BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN BYLINE DAN INTEGRITAS WARTAWAN (Studi Deskriptif tentang Penerapan Byline terhadap Integritas Wartawan Harian Medan Bisnis)

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PAUD DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN KELUARGA PEDOMAN LOMBA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KODE ETIK JURNALISTIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PROFIL PUSAT KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

Etika Jurnalistik dan UU Pers

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan saluran-saluran komunikasi. Komunikasi massa akan. didefinisikan sebagai komunikasi kepada khalayak dalam jumlah besar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Etika Jurnalistik Dalam Media Komunitas

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA. A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang

PENULISAN BERITA TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Manusia merupakan khalayak sasaran media massa, sehingga keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan presiden 2014 cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia.

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rossenstiel merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

BAB IV GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO DAN GOENAWAN MOHAMAD

BAB I PENDAHULUAN. yang kerap digunakan dalam konteks politik di Indonesia. Aksi saling serang antar

Problem Jurnalis Lingkungan di SKH Riau Pos. Oleh : Ayu Puspita Sari / Bonaventura Satya Bharata. Program Studi Ilmu Komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibutuhkan masyarakat. Saat ini ada beragam media yang memberikan informasi

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

Sebelum memahami pengelolaan konten majalah dan web, sebaiknya tahu dulu apa itu jurnalistik, karena konten majalan dan web bersentuhan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I. Pendahuluan. Siaran pers memiliki fungsi penting bagi setiap organisasi ataupun perusahaan

Report2DewanPers (Tombol Lapor ke Dewan Pers di Media Siber Indonesia)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. tanggungjawab sosial memiliki asumsi utama bahwa di dalam kebebasan terkandung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Rekatama Media, hal 2. 2 Harimurti Kridalaksana. Leksikon Komunikasi. Cetakan Pertama Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapatkan perlakuan yang sama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat akan dapat dengan mudah mengetahui informasi tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

FOTO NARASUMBER. Yusuf Anggara. Kepala Subbagian Humas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.

Jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam

Penaatan Kode Etik di Kalangan Jurnalis Peliput Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Setelah Penghapusan Amplop Jurnalis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Peran media saat ini sudah semakin penting. Kebutuhan masyarakat akan

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

BAB IV ANALISIS DATA MEDIA RELATIONS PEMERINTAH KOTA SURABAYA. berguna untuk menelaah semua data yang diperoleh peneliti.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan akuntan. (Arens dan Loebbecke, 1996:4). keputusan. Para pemakai laporan keuangan selalu memeriksa dan mencari

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa,

1. Pelanggan Pelanggan adalah pembeli atau pemakai produk atau jasa Perseroan.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP. masyarakat dimana media tersebut hidup dan berkembang. Sistem kerjanya

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi. Seperti yang dikatakan oleh Zelizer dalam The

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penghambat dalam melakukan aktivitas lain. Manusia tidak bisa hidup

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

Inilah Tugas dan Fungsi Humas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang tidak biasa dilepaskan dari bagian aktifitas manusia adalah

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Praktek penyelenggaraan pemerintah dewasa ini menjadi potret. buram kekecewaan masyarakat yang terjadi di semua tempat dan di

KERANGKA ACUAN KERJA (K.A.K.), PENGADAAN BARANG/JASA PUBLIKASI MEDIA CETAK DAN ONLINE DIREKTORAT PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH 1430 H / 2009 M

