BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin.

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

ANALISIS UNJUK KERJA MEDIAN FILTER PADA CITRA DIGITAL UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merekam suatu adegan melalui media indra visual. Citra dapat dideskripsikan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dihadapi dengan standar median filter. Perbedaan mendasar antara dua filter ini

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Judul : APLIKASI PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN MATLAB 7. 1 Nama : MELISA NPM :

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI. Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Citra (image) istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Batra Yudha Pratama

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONVOLUSI UNTUK PELEMBUTAN CITRA (IMAGE SMOOTHING) DALAM OPERASI REDUKSI NOISE

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

METODE GAUSSIAN SMOOTHING UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA MEDIS YANG BLUR

Pengolahan Citra Berbasis Deteksi Tepi Prewitt Pada Gambar Gigi Manusia Image Processing Based On Prewitt Edge Detection For Human Dental Image

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing)

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang. Semakin banyak penemuan-penemuan baru dan juga

PENGGUNAAN latar belakang dalam proses pembuatan VIDEO COMPOSITING MENGGUNAKAN POISSON BLENDING. Saiful Yahya, Mochamad Hariadi, and Ahmad Zaini,

Model Citra (bag. I)

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB 2 LANDASAN TEORI

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel

ANALISIS EDGE DETECTION CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROBERT DAN CANNY

Model Citra (bag. 2)

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra merupakan salah satu komponen multimedia dimana memegang peranan yang sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimilki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi berkelanjutan (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra (dua dimensi) [7]. Pada Gambar 2.1 adalah citra digital dengan objek Mesjid Raya Al Mashun atau lebih dikenal Mesjid Raya Medan. Gambar 2.1. Citra digital dengan objek Mesjid Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai riil maupun kompleks yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu. Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar. Citra Digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan citra pada titik tersebut. Citra digital yang

6 tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi: 0 x M f(x, y) { 0 y N 0 f L (2.1) Citra digital yang berukuran N x M lazim dinyatakan dengan matriks berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut: f(0,0) f(0,1) f(0, M) f(1,0) f(1,1) f(1, M) f(x, y) = [ ] f(n 1,0) f(n 1,1) f(n 1, M 1) (2.2) Keterangan: N = jumlah baris,0 y N-1 M = jumlah kolom,0 =x M-1 L = maksimal warna intensitas (derajat keabuan), 0 f(x,y) L-1 Masing-masing elemen pada citra digital disebut image element atau piksel. Jadi, citra yang berukuran N x M mempunyai NM-buah piksel. Proses digitalisasi koordinat (x,y) dikenal sebagai pencuplikan citra (image sampling), sedangkan proses digitalisasi derajat keabuan f(x,y) disebut kuantisasi derajat keabuan (gray-level quantization). [7] yaitu: Berdasarkan format penyimpanan nilai warnanya, citra terdiri atas empat jenis, a. Citra biner atau monokrom Pada citra jenis ini, setiap titik atau piksel hanya bernilai 0 atau 1. Dimana setiap titik membutuhkan media penyimpanan sebesar 1 bit. Citra biner ditunjukkan pada gambar 2.2.

7 Gambar 2.2. Citra biner b. Citra skala keabuan Citra skala keabuan mempunyai kemungkinan warna antara hitam (minimal) dan putih (maksimal). Jumlah maksimum warna sesuai dengan bit penyimpanan yang digunakan. Citra sekala keabuan di tunjukkan pada gambar 2.3. Gambar 2.3. Citra skala keabuan c. Citra warna Setiap titik (piksel) pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau dan biru. Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum terdiri dari 8 bit, 16 bit dan 24 bit. Masing-masing citra 8 bit, 16 bit, dan 24 bit ditunjukkan pada gambar 2.4, gambar 2.5 dan gambar 2.6.

