I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan gizi. Protein hewani mengandung asam amino essensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh tetapi dapat diperoleh dari luar salah satunya dengan mengkonsumsi daging. Selain itu, daging merupakan sumber kalori terbesar bagi manusia yang mengandung kolesterol sebesar 50 mg dan tinggi asam lemak jenuh. Namun dari segi kesehatan, tidak disarankan mengkonsumsi daging secara berlebihan, karena dengan memiliki asam lemak jenuh yang cukup tinggi dapat beresiko munculnya berbagai penyakit. Menurut Musdhalifah (2016) dari Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementrian Koordinaor Perekonomian, total kebutuhan daging sapi pada tahun 2016 adalah 674.690 ton, sebab konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia ratarata 2,61 kg/kapita/tahun. Dari kebutuhan nasional, hanya 441.761 ton yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Maka kekurangan 232.929 ton harus dipasok dari impor. Berdasarkan data diatas upaya pengurangan jumlah konsumsi daging dan menurunkan harga jual produk pangan yang terlalu tinggi terhadap protein hewani dan juga ketersediaan daging yang lebih untuk memenuhi perkembangan produksi 1
2 daging salah satunya adalah pembuatan daging yang serupa dengan daging sapi tetapi tidak terbuat dari daging sapi atau dapat disebut juga dengan daging analog. Daging tiruan adalah produk yang dibuat dari protein nabati yang dibuat dari bahan bukan daging, tetapi sesuai atau mirip benar dengan sifat - sifat daging asli. Daging tiruan mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain nilai gizinya lebih baik, lebih homogen dan lebih awet disimpan, dapat diatur hingga tidak mengandung lemak hewani (kolesterol) dan harganya lebih murah. Sumber - sumber protein nabati yang bisa digunakan sebagai bahan baku daging tiruan sangat banyak dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain memiliki serat - serat menyerupai daging dan kenyal (Astawan, 2009). Menurut Yusniardi dkk., (2010), supaya dapat menggantikan daging sesungguhnya pembuatan meat analog dari bahan nabati, harus mempunyai bentuk dan nilai gizi yang mirip. Lemak yang ditambahkan akan membentuk adonan yang stabil, karena perbandingan antara protein, air, dan minyak yang tepat akan membentuk adonan yang stabil. Jamur saat ini telah menjadi kebutuhan bagian hidup manusia. Beberapa jenis jamur merupakan sumber makanan setara dengan daging dan ikan yang bergizi tinggi. Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat (Djarijah,2001). Jamur memiliki nilai lebih dari sekedar nutrisi, yaitu memiliki rasa, aroma, dan kenikmatan, disamping juga memiliki nilai fungsional. Hasil studi menunjukkan bahwa beberapa jamur memiliki efek kolesterol rendah, antitumor, antivirus, dan antitrombosis. Secara umum jamur pangan memiliki kalori dan lemak
3 yang rendah, dan 90% berupa komponen air (Samme et al. 2003). Nilai nutrisi jamur hampir sama dengan sayuran, walaupun kandungan karbohidrat dan proteinnya lebih tinggi dari sayur-sayuran. Jamur memiliki kandungan protein sangat tinggi, yaitu 20-30% protein kasar (persen berat kering jamur) (Ingram 2002). Jamur merupakan komoditas yang akan cepat layu atau membusuk jika disimpan tanpa perlakuan yang benar. Oleh karena itu perlakuan harus segera dilakukan agar tidak merugikan. Perlakuan dapat dilakukan dengan menjaga kesegaran atau pengolahan segera (Suriawiria, 2002). Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur kuping (Auricularia auricular). Pemilihan jamur kuping adalah dengan pertimbangan jamur kuping merupakan sumber protein nabati yaitu 9,25 gram per 100 gram dengan harga yang lebih murah dibanding daging sapi, selain itu jamur kuping juga dapat mengatasi masalah gizi seperti anemia, hipertensi, dan hiperkolesterol (Soenanto, 2000). Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan spesies jenis jamur kayu dari kelas heterobasidiomycetes yang memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomi yang tinggi. Perkembangan budidaya jamur kuping di Indonesia semakin pesat, sehingga saat ini budidaya jamur kuping sangat merebak di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan jamur kuping merupakan jamur cosmopolitan atau dapat hidup dimana saja, mulai dari kawasan hutan pantai sampai dengan pegunungan tinggi dengan persyaratan tempatnya cukup lembab (Nurilla, 2010). Kualitas daging analog ditentukan juga oleh kenampakan, tekstur dan citarasa yang dimana semua itu dipengaruhi oleh bahan pengisi, bahan tambahan
4 dan cara pemasakan. Penambahan bahan pengisi dalam pembuatan daging analog dapat berpengaruh terhadap volume dari daging analog sehingga dapat menurunkan biaya produksi, meningkatkan daya ikat air dan memperkecil penyusutan. Bahan pengisi umumnya terdiri dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi ditambahkan bertujuan untuk menarik air karena kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan, sehingga membentuk tekstur padat, menstabilkan emulsi walaupun tidak berperan dalam mengemulsi lemak, dan memperbaiki sifat adonan (Velma, 2009). Dengan demikian untuk memenuhi ketersediaan daging sapi dan kebutuhan protein rendah lemak maka akan dibuat penelitian mengenai pengaruh jenis bahan pengisi dan konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) terhadap karakteristik daging analog. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Apakah jenis bahan pengisi berpengaruh terhadap karakteristik daging analog? 2. Apakah konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) yang bervariasi berpengaruh terhadap karakteristik daging analog? 3. Apakah ada interaksi antara jenis bahan pengisi dan konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) yang bervariasi memberikan pengaruh terhadap karakteristik daging analog?
5 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh jenis bahan pengisi dan perbedaan konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) dalam pembuatan daging analog untuk mendapatkan karakteristik terbaik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis bahan pengisi dan konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) yang bervariasi sehingga dapat menghasilkan karakteristik daging analog yang diinginkan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan membuka wawasan tentang pemanfaatan jamur yang tidak hanya dikonsumsi untuk kuliner saja tetapi dapat juga dimanfaatkan dalam pembuatan daging analog, sebagai diversifikasi jamur kuping serta meningkatkan nilai tambah dan nilai guna ekonomis jamur kuping. 1.5. Kerangka Pemikiran Proses pembuatan daging tiruan diawali dengan mencampurkan tepung terigu protein tinggi (hard wheat) dengan garam 2% dan air sebanyak 60% menggunakan mixer, sehingga membentuk adonan yang kalis. Setelah itu, dilakukan pencucian untuk menghilangkan pati sampai terbentuk gumpalan (gluten). Gluten yang dihasilkan, lalu ditambah tepung jamur tiram dengan beragam proporsi, serta dicampur secara homogen menggunakan penggiling. Kemudian direbus selama 15 menit pada suhu 100⁰C (Wardani dan Widjanarko, 2013).