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Keberadaan jurnalisme di era sekarang sudah cukup dekat dengan masyarakat Indonesia secara umum. Masyarakat sudah tidak lagi buta dengan informasi yang terus berkembang, terutama dengan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kita masih ingat dengan pers di Indonesia yang cukup terkekang pada zaman orde baru. Berbeda dengan situasi sekarang di mana jurnalisme punya pengaruh besar dengan opini publik. Maka dari itu diperlukan suatu komitmen yang suci dari pegiat jurnalisme untuk bekerja berlandaskan kepada kebenaran dan mengutamakan kepentingan khalayak banyak. Media yang sebagai penggerak jurnalisme pun kian beragam. Syarifuddin Yunus (2010: 26) mengatakan: Media massa dapat diartikan sebagai segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan memublikasikan berita kepada publik atau masyarakat. Bentuk media atau sarana jurnalistik yang kini dikenal terdiri atas media cetak, media elektronik dan media online. Dalam perusahaan penerbitan pers, wartawan merupakan ujung tombak dalam menyuplai bahan berita untuk disajikan kepada masyarakat. Dari status pekerjaannya wartawan terbagi menjadi tiga. Wartawan tetap, wartawan pembantu dan wartawan lepas. Wartawan tetap adalah wartawan yang secara resmi diangkat oleh perusahaan pers untuk bertugas dan menerima gaji, tunjangan, bonus fasilitas dan sebagainya dari perusahaan pers tersebut. Wartawan pembantu adalah wartawan yang tidak diangkat secara resmi oleh perusahaan pers. Ia hanya bekerja dan dibayar sesuai kapasitas dan kemampuan ia bekerja. Sedangkan wartawan lepas adalah wartawan yang tidak terikat oleh satu media massa. Namun ia bebas mengirimkan beritanya kepada berbagai media massa.

Untuk menjadi wartawan, diperlukan pendidikan khusus di akademi yang dapat menempa calon-calon jurnalis andal. Biasanya perguruan tinggi yang mempunyai jurusan ilmu komunikasi atau dengan bergabung di organisasi pers mahasiswa. Kalaupun tidak di kampus dapat diperoleh di akademi-akademi yang disediakan oleh beberapa media yang besar dan juga akademi yang disediakan yayasan pers. Perlunya pendidikan khusus kewartawanan adalah agar seorang wartawan dapat bekerja dengan standar layak dan mempunyai integritas yang baik di mata pembaca. Paham kode etik, mematuhi Undang-Undang Pers (UU No. 40/1999), cakap menulis berita dan berani menjalankan profesi kewartawanan dengan benar. Agar ia dapat menjalankan misi pers menurut Totok Djuroto, sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran informasi mempunyai misi ikut mencerdaskan masyarakat, menegakkan keadilan, dan memberantas kebatilan (Djuroto, 2000: 8). Mempersiapkan wartawan yang berintegritas, tentu itu adalah tanggung jawab dari media yang akan ditangani oleh awak-awak redaksi seperti pemimpin redaksi, dan jajaran redaktur yang tahu detail sistematika peliputan. Redaktur-lah yang akan menyunting sebuah berita yang diserahkan oleh wartawan apakah sebuah berita layak naik atau tidak, atau bahkan akan mengecek sebuah berita apakah butuh perbaikan ulang. Namun selain dari itu, seorang wartawan juga dituntut untuk sadar akan moral kewartawanan atas berita-berita yang ia laporkan kepada masyarakat sebagai konsumen berita. Sebagai mana ditekankan oleh Bill Kovach (Harsono, 2011: 71) Wartawan harus sadar akan perlunya meningkatkan kemampuan mengenai segala hal yang berkaitan dengan jurnalisme. Kredibilitas wartawan terkait dengan komitmennya pada kebenaran, pada upaya mencapai keakuratan, keadilan, dan objektivitas yang baik. Pencapaian tujuan-tujuan ini dan penghormatan pada nilai-nilai etika dan profesi mungkin tidak dapat dipaksakan. Semua ini merupakan tanggung jawab wartawan dan media. Dalam sebuah masyarakat yang bebas, pandangan publiklah yang akan memberi penghargaan atau hukuman (Potter, 2006: 55). Deborah memandang jurnalisme

