BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara berkembang. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat dari glukosa darah yang tinggi dan tidak dapat diobati namun hanya dapat dikelola (Mustapha, dkk, 2014). Tujuan pengelolaan diabetes adalah untuk menghilangkan keluhan atau gejala, mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah timbulnya komplikasi, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan ini dapat tercapai apabila kadar gula darah terkontrol. Oleh karena itu, individu yang menderita diabetes mellitus harus mengatur pola makan dengan makanan yang sehat, rendah lemak dan cukup karbohidrat, menjalani pemeriksaan gula darah, berolahraga secara teratur, menjaga keseimbangan berat badan serta menggunakan obat sesuai anjuran dokter (Kusumadewi, 2011). Diabetes mellitus memiliki efek yang merugikan pada berbagai hasil kesehatan termasuk kualitas hidup. Hampir dua dekade lalu, tercatat bahwa penyakit diabetes mellitus dapat merusak semua dimensi kesehatan penderitanya kecuali kesehatan mental (Stewart, dkk, 1989, dalam Al-Shehri, 2014). Pengobatan untuk penyakit diabetes mellitus memerlukan waktu yang lama yaitu seumur hidup dan tidak hanya pengobatan saja yang harus dilakukan oleh penderitanya, namun juga gaya hidup yang harus dikontrol 1
2 membuat penderita diabetes mellitus terkadang mengalami putus asa dan dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Kualitas hidup itu sendiri didefinisikan oleh WHO sebagai persepsi individu dari posisi mereka di kehidupan dalam konteks sistem budaya dan nilai yang mereka jalani dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan kekhawatiran (Somappa, dkk, 2014). Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa diabetes mellitus memiliki dampak negatif yang kuat pada kualitas hidup. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Larasati (2012) di Rumah Sakit Abdul Moeloek Lampung diperoleh gambaran bahwa dari 89 responden pasien DM Tipe 2 sebanyak 59,6% memiliki kualitas hidup sedang, 27,0% memiliki kualitas hidup baik dan 13,5% memiliki kualitas hidup buruk.sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan sekitar 300 juta orang akan terkena penyakit Diebetes Mellitus pada tahun 2025. Meskipun faktor biologis menjadi penyebab utama penyakit diabetes namun juga perlu diperhatikan beberapa faktor lainnya seperti faktor perilaku, budaya dan gaya hidup terkait untuk perawatan diri, pengelolaan diabetes dan dampak diabetes pada kualitas hidup (Mustapha, dkk, 2014). Karakteristik dari penyakit diabetes mellitus itu sendiri seperti cepat merasa haus, sering buang air kecil, dan berat badan turun. Ketiga hal tersebut sering dialami oleh penderita diabetes. Hal tersebut dikarenakan kadar glukosa yang sangat tinggi pada aliran darah maupun pada ginjal, mengubah
3 tekanan osmotik tubuh. Secara otomatis, tubuh akan mengadakan osmosis untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Ginjal akan menerima lebih banyak air, sehingga penderita akan sering buang air kecil. Konsekuensi lain dari hal ini adalah tubuh kekurangan air. Penderita mengalami dehidrasi (hiperosmolaritas) bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia) (Kaplan, dkk, dalam Suriani, 2012). Idealnya setiap orang memiliki kualitas hidup yang baik, namun faktanya di lapangan bahwa individu yang memiliki penyakit diabetes mellitus memiliki kualitas hidup yang kurang baik atau bahkan menurun. Kualitas hidup itu sendiri sangat penting bagi penderita diabetes, karena banyak orang yang menderita diabetes akan memiliki kualitas hidup yang buruk, sering kurang memperhatikan pengobatan yang rutin dan gaya hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan salah satu penderita diabetes mellitus di Puskesmas Ngaglik 1 yang mengatakan bahwa, terlalu seringnya meminum obat untuk mengontrol gula darah membuat subjek menjadi bosan dan merasa bahwa dirinya hanya menghabiskan uang dengan membeli obat terus-menerus, selain itu dengan terlalu sering mengkonsumsi obat-obatan membuatnya memiliki komplikasi dengan penyakit gagal ginjal. Subjek juga merasa dirinya tidak berguna lagi dan hanya merepotkan suami dan anak-anaknya saja, hingga subjek juga tidak mau keluar rumah untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan adanya indikator penurunan kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus. Individu yang patuh dalam menjalankan
