BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Identifikasi Permasalahan Kebudayaan merupakan sesuatu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kebudayaan sendiri ialah keseluruhan kompleks yang meliputi ilmu, kepercayaan, kesenian, tata social, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari anggota-anggota masyarakat. 1 Begitu juga dengan pernikahan yang merupakan suatu pranata (institusi) budaya, yang menurut keyakinan iman kristen dibenarkan oleh Tuhan. Ditegaskan pula bagaimana sepatutnya hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur. Dalam hubungan ini ada seperangkat nilai-nilai dan ketentuan yang mengatur kelangsungan hidup manusia, termasuk bagaimana melangsungkan sebuah pernikahan. Pranata perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pun bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana sesuatu kelompok itu berada serta bergaul. Ia antara lain dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. 2 Pranata (institusi) adat adalah suatu sistim norma yang mengatur kelangsungan hidup suatu persekutuan di dalam interaksi sosial antara mereka itu sendiri. Manusia atau suatu kelompok masyarakat yang taat pada adat, adalah suatu pencerminan dari tatanan budaya yang paripurna, mulai dari lahir sampai meninggal, hal mana yang tidak 1 Mahjunir, Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan kebudayaan, (Jakarta: Bhrantara, 1967)2 2 Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH. Hukum Perkawinan Indonesia, menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Mandar Maju/1990/Bandung, 1 1
lepas dari sentuhan adat. Contohnya pada saat kelahiran, kegiatan masohi 3, acara pernikahan, upacara-upacara adat lainnya termasuk pada upacara kematian. Di wilayah Maluku Tengah (kepulauan Lease), khususnya desa tradisional yang dalam istilah hukum adat disebut negeri Titawai, ada istilah pernikahan yang disebut nikah dagang, di mana sebuah pasangan yang mau menikah harus melewati serangkaian kegiatan upacara adat dalam negeri tersebut. Ritus ini mengharuskan pihak laki-laki (mempelai pria) membayar sejumlah harta (mas kawin) untuk harta rumah tangga dan harta negeri antara lain berupa: (1) Kain Putih satu kayu (2) Sirih, Pinang, Tabaku, kapur (3) Sopi (4) Rokok (5) Sejumlah uang untuk pemuda negeri, Raja, penjaga pintu Baileo Ini merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh pihak mempelai laki-laki, agar supaya pasangan tersebut dapat dinikahkan secara adat. Ketika seluruh prosesi adat telah dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki, maka pihak perempuan sebaliknya juga akan melakukan prosesi adat serupa,dalam hubungan ini ketika pesta pernikahan sedang berlangsung keluarga perempuan akan menebus semua hartanya berupa semua perlengkapan dapur,ruang tamu,dan kamar kepada suami. Ini merupakan simbol kepatuhan istri kepada sang suami, seolah-olah telah terjadi perdagangan harta antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Dari situlah timbul istilah nikah dagang. Ketika semua proses yang telah penulis utarakan diatas tidak dilakukan oleh 3 Masohi adalah kegiatan bersama-sama melakukan suatu pekerjaan (gotong royong) 2
pasangan yang akan menikah, maka sanksi dan larangan yaitu diyakini (mereka tidak dikaruniai keturunan, tidak bahagia, dan sebagainnya). Penduduk negeri Titawai sendiri sangat melekat pada adat istiadat yang diberlakukan kepada mereka. Oleh sebab itu harus mematuhinya. Jelaslah bahwa suatu upacara pernikahan yang seharusnya dilandaskan pada kewibawaan gereja dan hukum, kini juga harus melewati suatu mata rantai upacara tradisional berupa ritual adat. Ini adalah suatu prasyarat yang harus dilakukan oleh pasangan yang akan menikah. Proses inimerupakan ritual yang harus dilakukan sebelum memasuki tahapan Nikah Gereja dan disahkan pernikahannya di hadapan pejabat Catatan Sipil. Jadi singkatnya, setelah prosesi adat dilakukan, barulah suatu pasangan dapat dinikahkan oleh Gereja dan Catatan Sipil. Menurut ketentuan hukum perkawinan Kristen, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang kekal antara laki-laki dan perempuan berdasarkan cinta. 4 Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil, sebagaimana dimaksud dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hal pencatatan perkawinan (pasal 2 ayat 2 PP no 9 Tahun 1975). 5 Alasan mengapa penduduk setempat melakukan ritual tersebut, diduga karena tradisi mereka yang mengharuskan setiap pasangan yang akan menikah harus terlebih dahulu melakukan upacara adat nikah dagang sebagai tradisi mas kawin. Hal ini dimungkinkan juga karena taraf pendidikankomunitas Titawai di pulau Nusalaut relatif masih minim (tamatan SMP). Itulah sebabnya mereka hanya mengikuti ritual yang sudah merupakan upacara turun-temurun. 4 Ibid,. 25 5 Ibid., 88 3