8 Gambar 2.4. Citra warna 8 bit Gambar 2.5. Citra warna 16 bit Gambar 2.6. Citra warna 24 bit 2.1.1 Format Citra Digital BMP (Bitmap) Format.bmp adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang umum dapat digunakan untuk menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari

9 beberapa jenis yang setiap jenisnya ditentukan dengan jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan sebuah nilai piksel. [8] 2.2 Pengolahan Citra Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang dimiliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebiih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra menjadi baik kualitasnya maka perlu adanya yang namanya pengolahan citra digital (image processing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Sebagai contoh, citra bangunan PDAM pada Gambar 2.7 (a) tampak agak gelap, lalu dengan proses pengolahan citra kontrasnya diperbaiki sehingga menjadi lebih terang dan tajam (b). [7] (a) (b) Gambar 2.7. (a) citra digital dengan objek bangunan PDAM Tirtanadi agak gelap, (b) citra digital dengan objek bangunan PDAM Tirtanadi yang telah diperbaiki kontrasnya sehingga terlihat jelas dan tajam. Secara umum, pengolahan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis operasi sebagai berikut [7]:

10 a. Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri -ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan citra, yaitu perbaikan kontras gelap atau terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement), penajaman (sharpening), pemberian warna semu (pseudocoloring), penapisan derau (noise filtering). b. Pemugaran citra (image restoration) Operasi ini bertujuan menghilangkan atau meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu penghilangan kesamaran (deblurring) dan penghilangan derau (noise). c. Pemampatan citra (image compression) Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG. d. Segmentasi citra (image segmentation) Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola. e. Analisis citra (image analysis) Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadang diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh-contoh operasi analisis citra, yaitu pendeteksian tepi

11 objek (edge detection), ekstraksi batas (boundary) dan representasi daerah (region). f. Rekonstruksi citra (image reconstruction) Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh. 2.3 Deteksi Tepi (Edge Detection) Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi didalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek, oleh karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek didalam citra. Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek didalam citra. [7] Deteksi tepi merupakan salah satu proses pengolahan citra yang menggunakan filter atau penapis. Untuk mengaplikasikan penapis pada citra, digunakan metode konvolusi. Konvolusi dinyatakan dalam matriks, dimana setiap elemen matriks penapis tersebut dinamakan koefisien konvolusi. Operasi bekerja dengan menggeser kernel piksel per piksel, yang hasilnya kemudian disimpan dalam matriks baru. Untuk lebih jelasnya, berikut contoh konvolusi yang terjadi antara citra f(x,y) berukuran 6x6 dengan sebuah kernel berukuran 3x3 yang diperlihatkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Matriks Citra dan kernel sebelum konvolusi dengan tanda menunjukkan posisi (0,0) dari kernel

12 Tahapan untuk mendapatkan hasil konvolusi yang terjadi antara citra dan kernel diatas dapat dilihat pada Gambar 2.9. g = 0+(-6)+0+(-6) 12+(-3)+0+(-4) +0=1 g = 0+(-4)+0+(-4) 15+(-8)+0+(-1) +0= -2 g = 0+(-4)+0+(-5) 20+(-1)+0+(-1) +0=9 Gambar 2.9. Tahapan Proses Pembentukan Konvolusi Sehingga diperoleh hasil akhir dari proses konvolusi tersebut, yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Gambar 2.10. Hasil Konvolusi Citra dan Kernel Tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak besar dalam jarak yang singkat. Tepi biasanya terdapat pada batas antara dua daerah berbeda pada suatu citra. Tepi dapat diorientasikan dengan satu arah, dan arah ini

13 berbeda-beda bergantung pada perubahan intensitas. Ada tiga macam tepi yang terdapat didalam citra digital ditunjukan pada Gambar 2.11, yaitu [7]: a. Tepi curam yaitu tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90 0 b. Tepi landai yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan. c. Tepi yang mengandung derau (noise). Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi komputer mengandung derau. Operasi peningkatan kualitas citra dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendeteksian tepi. Gambar 2.11. Jenis-jenis Tepi Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi didalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek didalam citra. Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek didalam citra. 2.4 Algoritma Prewitt Algoritma Prewitt adalah satu dari jenis operator gradien ortogonal (sebidang) yang menggunakan dua matriks dengan ukuran 3x3 (kernel) yang ditunjukkan pada gambar 2.12, yang mana menghitung gradien dalam arah x dan gradien dalam arah y. Matriks tersebut beroperasi di atas citra dengan memanipulasi persegi piksel. Prewitt menghitung gradien intensitas citra pada setiap titik dan kemudian memberikan