4 pengobatan dan termotivasi untuk mencapai kesehatan akan memiliki kualitas hidup yang baik. Sebaliknya, individu yang tidak patuh dalam menjalankan pengobatan dan membuat daya tahannya menurun dapat mengakibatkan kualitas hidupnya juga menurun dikarenakan tidak adanya pikiran positif mengenai kesehatan yang dapat dicapainya dan menimbulkan rasa putus asa dengan penyakit yang dideritanya serta dapat menyebabkan penyakitnya semakin parah (Chang, dalam Icekson, dkk, 2014). Kualitas hidup juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan individu. Kualitas hidup yang buruk akan semakin memperburuk kondisi suatu penyakit, begitu pula sebaliknya, suatu penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup individu, terutama penyakit-penyakit kronis yang sangat sulit disembuhkan salah satunya seperti diabetes mellitus. Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa hidup dengan diabetes mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup penderita walaupun dengan tanpa komplikasi. Sebuah studi atau populasi melaporkan bahwa depresi umum terjadi pada individu dengan diabetes serta membutuhkan penanganan yang tepat karena menimbulkan kerusakan yang berat terhadap kualitas hidup (Zainuddin, 2015). Beberapa indikator yang dimunculkan dari subjek penelitian menunjukkan adanya penurunan kualitas hidup, yang dapat diketahui dari hasil wawancara kepada beberapa subjek penelitian di Puskesmas Ngaglik 1 Sleman yang meski sudah bertahun-tahun lamanya menderita diabetes mellitus, namun subjek masih saja mengeluhkan penyakitnya yang membuatnya terlihat belum dapat
5 menerima realita bahwa dirinya memang penderita diabetes mellitus. Hal tersebut membuat subjek menjadi kurang baik dalam menjalani kehidupannya tanpa memiliki harapan yang baik di masa yang akan datang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus, seperti usia, pendidikan, status pernikahan, status ekonomi, dll. Selain itu, faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas hidup juga ada dari kepribadian yang didalamnya termasuk juga optimisme. Optimisme itu sendiri dinilai dapat meningkatkan kualitas hidup. Individu yang menderita diabetes mellitus yang memiliki optimisme dapat memunculkan rasa semangat dalam menjalani pengobatan dan dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan harapan akan dapat mencapai kondisi kesehatan yang lebih baik lagi. Optimisme itu sendiri didefinisikan sebagai kecenderungan untuk termotivasi dengan keyakinan yang dimiliki untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Perez, dkk, 2014). Untuk meningkatkan kualitas hidup pada penderita diabetes dapat dipengaruhi oleh sikap optimisme. Individu yang optimis percaya bahwa mereka dapat mengatasi hambatan dan menganggap suatu penderitaan bukan sebagai ancaman. Morales (Perez, dkk, 2014) mengatakan bahwa optimisme memiliki dampak pada persepsi kualitas hidup pada orang yang sakit dan membantu untuk proses pemulihan dari penyakitnya tersebut. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Kamran (2014) menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara optimisme dan kualitas hidup yang dialami oleh individu yang menjalani transplantasi ginjal, individu yang memiliki sikap optimisme
6 cenderung lebih puas dengan kualitas hidupnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang optimis dapat menerima realita dan kondisi hidupnya serta mencoba untuk melihat sisi positif dari kondisi terburuknya sekalipun. Kondisi mampu menerima realita yang ada, akan membuat individu menjadi lebih rajin dalam melakukan pengobatan untuk mencapai kesembuhan yang diinginkan dan dapat dengan mudah menjalankan kehidupan sehari-hari dengan lebih baik lagi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Vilhena, dkk, (2014) yang mengatakan bahwa optimisme dikaitkan dengan fisik yang lebih baik dan kesejahteraan mental, penurunan keparahan penyakit yang diderita, baik kemampuan fungsional dan emosional yang lebih baik. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan antara optimisme dan kualitas hidup yang dimiliki oleh penderita penyakit diabetes mellitus. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara optimisme dan kualitas hidup yang dimiliki oleh penderita penyakit diabetes mellitus. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang Psikologi Kesehatan, Psikologi Positif, dan