Dan gereja di sini mungkin hanya bisa memposisikan diri sebagai fasilitator dari institusi yang sudah ada. 2. Alasan Pemilihan Judul Penulis berangkat dari perspektif dogmatis, bahwa suatu sistem hukum adat tidak dapat membelokkan kepercayaan atau Iman Gereja terhadap suatu kepercayaan peradatan. Karena hal tersebut diyakini oleh komunitas setempat sebagai harga mati.hal itu mengingat nilai-nilai yang harus dipatuhi dan dituruti oleh komunitas tersebut. Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana disebutkan di atas, maka judul penelitian yang di pilih oleh penulis adalah sebagai berikut : NIKAH DAGANG Suatu Kajian Sosio Antropologi Tentang Pranata Nikah Adat Di Jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut B. Pembatasan Rumusan Masalah Dalam pemahaman tentang nikah dagang dijemaat GPM Titawai, penulis membatasi perumusan masalah, pada pandangan sehubungan dengan pelaksanaan suatu pranata adat dan pandangan masyarakat dalam menanggapi hal itu. Dengan demikian rumusannya adalah sebagai berikut: Bagaimana pandangan penduduk Titawai terhadap pranata nikah dagang Untuk memperoleh jawaban atas masalah tersebut, maka berikut ini diinginkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 4
1. Bagaimana pandangan Pemangku adat atau Tua-tua adat terhadap Anggota Jemaat GPM Ebenhaezer yang melakukan nikah dagang? 2. Bagaimana pandangan Majelis Jemaat terhadap Jemaat GPM Ebenhaezer yang melakukan nikah dagang? C. Manfaat Memperdalam wawasan penulis tentang bagaimana orang kristen selaku jemaat yang mempunyai dasar agama dan kepercayaan dalam melihat ritual adat nikah dagang. Dan mengkaji dalam hubungannya dengan gereja lewat ajaran-ajaran sosial, di mana presepsi suatu masyarakat setempat, melihat adat atau ritual-ritual yang merupakan simbol dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bagian dari kesaksian dan pelayanan pernikahan secara iman Kristiani. D. Metodelogi Penelitian 1. Pendekatan Yang Digunakan Pada kesempatan ini, penulis menggunakan jenis penelitian Kualitatif. Objek penelitian Kualitatif adalah manusia atau segala seuatu yang dipengaruhi manusia, termasuk tindakan dan perkataan manusia secara alamiah. 6 Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian Deksriptif. Metode penelitian Deskriptif bermaskud mendiskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan 6 Jacob Daan Engel, Seminar Dasar (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 14. 5
dengan masalah dan unit yang diteliti. Penulis memakai metode deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan semua fenomena yang terdapat dalam masalah yang diteliti, yang meliputi pengumpulan dan penyusunan data serta interpertasi dan analisa tentang arti data itu. 7 2. Teknik Pengumpulan Data. Dalam penelitian ini, sumber informasi dan teknik pengumpulan data yang dipakai adalah : 2.1 Data Primer, yang dihimpun lewat wawancara. a. Metode pengumpulan data dengan wawancara yaitu dalam wawancara. Penulis terlebih dahulu menentukan informasi pokok (key informan) yang memahami dan menguasai persoalan penelitian yang akan diteliti. Informan pangkal (key informant) adalah orang-orang yang dapat memberikan kepada kita petunjuk atau keterangan lebih lanjut yang kita perlukan. 8 Selanjutnya penulis akan mengadakan tanya jawab secara mendalam kepada key informan untuk menjawab persoalan penelitian, yang telah penulis rumuskan. Wawancara tersebut dilakukan secara tak terstruktur, yang dimaksud untuk menanyakan secara mendalam maksud, atau penjelasan dari informan kunci. Yang merupakan Informan kunci ialah: Pendeta, Majelis Jemaat yang bersangkutan, dan mereka yang melakukan nikah dagang. Dalam pengumpulan data ini penulis 7 Ibid., 20 8 Koetjaraningrat. Metode-metode enelitian masyarakat, Edisi-ketiga, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 1997), 130 6
