10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik ( Chronic Kidney Disease ) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan uremia (Smeltzer dan Bare, 2002). Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik, ginjal mengalami gangguan untuk memfiltrasi darah sehingga zat sisa metabolisme tubuh seperti urea, asam urat, dan kreatinin tidak dapat diekskresikan, hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah bagi tubuh (National Chronic Kidney Disease Fact Sheet, 2014). Penyakit ginjal kronik menyebabkan fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik (Cahyaningsing, 2009). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang memerlukan renal replacement therapy berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Brunner&Suddarth, 2002). Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia. Menurut United State Renal Data System (2013) di Amerika Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronik meningkat 20-25% setiap tahun. Diperkirakan lebih dari 20 juta ( lebih dari 10%) orang dewasa
11 di Amerika Serikat mengalami penyakit ginjal kronik per tahun. Kasus penyakit ginjal didunia per tahun meningkat sebanyak lebih dari 50%. Perkiraan WHO (2012), Angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun, dan pada tahun yang sama WHO memperkirakan angka kematian disebabkan oleh penyakit kronis di Indonesia mencapai 54% dari seluruh penyebab kematian. Salah satu penyakit kronis yang angka kejadiannya diperkirakan meningkat tiap tahun adalah penyakit gagal ginjal kronik. Data di dunia menyebutkan bahwa di Amerika Serikat jumlah penderita gagal ginjal akut di rumah sakit meningkat dari tahun ke tahun sebesar 4,9% pada tahun 1983; 7,2% pada tahun 2002; 20% pada tahun 2012 ( James, 2013). Peningkatan insidensi terjadi bukan hanya pada penderita gagal ginjal akut saja begitu juga pada gagal ginjal kronik. Menurut data WHO (2012), Penduduk dunia lebih dari 500 juta mengalami gagal ginjal kronis dan sekitar 1,5 juta penduduk menjalani terapi hemodialisa sepanjang hidupnya. Penderita gagal ginjal kronik di Indonesia terus bertambah pada setiap tahunnya. Prevalensi pasien gagal ginjal kronik berdasarkan data mortality WHO South East Asia Region pada tahun 2010-2012 terdapat 250.217 jiwa (WHO, 2013). Riset Kesehatan Dasar (2013), melaporkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan diagnose dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Report of Indonesian Renal Registry (2011), melaporkan dari seluruh pasien yang didiagnosa penyakit ginjal 87%. Di Sumatera Utara, dilaporkan terdapat 392 pasien yang didiagnosa gagal ginjal tahap akhir. Data di Indonesia menunjukkan peningkatan insidensi penderita yang menjalani terapi hemodialisis dari tahun 2007 sampai 2012 yakni 6862 pada tahun 2007, tahun 2008 sebanyak 7328
12 penderita, tahun 2009 sebanyak 12.900 penderita, 2010 sebanyak 14.833 penderita, 2011 sebanyak 22.304 penderita dan 2012 sebanyak 28.782 penderita (Indonesian Renal Registry, 2013). Di Indonesia jumlah pasien yang menjalani hemodialisis pada tahun 2012 sebanyak 24.141 orang. Di RSUP.H.Adam Malik Medan pada tahun 2013 jumlah pasien yang menderita gagal ginjal kronik sebanyak 191 orang kasus, sedangkan di RSUD.DR.Pirngadi Medan sebanyak 184 kasus yang rutin menjalani pengobatan hemodialisis (Askes, 2013). Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Mereka biasanya menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. Pasien memerlukan hubungan yang erat dengan seseorang ataupun keluarga yang bisa dijadikan tempat untuk menumpahkan perasaan pada saat stress dan kehilangan semangat (Brunner&Suddarth, 2002). Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat atau pendorong terjadinya perilaku (Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2007). Dukungan keluarga dalam hal ini memberikan motivasi, perhatian, mengingatkan untuk selalu melakukan pembatasan asupan cairan sesuai dengan anjuran tim medis, dukungan keluarga diperlukan karena pasien gagal ginjal kronik akan mengalami sejumlah perubahan bagi hidupnya sehingga menghilangkan semangat hidup pasien, diharapkan dengan adanya dukungan keluarga dapat menunjang kepatuhan pasien (Brunner&Suddarth, 2002).
13 Berdasarkan penelitian menurut Lila (2009), kepatuhan klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yaitu klien yang patuh sebanyak 20 orang (33,3%) dan yang tidak patuh sebanyak 40 orang (66,7%). Begitu juga dengan penelitian menurut Kartika (2010), bahwa sebesar 9 responden (25,8%) mempunyai pengetahuan baik tentang diet gagal ginjal kronis, sebesar 13 responden (37,1%) mempunyai pengetahuan sedang, dan 13 responden (37,1%) mempunyai pengetahuan kurang. Berdasarkan penelitian di atas lebih banyak pasien yang memiliki pengetahuan dan kepatuhan yang rendah tentang gagal ginjal kronik selama terapi hemodialisa. Dengan demikian perlu adanya dukungan keluarga dimana penelitian menurut Geledis (2015), adanya hubungan yang kuat antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pasien pasien gagal ginjal kronik di RSUP.Kandau Manado. Begitu juga menurut Cornelia (2011), membuktikan bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP. Soeraji Kelaten. Dukungan keluarga juga termasuk faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan selama hemodialisa (Lita, 2009). Perubahan yang terjadi selama hemodialisa adalah perubahan psikologis, fisik, dan aktivitas ( Faradina, 2005). Oleh karena itu sangat diperlukan dukungan keluarga sesuai dengan penelitian menurut Danies (2003), menyatakan bahwa dukungan keluarga memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat depresi pasien yang menjalani hemodialisa. Penelitian yang sama juga membuktikan adanya hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik (Raihani, 2012). Dengan
14 demikian, keluarga sebagai lingkungan sosialisasi yang utama bagi seorang individu diharapkan mampu memberikan bantuan dan dorongan yang dibutuhkan pasien. Dukungan ini diharapkan dapat mengembalikan keberfungsian sosial pasien. Sebab dengan adanya perhatian dari anggota keluarga, seseorang akan merasa diperhatikan, merasa aman, dan memiliki tempat bercerita serta kumpulan harapan yang dapat memberikan persepsi dan energi positif sehingga lebih mampu mengekspresikan dengan lebih baik impian dan harapannnya dimasa datang. Berdasarkan penelitian di atas, dukungan keluarga memiliki hubungan dengan kepatuhan dan pengetahuan pasien terhadap pembatasan cairan serta psikologis pasien. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengambil penelitian tentang; Dukungan Keluarga pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUP.H.Adam Malik Medan. 1.2. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan pada penelitian ini adalah Bagaimana gambaran dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUP.H.Adam Malik Medan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUP.H.Adam Malik Medan.
15 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Pendidikan Keperawatan Sebagai informasi bagi pendidikan keperawatan tentang pentingnya dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga dapat menjadi salah satu intervensi keperawatan yang dapat digunakan. 1.4.2. Pelayanan Keperawatan Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi pelayanan keperawatan khususnya perawat keluarga dan perawat medikal bedah dalam hal meningkatkan asuhan keperawatan keluarga pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dalam untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga keluarga dapat membantu pasien dalam memberikan perhatian. 1.4.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan ataupun data tambahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam lingkup yang sama.