adalah profesi sekaligus seni, maka wartawan yang berintegritas harus memiliki keterampilan khusus dan tunduk pada standar-standar yang umum. Karena integritas dan krediblitas adalah aset wartawan yang paling penting. Untuk media cetak, pencantuman nama wartawan di setiap tulisan dibilang Bill Kovach sebagai salah satu cara agar pembaca dapat memberikan penilaian kepada wartawan-wartawan yang setiap hari menulis berita. Pencantuman nama wartawan ini dinamakan byline. Dalam bahasa Inggris byline berasal dari kata by (oleh) dan line (baris) yang merujuk kepada sebuah baris dekat judul berita di mana terdapat nama orang yang menulis berita itu. Pemakaian byline pertama kali pada tahun 1850-an oleh Charles S. Taylor, seorang jenderal yang kemudian menjadi publisher harian The Boston Globe, Taylor sering jengkel karena selama perang ada saja wartawan yang menulis dengan judul berita penting jika terbukti benar. Maka Taylor memutuskan menaruh nama para wartawan pada berita-berita yang diterbitkan The Boston Globe (Harsono, 2011: 42). Buntutnya dengan pemakaian byline mendorong wartawan The boston Globe untuk berhati-hati dengan berita-berita yang ia laporkan. Sejak saat itu byline mulai banyak digunakan di media cetak Amerika. Memang berbeda prinsip menerapkan byline dengan memakai inisial wartawan. Esensi byline menurut Bill Kovach (Harsono, 2011: 44) Biarkan pembaca tahu mana wartawan yang bisa menulis dengan baik dan mana yang tidak baik. Bukan sebaliknya menaruh semua tanggungjawab kepenulisan itu di bawah institusi media. Bila hanya dengan inisial tidak cukup untuk mewakili akuntabilitas wartawan suatu media. Menuliskan byline juga dianggap penting sebagai pertanggungjawaban media dan wartawan pada publik (Nurudin, 2009: 211-213). Ia merumuskan ada 4 kelebihan dari penerapan byline yaitu: - Pertanggungjawaban Byline akan membuat wartawan tidak sembarangan menulis berita dan mencantumkan data. Ia akan lebih berhati-hati, sebab kalau tidak dan

jika menulis berita salah reputasinya akan hancur. Tidak saja bagi redaktur tapi juga masyarakat. Jadi byline akan menjadi pertanggungjawaban karya jurnalistik yang dilakukan wartawan. - Kepercayaan Byline juga menjadi sebuah kepercayaan lembaga media pada seorang wartawan. Lembaga media memercayakan kualitas tidaknya berita ada pada wartawan. Dalam ilmu psikologi kepercayaan akan bisa menumbuhkan rasa bahwa dirinya dihargai. - Kompetisi Byline akan memunculkan kompetisi di dunia wartawan. Mereka akan terdorong untuk berlomba-lomba membuat berita yang bagus, akurat, dan aktual. Karena namanya tercantum pada berita, akan merasa malu jika beritanya jelek dan diketahui redaktur serta masyarakat umum. Byline akan membuat kompetisi sehat di antara para wartawan. Berkualitas atau tidaknya berita-berita yang dihasilkan wartawan akan menjadi nilai lebih demi jenjang karirnya di masa mendatang. Media tidak akan mengangkat redaktur kalau berita yang dibuat selama ini biasa-biasa saja. - Keuntungan Intitusi Bila terjadi kesalahan pada berita, maka akan menjadi tanggung jawab bersama media dengan wartawan penulis berita. Beda dengan hanya penggunaan inisial yang bulat-bulat berita ditanggungjawabi media. Wartawan yang namanya tercantum dituntut untuk melakukan koreksi pemberitaan untuk menghindari kesalahan yang akan berdampak kepada masyarakat atau pembaca. Dalam kode etik jurnalistik pasal 10, Wartawan Indonesia harus segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat. Serta pada pasal 11, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara

proporsional; Di situlah salah satu perbedaan penggunaan byline. Wartawan ikut terlibat langsung dalam menanggapi kesalahan atau kekeliruan pemberitaan. Meski tak menyebutkan keharusan penggunaan byline secara langsung, dalam UU No. 40/1999 pada Bab IV tentang perusahaan pers pasal 12. Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dari penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan. Penganggung jawab mungkin dapat diartikan adalah seorang pemimpin redaksi. Namun sebagai ujung tombak pemberitaan, wartawan-lah yang seharusnya lebih paham tentang apa yang ia laporkan. Di Indonesia, beberapa surat kabar dan majalah juga telah mulai menerapkan byline di media mereka. Harian The Jakarta Post tercatat sebagai media cetak pertama yang menerapkan byline. Prinsip ini mulai diterapkan pada 1 Oktober 2001. Media-media besar lainnya sekaliber Kompas, Tempo, Gatra, Republika juga telah menerapkan prinsip byline. Untuk kota Medan, harian Medan Bisnis juga telah mulai menerapkan byline di semua berita yang dimuat. Harian Medan Bisnis termasuk salah satu media lokal dengan konten ekonomi. Meski demikian, harian ini juga turut dapat memengaruhi opini publik yang selalu melek dengan isu-isu ekonomi dan anggaran publik. Hanif Suranto dalam sebuah pengantar (Menelisik Anggaran Publik, 2012) menyebutkan masyarakat punya hak atas informasi yang jelas mengenai pengganggaran menyangkut publik. Sesuai dengan telah diatur dalam Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Harian MedanBisnis pertama kali diterbitkan di Medan 15 Januari 2001 dalam bentuk surat kabar mingguan. Semenjak pertama kali diterbitkan, harian ini sudah menerapkan prinsip byline. Penerapan prinsip ini tidak berubah setelah hampir 13 tahun surat kabar ini menjelma sebagai salah satu media cetak dengan oplah yang cukup besar di Medan. Konten berita yang dimuat di Medan Bisnis terdiri dari 50 persen berita ekonomi dan 50 persen berita umum. Menurut Pemimpin redaksi

