BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Keberadaan jurnalisme di era sekarang sudah cukup dekat dengan masyarakat Indonesia secara umum. Masyarakat sudah tidak lagi buta dengan informasi yang terus berkembang, terutama dengan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kita masih ingat dengan pers di Indonesia yang cukup terkekang pada zaman orde baru. Berbeda dengan situasi sekarang di mana jurnalisme punya pengaruh besar dengan opini publik. Maka dari itu diperlukan suatu komitmen yang suci dari pegiat jurnalisme untuk bekerja berlandaskan kepada kebenaran dan mengutamakan kepentingan khalayak banyak. Media yang sebagai penggerak jurnalisme pun kian beragam. Syarifuddin Yunus (2010: 26) mengatakan: Media massa dapat diartikan sebagai segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan memublikasikan berita kepada publik atau masyarakat. Bentuk media atau sarana jurnalistik yang kini dikenal terdiri atas media cetak, media elektronik dan media online. Dalam perusahaan penerbitan pers, wartawan merupakan ujung tombak dalam menyuplai bahan berita untuk disajikan kepada masyarakat. Dari status pekerjaannya wartawan terbagi menjadi tiga. Wartawan tetap, wartawan pembantu dan wartawan lepas. Wartawan tetap adalah wartawan yang secara resmi diangkat oleh perusahaan pers untuk bertugas dan menerima gaji, tunjangan, bonus fasilitas dan sebagainya dari perusahaan pers tersebut. Wartawan pembantu adalah wartawan yang tidak diangkat secara resmi oleh perusahaan pers. Ia hanya bekerja dan dibayar sesuai kapasitas dan kemampuan ia bekerja. Sedangkan wartawan lepas adalah wartawan yang tidak terikat oleh satu media massa. Namun ia bebas mengirimkan beritanya kepada berbagai media massa.
Untuk menjadi wartawan, diperlukan pendidikan khusus di akademi yang dapat menempa calon-calon jurnalis andal. Biasanya perguruan tinggi yang mempunyai jurusan ilmu komunikasi atau dengan bergabung di organisasi pers mahasiswa. Kalaupun tidak di kampus dapat diperoleh di akademi-akademi yang disediakan oleh beberapa media yang besar dan juga akademi yang disediakan yayasan pers. Perlunya pendidikan khusus kewartawanan adalah agar seorang wartawan dapat bekerja dengan standar layak dan mempunyai integritas yang baik di mata pembaca. Paham kode etik, mematuhi Undang-Undang Pers (UU No. 40/1999), cakap menulis berita dan berani menjalankan profesi kewartawanan dengan benar. Agar ia dapat menjalankan misi pers menurut Totok Djuroto, sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran informasi mempunyai misi ikut mencerdaskan masyarakat, menegakkan keadilan, dan memberantas kebatilan (Djuroto, 2000: 8). Mempersiapkan wartawan yang berintegritas, tentu itu adalah tanggung jawab dari media yang akan ditangani oleh awak-awak redaksi seperti pemimpin redaksi, dan jajaran redaktur yang tahu detail sistematika peliputan. Redaktur-lah yang akan menyunting sebuah berita yang diserahkan oleh wartawan apakah sebuah berita layak naik atau tidak, atau bahkan akan mengecek sebuah berita apakah butuh perbaikan ulang. Namun selain dari itu, seorang wartawan juga dituntut untuk sadar akan moral kewartawanan atas berita-berita yang ia laporkan kepada masyarakat sebagai konsumen berita. Sebagai mana ditekankan oleh Bill Kovach (Harsono, 2011: 71) Wartawan harus sadar akan perlunya meningkatkan kemampuan mengenai segala hal yang berkaitan dengan jurnalisme. Kredibilitas wartawan terkait dengan komitmennya pada kebenaran, pada upaya mencapai keakuratan, keadilan, dan objektivitas yang baik. Pencapaian tujuan-tujuan ini dan penghormatan pada nilai-nilai etika dan profesi mungkin tidak dapat dipaksakan. Semua ini merupakan tanggung jawab wartawan dan media. Dalam sebuah masyarakat yang bebas, pandangan publiklah yang akan memberi penghargaan atau hukuman (Potter, 2006: 55). Deborah memandang jurnalisme