7 Psikologi Klinis, serta sebagai informasi tentang hubungan antara optimisme terhadap kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman pada masyarakat umumnya tentang hubungan antara optimisme dan kualitas hidup yang dimiliki oleh penderita diabetes mellitus, sehingga dapat membantu mengatasi permasalahan dalam proses pengobatan dan untuk dapat memberikan gambaran mengenai kualitas hidup seperti apa yang baik untuk digunakan sebagai penyelesaian masalah bagi penderita diabetes mellitus. D. Keaslian Penelitian Penelitian terkait kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus sudah banyak dilakukan dengan melibatkan variabel lain. Di Indonesia penelitian yang menggunakan variabel kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus masih jarang dihubungkan dengan variabel optimisme. Judul dari penelitian ini berbeda dengan judul-judul penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menemukan penelitian serupa dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian serupa dilakukan oleh Yudianto, dkk (2008) dengan judul kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus di rumah sakit umum daerah cianjur. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas hidup yaitu WHOQOL-Bref. Subjek dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus di Poli RSUD Cianjur yang berjumlah 50 orang.
8 Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Diatmi & Fridari (2014), dengan judul penelitian hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di yayasan spirit paramacitta. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang dukungan sosial yang diungkapkan oleh Sarafino (2011), dan skala kualitas hidup dari teori Raphael (Philips, 2006). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh ODHA di Yayasan Spirit Paramacitta yang berjumlah 95 orang. Penelitian lain yang juga membahas mengenai kualitas hidup adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2010) dengan judul pengaruh dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang kualitas hidup yaitu WHOQOL-Bref dan skala dukungan keluarga yaitu Hensarling s Diabetes Family Support Scale (HDFSS). Subjek dalam penelitian ini adalah pasien DM Tipe 2 yang berjumlah 50 orang. Berikut merupakan penjelasan orisinilitas pada penelitian ini: 1. Keaslian Topik Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yudianto, dkk (2008) hanya menggunakan satu variabel saja yaitu kualitas hidup. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Diatmi dan Fridari (2013) memiliki kesamaan variabel yaitu kualitas hidup. Pada penelitian ini juga menggunakan kualitas hidup sebagai variabel, namun hanya saja pada penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu kualitas hidup sebagai variabel tergantung dan dukungan sosial sebagai variabel bebas.
9 2. Keaslian Teori Teori yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Diatmi dan Fridari (2014) adalah teori kualitas hidup yang disampaikan oleh Raphael (Philip, 2006). Teori tersebut berbeda dengan penelitian ini, karena pada penelitian ini menggunakan teori kualitas hidup dari WHO (1996) dan teori optimisme yang disampaikan oleh Scheier dan Carver (1985). 3. Keaslian Alat Ukur Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah skala WHOQOL- BREF yang mengungkap aspek dari kualitas hidup (1996). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel bebas menggunakan skala LOT-R yang mengungkap aspek dari optimisme (Scheier & Carver, 1985). Skala kualitas hidup pada penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Diatmi dan Fridari (2014) yang menggunakan teori dari Raphael (dalam Philip, 2006) yang mengungkap aspek dari kualitas hidup. 4. Keaslian Subjek Subjek pada penelitian yang dilakukan oleh Diatmi dan Fridari (2014) memilikisubjek penelitian orang dengan HIV dan AIDS. Subjek pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2010) adalah penderita diabetes mellitus tipe 2. Hal tersebut berbeda dengan subjek pada penelitian ini yaitu penderita diabetes mellitus.