14 perintah untuk meningkatkan intensitas citra pada setiap titik dari terang ke gelap. Daerah Tepi merupakan kontras intensitas kuat yang gelap atau terang. -1-1 -1-1 0 1 0 0 0-1 0 1 1 1 1-1 0 1 Kernel Gx Kernel Gy Gambar 2.12. Kernel pada operator Prewitt Kernel ini dirancang untuk merespon secara maksimal untuk tepi yang berjalan secara vertikal dan horizontal relatif terhadap grid piksel, satu kernel untuk masingmasing dua orientasi tegak lurus. Kernel dapat diterapkan secara terpisah pada gambar masukan, untuk menghasilkan pengukuran yang terpisah dari komponen gradien pada setiap orientasi (Gx dan Gy) yang kemudian dapat dikombinasikan bersama untuk menemukan besarnya absolut dari gradien pada setiap titik dan orientasi dari gradiennya. Besarnya gradien diberikan oleh: G = G x 2 + G y 2 (2.3) Secara matematis, pendekatan gradien dihitung menggunakan: G = G x + G y (2.4) Dua komponen dari gradien sangat mudah dihitung dan ditambahkan diatas citra masukan menggunakan operator konvolusi (kernel) yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. a 0 a 1 a 2 [ a 7 (x, y) a 3 ] a 6 a 5 a 4 Gambar 2.13. Operator konvolusi untuk menghitung gradien Kernel digunakan untuk menghitung gradien, yaitu: G = (a2 + 1 x a3 + a4) (a0 + 1 x a7 + a6) (a0 + 1 x a1 + a2) (a6 + 1 x a5 + a4) (2.5)

15 2.5 Algoritma Homogeneity Algoritma Homogeneity adalah algoritma yang praktis dan cepat dalam mendeteksi tepi dimana dalam menentukan nilai maksimum dari pengurangan serangkaian piksel. Homogeneity menghitung perbedaan maksimum dari piksel dengan piksel tetangga yakni 8 arah, ditunjukkan pada gambar 2.14. a0 a3 a1 g(x,y) a2 a4 a5 a6 a7 Gambar 2.14. Operator homogeneity Untuk menghitung gradien, menggunakan: G = (g(x,y) a0), (g(x,y) a1), (g(x,y) a2), (g(x,y) a3), (g(x,y) a4), (g(x,y) a5), (g(x,y) a6), (g(x,y) a7) (2.6) 2.6 Penilaian Kualitas Citra Penilaian kualitas citra dilakukan dengan cara penilaian secara objektif dengan menggunakan besaran MSE dan PSNR kedua besaran tersebut membandingkan piksel-piksel pada posisi yang sama dari dua citra yang berlainan. 2.6.1 Mean Square Error Mean Square Error (MSE) merupakan tolak ukur analisis kuantitatif yang digunakan untuk menilai kualitas sebuah citra keluaran dan keunggulan sebuah metode yang digunakan. Semakin tinggi MSE maka kualitas hasil pengolahan semakin buruk [1]. Rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli dengan citra hasil pengolahan yang secara matematis dapat dirumuskan dengan:

16 MSE = M 1 N 1 1 MN (f(x, y) g(x, y))2 x=0 y=0 Dimana: f(x,y) = citra asli g(x,y) = citra hasil pengolahan M = Tinggi citra N = Lebar citra (2.12) 2.6.2 PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise), yang dinyatakan dalam satuan desibel (db), noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan ( MSE). Semakin tinggi nilai PSNR maka kualitas hasil pengolahan semakin baik. Secara matematis, nilai PSNR dapat dirumuskan sebagai berikut [1]: PSNR = 20 log10 ( 255 MSE ) (2.13)