adalah profesi sekaligus seni, maka wartawan yang berintegritas harus memiliki keterampilan khusus dan tunduk pada standar-standar yang umum. Karena integritas dan krediblitas adalah aset wartawan yang paling penting. Untuk media cetak, pencantuman nama wartawan di setiap tulisan dibilang Bill Kovach sebagai salah satu cara agar pembaca dapat memberikan penilaian kepada wartawan-wartawan yang setiap hari menulis berita. Pencantuman nama wartawan ini dinamakan byline. Dalam bahasa Inggris byline berasal dari kata by (oleh) dan line (baris) yang merujuk kepada sebuah baris dekat judul berita di mana terdapat nama orang yang menulis berita itu. Pemakaian byline pertama kali pada tahun 1850-an oleh Charles S. Taylor, seorang jenderal yang kemudian menjadi publisher harian The Boston Globe, Taylor sering jengkel karena selama perang ada saja wartawan yang menulis dengan judul berita penting jika terbukti benar. Maka Taylor memutuskan menaruh nama para wartawan pada berita-berita yang diterbitkan The Boston Globe (Harsono, 2011: 42). Buntutnya dengan pemakaian byline mendorong wartawan The boston Globe untuk berhati-hati dengan berita-berita yang ia laporkan. Sejak saat itu byline mulai banyak digunakan di media cetak Amerika. Memang berbeda prinsip menerapkan byline dengan memakai inisial wartawan. Esensi byline menurut Bill Kovach (Harsono, 2011: 44) Biarkan pembaca tahu mana wartawan yang bisa menulis dengan baik dan mana yang tidak baik. Bukan sebaliknya menaruh semua tanggungjawab kepenulisan itu di bawah institusi media. Bila hanya dengan inisial tidak cukup untuk mewakili akuntabilitas wartawan suatu media. Menuliskan byline juga dianggap penting sebagai pertanggungjawaban media dan wartawan pada publik (Nurudin, 2009: 211-213). Ia merumuskan ada 4 kelebihan dari penerapan byline yaitu: - Pertanggungjawaban Byline akan membuat wartawan tidak sembarangan menulis berita dan mencantumkan data. Ia akan lebih berhati-hati, sebab kalau tidak dan
jika menulis berita salah reputasinya akan hancur. Tidak saja bagi redaktur tapi juga masyarakat. Jadi byline akan menjadi pertanggungjawaban karya jurnalistik yang dilakukan wartawan. - Kepercayaan Byline juga menjadi sebuah kepercayaan lembaga media pada seorang wartawan. Lembaga media memercayakan kualitas tidaknya berita ada pada wartawan. Dalam ilmu psikologi kepercayaan akan bisa menumbuhkan rasa bahwa dirinya dihargai. - Kompetisi Byline akan memunculkan kompetisi di dunia wartawan. Mereka akan terdorong untuk berlomba-lomba membuat berita yang bagus, akurat, dan aktual. Karena namanya tercantum pada berita, akan merasa malu jika beritanya jelek dan diketahui redaktur serta masyarakat umum. Byline akan membuat kompetisi sehat di antara para wartawan. Berkualitas atau tidaknya berita-berita yang dihasilkan wartawan akan menjadi nilai lebih demi jenjang karirnya di masa mendatang. Media tidak akan mengangkat redaktur kalau berita yang dibuat selama ini biasa-biasa saja. - Keuntungan Intitusi Bila terjadi kesalahan pada berita, maka akan menjadi tanggung jawab bersama media dengan wartawan penulis berita. Beda dengan hanya penggunaan inisial yang bulat-bulat berita ditanggungjawabi media. Wartawan yang namanya tercantum dituntut untuk melakukan koreksi pemberitaan untuk menghindari kesalahan yang akan berdampak kepada masyarakat atau pembaca. Dalam kode etik jurnalistik pasal 10, Wartawan Indonesia harus segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat. Serta pada pasal 11, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional; Di situlah salah satu perbedaan penggunaan byline. Wartawan ikut terlibat langsung dalam menanggapi kesalahan atau kekeliruan pemberitaan. Meski tak menyebutkan keharusan penggunaan byline secara langsung, dalam UU No. 40/1999 pada Bab IV tentang perusahaan pers pasal 12. Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dari penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan. Penganggung jawab mungkin dapat diartikan adalah seorang pemimpin redaksi. Namun sebagai ujung tombak pemberitaan, wartawan-lah yang seharusnya lebih paham tentang apa yang ia laporkan. Di Indonesia, beberapa surat kabar dan majalah juga telah mulai menerapkan byline di media mereka. Harian The Jakarta Post tercatat sebagai media cetak pertama yang menerapkan byline. Prinsip ini mulai diterapkan pada 1 Oktober 2001. Media-media besar lainnya sekaliber Kompas, Tempo, Gatra, Republika juga telah menerapkan prinsip byline. Untuk kota Medan, harian Medan Bisnis juga telah mulai menerapkan byline di semua berita yang dimuat. Harian Medan Bisnis termasuk salah satu media lokal dengan konten ekonomi. Meski demikian, harian ini juga turut