BAB 1 PENDAHULUAN. serta keanekaragaman hayati yang besar di dunia ini. Selain potensi alam tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

penanggulangan bencana penanggulangan bencana penanggulangan bencana 1. Mengidentifikasi strategi perencanaan bencana lokal yang ada

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara keseluruhan berada

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster).

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Powered by TCPDF (

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 15 TAHUN 2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KUPANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki sumber daya alam serta keanekaragaman hayati yang besar di dunia ini. Selain potensi alam tersebut ternyata Indonesia juga disertai dengan potensi bencana yang bersumber dari alam. Bencana yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat Indonesia, termasuk dampak bagi kesehatan masyarakat. Secara geografis Indonesia berada di kawasan rawan bencana alam, akibat kegagalan teknologi dan akibat ulah manusia lainnya. Selain itu juga diperberat dengan adanya potensi krisis multidimensi termasuk kerusuhan sosial bernuansa SARA, kecelakaan transportasi dan industri serta Kejadian Luar Biasa akibat wabah penyakit menular. Masalah kesehatan yang terjadi akibat kedaruratan dan bencana menyebabkan timbulnya kerugian berupa gangguan kehidupan dan penghidupan manusia, kerusakan lingkungan dan sarana kesehatan yang pada gilirannya akan menghambat laju pembangunan nasional (Depkes RI, 2002). Oleh sebab itu, agar dampak yang ditimbulkan tidak meluas dan parah maka kita harus mampu menanggulangi terjadinya bencana tersebut melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan terencana. Penanggulangan bencana adalah bagian integral dari pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat UUD 1945, sebagaimana dimaksud di alinea ke-iv Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (BNPB, 2011). 1 1

2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Begitu juga dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Berdasarkan undang undang nomor 24 tahun 2007 di atas diketahui juga bahwa terdapat 3 tahapan dalam menanggulangi bencana. Salah satu yang terpenting adalah tahap pra bencana yang terdiri atas pra bencana saat tidak ada bencana dan pra bencana saat ada potensi bencana. Menurut Rahadrdja (2009) penanggulangan bencana saat ini mengalami perubahan orientasi dari penanggulangan resiko berubah menjadi pengurangan risiko bencana, yang artinya penyelenggaraan penanggulangan bencana saat ini berorientasi pada tahap pra bencana daripada tahap tanggap darurat. Begitu juga dengan kebijakan dan strategi nasional upaya penanggulangan bencana saat ini yang lebih menitiberatkan pada upaya sebelum terjadinya bencana, yang salah satunya adalah kegiatan kesiapsiagaan. Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (melalui pelatihan, gladi, penyiapan sarana dan prasarana, SDM, logistik dan

3 pembiayaan). Kesiapsiagaan yang tepat dan cepat dapat meminimalisir jumlah korban dan kerusakan (Ristrini, 2012). Salah satu sektor yang membutuhkan kesiapsiagaan adalah sektor kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu sektor yang mendapat perhatian besar bagi tim penanggulangan bencana. Bencana yang berkepanjangan dapat memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan, oleh karena itu kesiapsiagaan dalam sektor kesehatan merupakan hal yang harus diperhatikan secara khusus. Penanggulangan bencana tersebut merupakan tugas dan tanggung-jawab pemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama masyarakat luas. Bentuk tanggungjawab tersebut harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh bencana. Hal ini juga merupakan salah satu wujud perlindungan negara kepada warga negara. Termasuk juga dalam memberikan pelayanan kesehatan, struktur organisasi bidang kesehatan yang saat ini sudah terbentuk dari berbagai jenis tenaga kesehatan merupakan pelaksana pemberi pelayanan kesehatan yang juga harus diperhatikan kesiapsiagaannya sesuai dengan kebijakan yang sudah ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1653 tahn 2005 tentang pedoman penanganan bencana bidang kesehatan ( Kepmenkes RI, 2005). Penanganan bencana di lapangan sangat bergantung pada stakeholdernya, misalnya BPBD dan khusus di bidang kesehatan ada kordinator tanggap darurat kesehatan yang dikordinir oleh dinas kesehatan, serta ada rumah sakit. Ketiga pihak ini mempunyai peran yang berbeda-beda di lapangan.

