BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Selain istilah pubertas digunakan juga istilah adolesens. Para ahli merumuskan bahwa pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi, sedangkan istilah adolesens lebih ditekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p. 1). Menurut WHO (1995), yang dikatakan usia remaja adalah antara 10-19 tahun. Sementara itu, masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja juga mengalami perubahan kejiwaan. Remaja menjadi individu yang sensitive, mudah menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Perubahan emosi menjadikan remaja sebagai individu yang agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan. Remaja mulai mampu berfikir abstrak, senang mengkritik, dan ingin mengetahui hal yang baru (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p. 47).
Masa puber adalah masa yang unik dan khusus yang ditandai oleh berbagai ciri tersendiri dari perubahan perkembangan yang tidak muncul pada tahap-tahap lainnya. Di antara ciri-ciri yang penting adalah masa transisi dan tumpang tindih, dikatakan transisi sebab pubertas berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa remaja. Tumpang tindih sebab beberapa ciri biologis psikologis kanak-kanak masih dimilikinya, sementara beberapa ciri remaja juga dimilikinya. Jadi masa puber meliputi tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal remaja (AL-Mighwar, 2006, p.19-20). Dalam perkembangannya, remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Lingkungan sosial budaya yang negatif merupakan faktor risiko bagi remaja untuk terjebak dalam perilaku yang tidak sehat, misalnya merokok, minum minuman keras, penggunaan narkoba, seks bebas, tawuran, tindakan kriminal dan kebut-kebutan di jalan. Semua perilaku remaja yang dianggap menyimpang ini sangat berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan mereka (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p.95). Masalah yang tejadi, akibat tidak tersedianya informasi seks yang benar dan akurat tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja untuk mengakses media-media yang ada. Majalah, buku, radio, TV, internet dijadikan mereka sebagai tempat untuk mendapatkan informasi seks. Seharusnya orang tua mendampingi anak remaja mendapat bimbingan dengan peran serta orang tua (AL-Mighwar, 2006, p.22)
Pemberian informasi tentang reproduksi remaja di beberapa tempat masih dipertentangkan, apalagi jika diberi judul pendidikan seks. Masih terdapat anggapan pendidikan seks akan merangsang remaja melakukan hubungan seksual. Selain itu sebagian orang tua juga yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hal ini, tidak memiliki kemampuan menerangkan serta tidak memiliki informasi yang memadai (Surya, 2005, p.18). Berdasarkan laporan hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah pada Tahun 2010, melakukan penelitian perilaku seksual remaja dengan mengambil 99 responden, diketahui bahwa seluruhnya melakukan aktifitas berpacaran dengan mengobrol (89,9%), berpegangan tangan (82,8%), berpelukan (68,7%), mencium bibir (62,6%), mencium pipi (64,6%), meraba badan/alat kelamin (32,3%), petting (20,2%), sek anal (5,1%), oral seks (8,1%)dan melakukan hubungan seksual (14,1 %). ( PILAR PKBI, 2010 ). Studi kasus PILAR PKBI Jateng pada tahun 2006 tentang perilaku seks remaja di Semarang menunjukkan persentase terbesar usia pertama kali pacaran pada usia 15-19 tahun yaitu 55,3% dari 78.156 jiwa. Persentase terbesar sikap remaja melakukan hubungan seksual adalah dengan pacar yaitu 61.274 jiwa (78,4%), dan 51.582 jiwa (66%) menyatakan tidak menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual, sedangkan 68.699 jiwa (87,9%) menyatakan pernah melihat film atau gambar porno. Media yang
sering dipakai adalah internet 42.985 jiwa (55%), handphone 41.422 jiwa (53%), VCD 35.951 jiwa (46%), dan majalah / koran 35.951 jiwa (46%). Sebanyak 19.265 jiwa (58%) siswa mengalami dorongan seksual setelah menonton gambar/film porno, kemudian didapatkan pula bahwa hanya sekitar 664 jiwa (2%) siswa yang menjawab benar pertanyaan tentang pengertian menstuasi. Topik lain yang menjawab benar pertanyaan tentang merangsang diri sendiri (masturbasi/onani) dapat menyebabkan kemandulan 5.812 jiwa (17,5%), dan hubungan seks yang hanya dilakukan sekali tidak menyebabkan kehamilan 14.449 jiwa (43,5%). (PILAR PKBI, 2006). Data yang diperoleh dari PILAR PKBI Jateng dari Januari 2002 hingga Juni 2010 telah tercatat sebanyak 863 orang telah melakukan hubungan seksual pranikah, 452 remaja putri mengalami kehamilan pranikah dan 244 remaja putri melakukan aborsi. Remaja yang melakukan konsultasi melalui telpon, surat, dan tatap muka, peringkat ke 2 terbesar dilakukan oleh remaja yang duduk di SLTA (PILAR PKBI, 2010). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota (DKK) Kabupaten Demak 2010 telah tercacat 316 jiwa mengalami kejadian hamil di luar nikah dan 5 jiwa yang melakukan aborsi. Angka tersebut semakin besar mengingat semakin tingginya intensitas perilaku seksual remaja pada saat ini. Tersedianya berbagai macam sumber informasi mengenai seks yang salah akan diterima yang secara bebas remaja pada gilirannya akan mencoba-coba ini kaitannya dengan dorongan seks pada masa puber serta pengaruh lingkungan pergaulan. Pornografi yang disuguhkan melalui film-film, bacaan,
video dan sikap permisif yang semakin longgar dalam masyarakat mendorong pergeseran norma-norma, sikap, dan perilaku seks di kalangan remaja (Manuaba, 1999, p. 18). Hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja dapat mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan, dan kehamilan ini belum dapat diterima oleh masyarakat, sehingga terdapat usaha untuk melakukan aborsi. Dalam upaya melakukan aborsi sering dilakukan secara tersembunyi oleh tenaga tidak terlatih atau dukun sehingga dapat berakibat buruk. Akibat buruk aborsi yang ditangani orang yang kurang tepat akan terjadi perdarahan, kerusakan alat reproduksi remaja menimbulkan infeksi menahun, infertilitas dan juga kematian (Manuaba, 1999, p. 19). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 6 April 2011 di MA Futuhiyyah 2 Mranggen Kabupaten Demak, yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu kelas X, XI, XII berjumlah 628 siswa. Dari 15 sampel siswa diperoleh 6 siswa tidak mengerti tentang kesehatan reproduksi, dan 4 siswa tidak mengerti tentang seks bebas. Dari data-data di atas menggambarkan begitu banyak risiko yang harus ditanggung oleh remaja putri karena kehamilan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti hubungan kesehatan reproduksi terhadap sikap remaja putri tentang seks bebas di MA Futuhiyyah 2 Mranggen Kabupaten Demak tahun 2011.
B. Perumusan masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja putri tentang seks bebas di MA Futuhiyyah 2 Mranggen tahun 2011?. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja putri tentang seks bebas di MA Futuhiyyah 2 Mranggen tahun 2011. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan remaja putri tentang kesehatan reproduksi b. Mendeskripsikan sikap remaja putri tentang seks bebas. c. Menganalisis hubungan kesehatan reproduksi terhadap sikap remaja putri tentang seks bebas. D. Manfaat penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Memberikan informasi sebagai pertimbangan untuk merumuskan kebijakan tentang pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja.
2. Bagi masyarakat Mengatahui pentingnya peran keluarga dan lingkungan terhadap pembentuk perbuatan ke arah yang lebih baik. 3. Bagi institusi a. Sebagai refrensi dan tambahan ilmu. b. Untuk mengetahui wawasan dan kemampuan mahasiswa dalam penelitian. c. Sebagai media pembanding untuk pembelajaran keilmuan kesehatan reproduksi yang berkembang. 4. Bagi peneliti Sebagai media belajar dan memperbanyak pengalaman melakukan penelitian masalah kesehatan reproduksi dengan menerapkan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah.
8 E. Keaslian penelitian Tabel 1.1 Keaslian penelitian No Judul, Nama, Tahun Sasaran Variasi yang diteliti Metode Hasil 1. Hubungan antara terhadap sikap remaja tentang hubungan seksual pranikah di SMA Negeri 1 Semarang. Widayati Danik, 2006 50 siswa di SMA Negeri Semarang Variabel bebas : tentang hubungan seksual pranikah. Variabel terikat : sikap tentang hubungan seksual pranikah. Jenis penelitian adalah studi korelatif dengan pendekatan cross sectional Mayoritas responden memiliki baik (84,24%) dan sikap baik (80,74%). Ada hubungan yang signifikan antara remaja dengan sikap remaja tentang hubungan seksual pranikah di SMA Negeri 1 Semarang. 2. Hubungan kesehatan reproduksi remaja putri dengan perilaku seksual di Akademi Kebidanan Kabupaten Kendal Tahun 2009. Sulistianingrum, 2009 50 siswa di Akademi Kebidanan Kabupaten Kendal. Variabel bebas : kesehatan reproduksi. Variabel terikat : perilaku seksual. Jenis penelitian korelasi dengan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional Mayoritas responden memiliki kurang (45%) dan perilaku seksual tidak baik (60%) tidak ada hubungan yang bermakna antara kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja putri di Akademi Kebidanan Kendal.
9