dapat memengaruhi opini publik yang selalu melek dengan isu-isu ekonomi dan anggaran publik. Hanif Suranto dalam sebuah pengantar (Menelisik Anggaran Publik, 2012) menyebutkan masyarakat punya hak atas informasi yang jelas mengenai pengganggaran menyangkut publik. Sesuai dengan telah diatur dalam Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Harian MedanBisnis pertama kali diterbitkan di Medan 15 Januari 2001 dalam bentuk surat kabar mingguan. Semenjak pertama kali diterbitkan, harian ini sudah menerapkan prinsip byline. Penerapan prinsip ini tidak berubah setelah hampir 13 tahun surat kabar ini menjelma sebagai salah satu media cetak dengan oplah yang cukup besar di Medan. Konten berita yang dimuat di Medan Bisnis terdiri dari 50 persen berita ekonomi dan 50 persen berita umum. Menurut Pemimpin redaksi
Medan Bisnis Bersihar Lubis, konten media yang ia pimpin memang bersifat menggairahkan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Walau demikian, prinsip pencantuman nama wartawan ini diterapkan mempunyai banyak manfaat bila dilihat dari berbagai sudut pandang. Pertama melihat dari sisi wartawan sebagai penulis berita akan lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap berita-berita yang ia laporkan setiap hari. Dalam hal ini, mengetahui namanya tercantum, ia akan lebih memperhatikan kualitas berita, akurasi informasi, kualitas bahasa yang ia beritakan dan juga mengkatkan kompetensi si wartawan itu senditi. Medan Bisnis sebagai perusahaan media cukup dipermudah dalam memantau setiap wartawan yang dipekerjakan sebagai ujung tombak dalam mencari berita. Bersihar Lubis mengatakan medianya selalu melakukan evaluasi kinerja wartawan dalam periode waktu tertentu. Jadi hal ini dipermudah dengan kalkulasi berita melihat dari setiap berita yang sudah tertera masing-masing nama wartawan yang menulis berita. Namun, fungsi byline yang lebih spesifik adalah saat berita yang diterbitkan menuai protes dari pihak-pihak tertentu. sesuai dengan regulasi peraturan dunia pers, Medan Bisnis akan memberikan ruang hak jawab bagi berita yang keliru atau tidak akurat sebagai bentuk transparansi media terhadap publik. Tapi, dengan tercantumnya nama wartawan sebagai orang pertama yang meliput dan menulis laporan pemberitaan, maka akan menjadi evaluasi yang tegas secara moril untuk tidak lagi melakukan kesalahan serupa dan lebih berhati-hati dalam bekerja. Aspek ketiga yang dijelaskan oleh Bersihar adalah dari sisi kedekatan wartawan Medan Bisnis dengan publik. Publik yang dimaksud adalah narasumber, pejabat, politisi, pengusaha dan masyarakat umum. Kedekatan yang dimaksudkan adalah publik dapat mengetahui wartawan-wartawan MedanBisnis yang selalu bertugas berkaitan dengan masing-masing profesi publik itu sendiri. Semacam promosi bagi si wartawan itu sendiri untuk lebih dekat dengan narasumber dengan tujuan agar komunikasi si wartawan dalam melakukan peliputan berita lebih komunikatif, lebih dekat, akurat untuk menghasilkan berita yang berkualitas, bermutu dan berimbang.
1.2 Fokus Masalah Fokus Masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Dapat juga dinyatakan bahwa perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah (Pohan, dkk, 2012: 10) Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan byline terhadap integritas wartawan harian Medan Bisis?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat integritas wartawan harian Medan Bisnis dengan penerapan byline pada media tersebut. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektifan penerapan byline di harian Medan Bisnis sebagai media cetak yang menerapkan penggunaan byline di Medan. 1.4 Manfaat Peneltian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna dalam memperluas pengetahuan peneliti dalam bidang jurnalistik, khususnya dalam mengetahui tingkat integritas wartawan yang baik.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah penelitian tentang dunia kewartawanan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 3. Sebagai bahan masukan bagi kawan-kawan mahasiswa Ilmu Komunikasi lainnya, terutama yang menjurus kepada bidang jurnalisme. 4. Secara praktis, hasil peneltian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada media-media cetak yang ada di Medan akan pentingnya penerapan byline.