BAB I PENDAHULUAN. social, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari anggota-anggota masyarakat. 1 Begitu juga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB IV ANALISA. Bab IV ini merupakan serangkaian analisis dari data lapangan sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu)

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL. Sebagaimana disebutkan Aristoteles antara lain, bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

dan Pertunangan Pernikahan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang mempunyai banyak pulau serta keragaman

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Progran Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Identifikasi Permasalahan Kebudayaan merupakan sesuatu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kebudayaan sendiri ialah keseluruhan kompleks yang meliputi ilmu, kepercayaan, kesenian, tata social, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari anggota-anggota masyarakat. 1 Begitu juga dengan pernikahan yang merupakan suatu pranata (institusi) budaya, yang menurut keyakinan iman kristen dibenarkan oleh Tuhan. Ditegaskan pula bagaimana sepatutnya hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur. Dalam hubungan ini ada seperangkat nilai-nilai dan ketentuan yang mengatur kelangsungan hidup manusia, termasuk bagaimana melangsungkan sebuah pernikahan. Pranata perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pun bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana sesuatu kelompok itu berada serta bergaul. Ia antara lain dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. 2 Pranata (institusi) adat adalah suatu sistim norma yang mengatur kelangsungan hidup suatu persekutuan di dalam interaksi sosial antara mereka itu sendiri. Manusia atau suatu kelompok masyarakat yang taat pada adat, adalah suatu pencerminan dari tatanan budaya yang paripurna, mulai dari lahir sampai meninggal, hal mana yang tidak 1 Mahjunir, Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan kebudayaan, (Jakarta: Bhrantara, 1967)2 2 Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH. Hukum Perkawinan Indonesia, menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Mandar Maju/1990/Bandung, 1 1

lepas dari sentuhan adat. Contohnya pada saat kelahiran, kegiatan masohi 3, acara pernikahan, upacara-upacara adat lainnya termasuk pada upacara kematian. Di wilayah Maluku Tengah (kepulauan Lease), khususnya desa tradisional yang dalam istilah hukum adat disebut negeri Titawai, ada istilah pernikahan yang disebut nikah dagang, di mana sebuah pasangan yang mau menikah harus melewati serangkaian kegiatan upacara adat dalam negeri tersebut. Ritus ini mengharuskan pihak laki-laki (mempelai pria) membayar sejumlah harta (mas kawin) untuk harta rumah tangga dan harta negeri antara lain berupa: (1) Kain Putih satu kayu (2) Sirih, Pinang, Tabaku, kapur (3) Sopi (4) Rokok (5) Sejumlah uang untuk pemuda negeri, Raja, penjaga pintu Baileo Ini merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh pihak mempelai laki-laki, agar supaya pasangan tersebut dapat dinikahkan secara adat. Ketika seluruh prosesi adat telah dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki, maka pihak perempuan sebaliknya juga akan melakukan prosesi adat serupa,dalam hubungan ini ketika pesta pernikahan sedang berlangsung keluarga perempuan akan menebus semua hartanya berupa semua perlengkapan dapur,ruang tamu,dan kamar kepada suami. Ini merupakan simbol kepatuhan istri kepada sang suami, seolah-olah telah terjadi perdagangan harta antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Dari situlah timbul istilah nikah dagang. Ketika semua proses yang telah penulis utarakan diatas tidak dilakukan oleh 3 Masohi adalah kegiatan bersama-sama melakukan suatu pekerjaan (gotong royong) 2

pasangan yang akan menikah, maka sanksi dan larangan yaitu diyakini (mereka tidak dikaruniai keturunan, tidak bahagia, dan sebagainnya). Penduduk negeri Titawai sendiri sangat melekat pada adat istiadat yang diberlakukan kepada mereka. Oleh sebab itu harus mematuhinya. Jelaslah bahwa suatu upacara pernikahan yang seharusnya dilandaskan pada kewibawaan gereja dan hukum, kini juga harus melewati suatu mata rantai upacara tradisional berupa ritual adat. Ini adalah suatu prasyarat yang harus dilakukan oleh pasangan yang akan menikah. Proses inimerupakan ritual yang harus dilakukan sebelum memasuki tahapan Nikah Gereja dan disahkan pernikahannya di hadapan pejabat Catatan Sipil. Jadi singkatnya, setelah prosesi adat dilakukan, barulah suatu pasangan dapat dinikahkan oleh Gereja dan Catatan Sipil. Menurut ketentuan hukum perkawinan Kristen, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang kekal antara laki-laki dan perempuan berdasarkan cinta. 4 Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil, sebagaimana dimaksud dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hal pencatatan perkawinan (pasal 2 ayat 2 PP no 9 Tahun 1975). 5 Alasan mengapa penduduk setempat melakukan ritual tersebut, diduga karena tradisi mereka yang mengharuskan setiap pasangan yang akan menikah harus terlebih dahulu melakukan upacara adat nikah dagang sebagai tradisi mas kawin. Hal ini dimungkinkan juga karena taraf pendidikankomunitas Titawai di pulau Nusalaut relatif masih minim (tamatan SMP). Itulah sebabnya mereka hanya mengikuti ritual yang sudah merupakan upacara turun-temurun. 4 Ibid,. 25 5 Ibid., 88 3