6 Berdasarkan hasil penelitian Wardani dan Widjanarko (2013), dengan penambahan persentase tepung jamur tiram 0%, 10%, 20% dan 30%. Perlakuan terbaik pada parameter kimia fisik yaitu perlakuan proporsi penambahan tepung jamur tiram dan gluten (30:70) yang memiliki kandungan kadar air 73.16%, kadar protein 16.21%, WHC 84.02%, tekstur 21.81 N, ph 6.72, dan warna (L=40.84; a+=18.00; b+=22.53). Sedangkan untuk parameter organoleptik didapatkan dari perlakuan proporsi tepung jamur tiram dan gluten (10:90) dengan tingkat kesukaan yaitu 3.65 (netral) untuk rasa, 4.55 (agak suka) untuk tekstur dan warna, serta 4.05 (netral) untuk aroma. Menurut Febriyanti (2001), dalam pembuatan daging nabati rumput laut dengan persentase tepung rumput laut 10%,20% dan 30%. Daging nabati substitusi tepung rumput laut 20% merupakan produk yang disukai panelis. Hasil terbaik diperoleh daging nabati yang disubstitusikan tepung rumput laut 20% kandungan protein sebelum dan sesudah perebusan 23.349% dan 14.932%, air sebelum dan sesudah perebusan 97.829% dan 97.548%, dan vitamin B12 0,65μg. Menurut Penelitian Nuraidah (2013), mengenai studi Pengolahan daging tiruan dengan persentase kacang merah yang digunakan yaitu 70%, 60%, 50% dan 40%. Perlakuan yang mendekati Standar Nasional Indonesia untuk daging segar dengan protein 10,43% dan kadar abu 2,98% yaitu dengan perlakuan penambahan kacang merah 70%. Menurut hasil penelitian Anggorowati (2016) mengenai pengaruh konsentrasi tempe dan konsentrasi bahan pengisi terhadap karakteristik nugget terubuk (saccharum edule hasskarl) didapat bahwa konsentrasi tempe dan
7 konsentrasi tapioka berpengaruh terhadap tekstur dan aroma pada nugget terubuk, serta pada kadar protein dan kadar karbohidrat. Interaksi antara konsentrasi tempe dan konsentasi tapioka berpengaruh terhadap tekstur dan kadar karbohidrat. Produk terpilih yang didapatkan yaitu pada perlakuan k2p2 (konsentrasi tempe 30% dan konsentrasi tapioka 8,5%) dengan nilai kekerasan 1,447 mm/detik/100 g, karbohidrat 5,40% (SNI Maks. 25%), protein 12,07% (SNI Min. 12%), lemak 1,30% (SNI Maks. 20%) dan kalsium sebesar 253 mg/100 gram (30 mg/100 gram). Menurut penelitian Pramudya (2014), mengenai pengembangan produk bakso kedelai (soyballs) dengan penambahan gluten serta pati dari ubi kayu, ubi jalar, jagung dan kentang. Tepung komposit dari kedelai dan gluten dengan perbandingan 80%:20% dapat digunakan sebagai bahan pengganti daging dalam pembuatan bakso kedelai (soyballs) dengan jenis bahan pengisi pati jagung sebanyak 10%. Pemilihan formula tersebut berdasarkan parameter kadar protein, tekstur, dan rendemen pemasakan yang tinggi serta dapat diterima oleh panelis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ginting dan Umar (2005) tentang penggunaan berbagai jenis bahan pengisi pada nugget itik air. Diketahui bahwa nugget itik air yang ditambahkan tepung sagu mempunyai penerimaan rasa yang paling baik dibandingkan dengan penambahan tepung lainnya yaitu, tepung jagung, tepung beras, dan tepung terigu. Menurut Surawam (2007), dalam penelitiannya tentang penggunaan tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka dan tepung maizena terhadap tekstur dan sifat sensoris dari nugget ikan tuna menunjukan bahwa fish nugget yang memiliki tekstur sensoris paling lunak adalah perlakukan dengan penambahan tepung terigu, tepung
8 beras, tepung tapioka dan tepung maizena sebanyak 10%. 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Minimal terdapat satu jenis bahan pengisi berpengaruh terhadap karakteristik daging analog. 2. Minimal terdapat satu jenis konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) yang bervariasi berpengaruh terhadap karakteristik daging analog. 3. Terdapat interaksi antara jenis bahan pengisi dan konsentrasi jamur kuping (Auricularia auricula) yang bervariasi berpengaruh terhadap karakterisitik daging analog. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian bertempat di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Pasundan, Jalan Dr. Setiabudhi No. 193 Bandung. Dimulai pada bulan November hingga Desember 2017.