efektivitas, Efisiensi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Kontribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Bantul Tahun 2009-2014 Kontribusi dan Efektivitas Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pajak daerah tahun 2009, 2011, 2012, 2013, dan 2014 sangat efektif dan di tahun 2010 efektif. Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa tingkat rata-rata pajak daerah memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah selama tahun 2010-2014 masih rendah (kurang) yaitu sebesar 15,41 %, sedangkan efektivitas pajak daerah tahun 2010, 2011, dan 2014 termasuk kategori sangat efektif dan untuk tahun 2012 dan 2103 termasuk kategori efektif.

31 5 Nona Nelly Bawuna (2016) Analisis Efektivitas Kinerja Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Siau Tagulandang Biaro Berdasarkan hasil penelitian mengacu pada analisis efeketivitas Pajak Daerah sangat efektif sedangkan Retribusi Daerah cukup efektif.