Medan Bisnis Bersihar Lubis, konten media yang ia pimpin memang bersifat menggairahkan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Walau demikian, prinsip pencantuman nama wartawan ini diterapkan mempunyai banyak manfaat bila dilihat dari berbagai sudut pandang. Pertama melihat dari sisi wartawan sebagai penulis berita akan lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap berita-berita yang ia laporkan setiap hari. Dalam hal ini, mengetahui namanya tercantum, ia akan lebih memperhatikan kualitas berita, akurasi informasi, kualitas bahasa yang ia beritakan dan juga mengkatkan kompetensi si wartawan itu senditi. Medan Bisnis sebagai perusahaan media cukup dipermudah dalam memantau setiap wartawan yang dipekerjakan sebagai ujung tombak dalam mencari berita. Bersihar Lubis mengatakan medianya selalu melakukan evaluasi kinerja wartawan dalam periode waktu tertentu. Jadi hal ini dipermudah dengan kalkulasi berita melihat dari setiap berita yang sudah tertera masing-masing nama wartawan yang menulis berita. Namun, fungsi byline yang lebih spesifik adalah saat berita yang diterbitkan menuai protes dari pihak-pihak tertentu. sesuai dengan regulasi peraturan dunia pers, Medan Bisnis akan memberikan ruang hak jawab bagi berita yang keliru atau tidak akurat sebagai bentuk transparansi media terhadap publik. Tapi, dengan tercantumnya nama wartawan sebagai orang pertama yang meliput dan menulis laporan pemberitaan, maka akan menjadi evaluasi yang tegas secara moril untuk tidak lagi melakukan kesalahan serupa dan lebih berhati-hati dalam bekerja. Aspek ketiga yang dijelaskan oleh Bersihar adalah dari sisi kedekatan wartawan Medan Bisnis dengan publik. Publik yang dimaksud adalah narasumber, pejabat, politisi, pengusaha dan masyarakat umum. Kedekatan yang dimaksudkan adalah publik dapat mengetahui wartawan-wartawan MedanBisnis yang selalu bertugas berkaitan dengan masing-masing profesi publik itu sendiri. Semacam promosi bagi si wartawan itu sendiri untuk lebih dekat dengan narasumber dengan tujuan agar komunikasi si wartawan dalam melakukan peliputan berita lebih komunikatif, lebih dekat, akurat untuk menghasilkan berita yang berkualitas, bermutu dan berimbang.

1.2 Fokus Masalah Fokus Masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Dapat juga dinyatakan bahwa perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah (Pohan, dkk, 2012: 10) Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan byline terhadap integritas wartawan harian Medan Bisis?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat integritas wartawan harian Medan Bisnis dengan penerapan byline pada media tersebut. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektifan penerapan byline di harian Medan Bisnis sebagai media cetak yang menerapkan penggunaan byline di Medan. 1.4 Manfaat Peneltian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna dalam memperluas pengetahuan peneliti dalam bidang jurnalistik, khususnya dalam mengetahui tingkat integritas wartawan yang baik.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah penelitian tentang dunia kewartawanan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 3. Sebagai bahan masukan bagi kawan-kawan mahasiswa Ilmu Komunikasi lainnya, terutama yang menjurus kepada bidang jurnalisme. 4. Secara praktis, hasil peneltian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada media-media cetak yang ada di Medan akan pentingnya penerapan byline.