Dan gereja di sini mungkin hanya bisa memposisikan diri sebagai fasilitator dari institusi yang sudah ada. 2. Alasan Pemilihan Judul Penulis berangkat dari perspektif dogmatis, bahwa suatu sistem hukum adat tidak dapat membelokkan kepercayaan atau Iman Gereja terhadap suatu kepercayaan peradatan. Karena hal tersebut diyakini oleh komunitas setempat sebagai harga mati.hal itu mengingat nilai-nilai yang harus dipatuhi dan dituruti oleh komunitas tersebut. Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana disebutkan di atas, maka judul penelitian yang di pilih oleh penulis adalah sebagai berikut : NIKAH DAGANG Suatu Kajian Sosio Antropologi Tentang Pranata Nikah Adat Di Jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut B. Pembatasan Rumusan Masalah Dalam pemahaman tentang nikah dagang dijemaat GPM Titawai, penulis membatasi perumusan masalah, pada pandangan sehubungan dengan pelaksanaan suatu pranata adat dan pandangan masyarakat dalam menanggapi hal itu. Dengan demikian rumusannya adalah sebagai berikut: Bagaimana pandangan penduduk Titawai terhadap pranata nikah dagang Untuk memperoleh jawaban atas masalah tersebut, maka berikut ini diinginkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 4

1. Bagaimana pandangan Pemangku adat atau Tua-tua adat terhadap Anggota Jemaat GPM Ebenhaezer yang melakukan nikah dagang? 2. Bagaimana pandangan Majelis Jemaat terhadap Jemaat GPM Ebenhaezer yang melakukan nikah dagang? C. Manfaat Memperdalam wawasan penulis tentang bagaimana orang kristen selaku jemaat yang mempunyai dasar agama dan kepercayaan dalam melihat ritual adat nikah dagang. Dan mengkaji dalam hubungannya dengan gereja lewat ajaran-ajaran sosial, di mana presepsi suatu masyarakat setempat, melihat adat atau ritual-ritual yang merupakan simbol dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bagian dari kesaksian dan pelayanan pernikahan secara iman Kristiani. D. Metodelogi Penelitian 1. Pendekatan Yang Digunakan Pada kesempatan ini, penulis menggunakan jenis penelitian Kualitatif. Objek penelitian Kualitatif adalah manusia atau segala seuatu yang dipengaruhi manusia, termasuk tindakan dan perkataan manusia secara alamiah. 6 Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian Deksriptif. Metode penelitian Deskriptif bermaskud mendiskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan 6 Jacob Daan Engel, Seminar Dasar (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 14. 5

dengan masalah dan unit yang diteliti. Penulis memakai metode deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan semua fenomena yang terdapat dalam masalah yang diteliti, yang meliputi pengumpulan dan penyusunan data serta interpertasi dan analisa tentang arti data itu. 7 2. Teknik Pengumpulan Data. Dalam penelitian ini, sumber informasi dan teknik pengumpulan data yang dipakai adalah : 2.1 Data Primer, yang dihimpun lewat wawancara. a. Metode pengumpulan data dengan wawancara yaitu dalam wawancara. Penulis terlebih dahulu menentukan informasi pokok (key informan) yang memahami dan menguasai persoalan penelitian yang akan diteliti. Informan pangkal (key informant) adalah orang-orang yang dapat memberikan kepada kita petunjuk atau keterangan lebih lanjut yang kita perlukan. 8 Selanjutnya penulis akan mengadakan tanya jawab secara mendalam kepada key informan untuk menjawab persoalan penelitian, yang telah penulis rumuskan. Wawancara tersebut dilakukan secara tak terstruktur, yang dimaksud untuk menanyakan secara mendalam maksud, atau penjelasan dari informan kunci. Yang merupakan Informan kunci ialah: Pendeta, Majelis Jemaat yang bersangkutan, dan mereka yang melakukan nikah dagang. Dalam pengumpulan data ini penulis 7 Ibid., 20 8 Koetjaraningrat. Metode-metode enelitian masyarakat, Edisi-ketiga, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 1997), 130 6