4 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, BPBD merupakan kordinator utama yang bertanggungjawab mengkordinasikan seluruh elemen termasuk kesehatan dalam menangani bencana. Bila kondisi bencana terjadi maka BPBD akan memberikan intruksi sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan, sehingga bila informasi lapangan yang disampaikan salah maka akan berpengaruh terhadap penyediaan sumber daya bidang kesehatan. Kemudian dinas kesehatan yang bertanggung jawab sebagai kordinator bidang kesehatan, dinas kesehatan bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan menyediakan seluruh sumber daya bidang kesehatan (sdm, peralatan medis, obat-obatan) yang digunakan untuk persiapan dalam menghadapi bencana. Kemudian Rumah Sakit merupakan institusi akhir dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus siap siaga dalam menampung korban bencana yang membutuhkan pelayanan lanjutan. Kesiapsiagaan rumah sakit dalam menampung korban bencana menentukan nyawa korban bencana, sebab korban yang dibawa ke rumah sakit adalah korban yang tidak dapat lagi ditangani di lapangan ataupun membutuhkan pelayanan lanjutan, sehingga apabila tidak siap maka berpotensi menimbulkan kematian bagi korban. Salah satu provinsi yang pernah mengalami bencana dahsyat adalah Provinsi Aceh merupakan provinsi berada di ujung barat Indonesia. Berdasarkan Indeks Resiko Bencana tahun 2013 yang dikeluarkan oleh BNPB diketahui bahwa Provinsi Aceh tergolong ke dalam salah satu provinsi yang memiliki nilai indeks yang tinggi.

5 Salah kabupaten yang juga memiliki indeks di atas rata-rata Provinsi Aceh sebesar 160 sedangkan Kabupaten Aceh Utara dengan nilai indeks 175 (BNPB,2013). Salah satu ancaman bencana alam sering terjadi adalah bersifat hidrometeorologi seperti banjir, angin puting beliung, dan kekeringan, dan yang bersifat geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan tanah longsor. Sebagian besar bencana yang sering terjadi adalah hidro-meteorologi, yaitu banjir dan angin puting beliung (DRRA, 2011). Kabupaten Aceh Utara adalah salah satu wilayah rawan bencana dalam Provinsi Aceh. Kabupaten ini merupakan kawasan rawan bencana alam banjir yang terjadi pada setiap tahun pada skala rendah, menengah dan tinggi disebabkan oleh curah hujan diatas normal sehingga sistim pengaliran air alamiah yang terdiri dari sungai dan anak sungai dan saluran drainase tidak mampu menampung akumulasi air hujan. Ancaman bencana alam dan non alam lainnya yang sering terjadi dalam Kabupaten Aceh Utara antara lain berupa tanah longsor, angin kencang/topan, pasang purnama, abrasi, erosi dan kebocoran Amonia serta bencana-bencana berupa kecelakaan boat nelayan dan korban tenggelam di perairan lautan dan sungai ( BPBD Kabupaten Aceh Utara, 2011). Melihat potensi bencana yang bisa kapan saja muncul maka dibutuhkan tim penanggulangan bencana yang dapat memberikan pelayanan dalam menanggulangi bencana. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Utara dengan Qanun No 3 tahun 2010 yang telah ditetapkan pada bulan Maret tahun 2010.

6 Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang sudah dipersiapkan dalam menghadapi bencana, hal ini terlihat dari tim kesehatan yang sudah terbentuk dan terlibat dalam penanggulangan bencana yang sering terjadi di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini terlihat dari laporan BPBD yang menunjukkan peran serta petugas kesehatan dalam menanggulangi bencana (BPBD Kabupaten Aceh Utara, 2011). Tim kesehatan sebagai bagian dari tim penanggulangan bencana selaku penyelenggara penanggulangan bencana di daerah yang meliputi tahap pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana dituntut untuk memiliki kesiapsiagaan yang baik, khususnya kesiapsiagaan petugas yang terlibat langsung dalam penanggulangan bencana termasuk bidang kesehatan. Berdasarkan survey awal yang dilakukan diketahui bahwa tim kesehatan sudah terlibat aktif dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, khususnya bencana banjir yang kerap menimpa kabupaten Aceh Utara. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sudah dirumuskan dalam undangundang dan peraturan pemerintah sekaligus didukung oleh peraturan daerah. Apabila kebijakan yang sudah ada tersebut diimplementasikan, maka permasalahan bencana dapat di atasi secara baik. Akan tetapi banyak hal (ketersediaan logisti, dana) yang menyebabkan implementasi tersebut tidak berjalan sesuai dengan kebijakan yang diputuskan. Menurut Ripley (1986) bahwa implementasi kebijakan terdiri atas dua pendekatan yaitu kepatuhan dan pendekatan faktual. Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh tahap implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan

7 oleh kemampuan implementor, dalam mengikuti apa yang ditetapkan kebijakan, dan kemampuan implementor melakukan apa yang dianggap tepat sebagai keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal dan faktor non-organisasional, atau pendekatan faktual. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1653 tahun 2005 diketahui bahwa salah satu upaya yang dilakukan tim kesehatan adalah melakukan inventarisasi berbagai sumber daya termasuk obat-obatan sesuai dengan potensi bahaya yang ditimbulkan. Akan tetapi hal tersebut tampak belum berjalan maksimal. Berdasarkan penelusuran dokumen laporan penilaian kebutuhan kesehatan tim penanggulangan diketahui bahwa tim kesehatan sering mengalami kekurangan peralatan bantuan medis, transportasi dan obat-obatan. Kondisi ini sering terjadi pada setiap bencana banjir, hal ini mengakibatkan pelayanan kesehatan di pengungsian jadi terhambat karena pemenuhan kebutuhan obat tidak tersedia secepat mungkin. Selain itu berdasarkan wawancara dengan dinas kesehatan bahwa dana yang tersedia untuk mengatasi bencana juga menjadi faktor yang menghambat penyediaan material pendukung pelayanan kesehatan, sehingga tak jarang dinas kesehatan memanfaatkan dahulu material fisik dan obat-obatan yang lazimnya digunakan untuk kebutuhan sehari-sehari di Puskesmas, dan sering jumlahnya juga terbatas. Keputusan Menteri Kesehatan di atas juga mengisyaratkan bahwa tim kesehatan juga harus mampu melakukan kordinasi lintas sektor dengan berbagai lembaga yang ada di kecamatan, akan tetapi sejak tahun 2011 kerjasama yang terbangun belum dapat terealisasi ke dalam berbagai kegiatan yang melibatkan peran

8 serta masyarakat. Hasil penelitian Ristrini (2012) menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat kesiapsiagaan tim dalam menghadapi bencana baik karena dinas kesehatan telah membangun kerjasama dengan berbagai pihak baik swasta maupun pemerintah. Menurut Edward dalam Supriyatno (2010) bahwa salah satu yang harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan adalah faktor komunikasi, salah satu bentuk komunikasi yang yang bersifat formal dalam organisasi adalah kordinasi antar lembaga melalui rapat antar institusi. Bila kordinasi yang terbangun baik maka implementasi kebijakan juga akan berjalan baik. Kordinasi merupakan sebuah upaya yang harus dilakukan stakeholder dalam mengendalikan kondisi bencana, peran ini dipegang oleh BPBD selaku komando tanggap darurat dalam menghadapi bencana. Akan tetapi dalam praktiknya, kordinasi dalam bentuk rapat, intruksi melalui surat sering terlambat dilakukan antar stakeholder saat terjadi bencana, sehingga tim kesehatan mengalami keterlambatan dalam penyediaan sumber daya. Kemudian saat kondisi tidak ada bencana sangat jarang dilakukan pertemuan lintas stakeholder untuk menghadapi bencana. Sehingga tim kesehatan tidak mempunyai rencana yang matang dalam menghadapi bencana. Fenomena di atas mengindikasikan bahwa kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana belum berjalan maksimal sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan. Kepatuhan terhadap aturan dan kemampuan tenaga kesehatan dalam menentukan aktivitas merupakan bagian dari implementasi kesiapsiagaan harus dilihat mata rantai

9 hubungannya dengan faktor lain seperti sumber dana, sarana prasarana, komunikasi serta pemahaman tenaga kesehatan tentang standar yang sudah ditetapkan. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana dukungan kebijakan penanggulangan bencana bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara. 2. Bagaimana kepatuhan stakeholder sesuai dengan tugas pokok masing-masing 3. Bagaimana koordinasi diantara stakeholder (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, dan BPBD) dalam menghadapi bencana. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis dukungan kebijakan kesiapsiagaan penanggulangan bencana bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara. 2. Mengetahui tingkat kepatuhan stakeholder dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi institusinya. 3. Mengetahui model koordinasi stakeholder dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan.

10 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan teori implementasi kebijakan khususnya dalam implementasi kebijakan penanganan bencana 2. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan dan stakeholder terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.