menggunakan pencatatan dengan alat recording, yang bertujuan untuk dapat memudahkan proses wawancara, karena dapat mencatat jawaban secara tepat samapai ke detil-detil yang kecil. b. Informan yang penulis dapatkan dari Pendeta, Majelis Jemaat, dan Jemaat yang melakukan Nikah Dagang. 2.1.2 Data Sekunder a. Selain teknik wawancara, penulis juga menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang bertujuan agar dapat memberikan data berupa vidio, foto yang bermanfaat untuk menyusun landasan teori. b. Lokasi : Penulis mengambil lokasi penelitian di Titawaai-Nusalaut khususnya Jemaat Ebenheazer, karena di desa tersebut terdapat suatu istilah Nikah Dagang dalam suatu pranata adat istiadat setempat. 3. Satuan pengamatan dan Analisa Setelah malakukan atau memperoleh data dari informan, selanjutnya penulis akan membuat klarifikasi dari data tersebut, dari klarifikasi tersebut maka, penulis akan menganalisa data tersebut dan kemudian dikaitkan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menyangkut masyarakat dan budaya mereka yang melakukan nikah dagang. 7
E. Definisi Istilah-Istilah (1) Gereja adalah persekutuan orang-orang beriman kepada Yesus Kristus. (2) Mas kawin adalah adalah tanda pengikat yang diberikan oleh pihak mempelai lakilaki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. (3) Gotong royong adalah suatu istilah asli khas Indonesia yang berarti saling membantu bersama-sama, yang dalam bahasa daerah disebut masohi. (4) Adat, istilah melayu Ambon. Istilah hukum adat sebenarnya berasal dari bahasa Arab, Huk m dan Adah (jamaknya, Ahkam) yang artinya suruhan atau ketentuan. 9 (5) Pernikahan adalahsebuah pranta (institusi) pengikat janji perkawinan, yang dilaksanakan untuk meresmikan sebuah ikatan pernikahan secara formal, sebagaimana diatur dalam norma agama, norma hukum, dan norma sosial. 10 (6) Kematian adalah proses akhir dari kehidupan, atau pun ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. (7) Pranata atau institusi adalah kebiasaan yang sudah melembaga secara tradisional. (8) Norma adalah aturan hidup yang berlaku dalam lingkup kehidupan suatu kelompok sosial. Oleh sebab itu disamakan dengan sebuah institusi. Antara lain terkait dengan tatanan hidup beragama, sopan santun, kesusilaan, dan hukum. Perbedaan norma hukum dengan yang lainnya terletak pada adanya sanksi yang tegas. (9) Wilayah adalah sebuah kawasan yang secara administratif tercakup dalam sebuah lingkup kedaulatan. 9 Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM, Hukum Adat Indonesia. (Bandung: Rafika Aditama, 2010),1 10 Cb-http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan; Pasal 2 ayat (1) Undang-undang no 1 tahun 1974; 8
(10) Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai sesuatu peristiwa. Dalam pernikahan saksi dipakai untuk melihat dan menyaksikan secara langsung pernikahan tersebut, dan disahkan lewat catatan sipil. (11) Catatan Sipil adalah bagian dari birokrasi negera yang mencatat kejadian-kejadian penting dalam hidup para warganegara (kelahiran, kematian, pernikahan) jadi harus didaftarkan peristiwa-peristiwa tersebut ke catatan sipil. (12) Nikah Dagang adalah suatu istilah yang digunakan di suatu wilayah, dalam hal pertukaran harta atau pun mas kawin. (13) Satu kayu adalah alat yang digunakan untuk menjadi mas kawin dalam ritual adat. (14) Negeri adalah suatu komunitas yang tinggal pada suatu tempat; Ini adalah istilah melayu Ambon pada suatu tatanan pedesaan adat tertentu dalam lingkup sosial disebut desa adat. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL Dalam bab II ini, berisikan tentang; Perkawinan dalam prespektif sosial Perkawinan dalam prespektif antropologi 9
BAB III NIKAH DAGANG DALAM MASYARAKAT TITAWAI-NUSALAUT Pada Bab ini berisikan tentang; Gambaran umum lokasi penelitian (pulau Nusalaut) Gambaran umum Komunitas Titawai Pemahaman orang Titawai terhadap nikah dagang, faktor-faktor yang menyebabkan nikah dagang terjadi Pandangan gereja terhadap nikah dagang. BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP NIKAH DAGANG DALAM LINGKUP KOMUNITAS TITAWAI-NUSALAUT. Pada bagian ini penulis akan menganilisi dan merefleksikan rumusan permasalahan yang terdapat pada bab III dengan menggunkan pendekatan gagasan-gagasan teori perkawinan dari tinjauan sosiologi, antropologi. BAB V PENUTUP Yang berisikan pengalaman penelitian penulis, kesimpulan dan saran-saran. 10