menggunakan pencatatan dengan alat recording, yang bertujuan untuk dapat memudahkan proses wawancara, karena dapat mencatat jawaban secara tepat samapai ke detil-detil yang kecil. b. Informan yang penulis dapatkan dari Pendeta, Majelis Jemaat, dan Jemaat yang melakukan Nikah Dagang. 2.1.2 Data Sekunder a. Selain teknik wawancara, penulis juga menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang bertujuan agar dapat memberikan data berupa vidio, foto yang bermanfaat untuk menyusun landasan teori. b. Lokasi : Penulis mengambil lokasi penelitian di Titawaai-Nusalaut khususnya Jemaat Ebenheazer, karena di desa tersebut terdapat suatu istilah Nikah Dagang dalam suatu pranata adat istiadat setempat. 3. Satuan pengamatan dan Analisa Setelah malakukan atau memperoleh data dari informan, selanjutnya penulis akan membuat klarifikasi dari data tersebut, dari klarifikasi tersebut maka, penulis akan menganalisa data tersebut dan kemudian dikaitkan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menyangkut masyarakat dan budaya mereka yang melakukan nikah dagang. 7

E. Definisi Istilah-Istilah (1) Gereja adalah persekutuan orang-orang beriman kepada Yesus Kristus. (2) Mas kawin adalah adalah tanda pengikat yang diberikan oleh pihak mempelai lakilaki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. (3) Gotong royong adalah suatu istilah asli khas Indonesia yang berarti saling membantu bersama-sama, yang dalam bahasa daerah disebut masohi. (4) Adat, istilah melayu Ambon. Istilah hukum adat sebenarnya berasal dari bahasa Arab, Huk m dan Adah (jamaknya, Ahkam) yang artinya suruhan atau ketentuan. 9 (5) Pernikahan adalahsebuah pranta (institusi) pengikat janji perkawinan, yang dilaksanakan untuk meresmikan sebuah ikatan pernikahan secara formal, sebagaimana diatur dalam norma agama, norma hukum, dan norma sosial. 10 (6) Kematian adalah proses akhir dari kehidupan, atau pun ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. (7) Pranata atau institusi adalah kebiasaan yang sudah melembaga secara tradisional. (8) Norma adalah aturan hidup yang berlaku dalam lingkup kehidupan suatu kelompok sosial. Oleh sebab itu disamakan dengan sebuah institusi. Antara lain terkait dengan tatanan hidup beragama, sopan santun, kesusilaan, dan hukum. Perbedaan norma hukum dengan yang lainnya terletak pada adanya sanksi yang tegas. (9) Wilayah adalah sebuah kawasan yang secara administratif tercakup dalam sebuah lingkup kedaulatan. 9 Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM, Hukum Adat Indonesia. (Bandung: Rafika Aditama, 2010),1 10 Cb-http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan; Pasal 2 ayat (1) Undang-undang no 1 tahun 1974; 8

(10) Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai sesuatu peristiwa. Dalam pernikahan saksi dipakai untuk melihat dan menyaksikan secara langsung pernikahan tersebut, dan disahkan lewat catatan sipil. (11) Catatan Sipil adalah bagian dari birokrasi negera yang mencatat kejadian-kejadian penting dalam hidup para warganegara (kelahiran, kematian, pernikahan) jadi harus didaftarkan peristiwa-peristiwa tersebut ke catatan sipil. (12) Nikah Dagang adalah suatu istilah yang digunakan di suatu wilayah, dalam hal pertukaran harta atau pun mas kawin. (13) Satu kayu adalah alat yang digunakan untuk menjadi mas kawin dalam ritual adat. (14) Negeri adalah suatu komunitas yang tinggal pada suatu tempat; Ini adalah istilah melayu Ambon pada suatu tatanan pedesaan adat tertentu dalam lingkup sosial disebut desa adat. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL Dalam bab II ini, berisikan tentang; Perkawinan dalam prespektif sosial Perkawinan dalam prespektif antropologi 9

BAB III NIKAH DAGANG DALAM MASYARAKAT TITAWAI-NUSALAUT Pada Bab ini berisikan tentang; Gambaran umum lokasi penelitian (pulau Nusalaut) Gambaran umum Komunitas Titawai Pemahaman orang Titawai terhadap nikah dagang, faktor-faktor yang menyebabkan nikah dagang terjadi Pandangan gereja terhadap nikah dagang. BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP NIKAH DAGANG DALAM LINGKUP KOMUNITAS TITAWAI-NUSALAUT. Pada bagian ini penulis akan menganilisi dan merefleksikan rumusan permasalahan yang terdapat pada bab III dengan menggunkan pendekatan gagasan-gagasan teori perkawinan dari tinjauan sosiologi, antropologi. BAB V PENUTUP Yang berisikan pengalaman penelitian penulis, kesimpulan dan saran-saran. 10