BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untuk membuka bagian abdomen. Laparotomi terbentuk dari dua kata Yunani, lapara dan tome. Kata lapara berarti bagian lunak dari tubuh yang terletak diantara tulang rusuk dan pinggul, sedangkan tome berarti pemotongan (Kamus Kedokteran, 2011). Faridah (2014) menyatakan bahwa, laparatomi merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada kasus-kasus seperti, apendisitis perforasi, hernia inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rektum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat, 2005). Menurut WHO, pasien laparatomi meningkat setiap tahunnya sebesar 15% (Nurlela, 2009), sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009 menjabarkan bahwa, tindakan bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah laparatomi (Kusumayanti, 2015). Pembedahan yang menyangkut luka insisi di abdomen menurut data dari ruang operasi gedung bedah pusat terpadu (GBPT) RSU Dr. Soetomo Surabaya dari bulan Januari sampai September 2004 terdapat 468 kasus dengan rata-rata tiap bulan sekitar 52 kasus. Angka kejadian laparotomi di Indonesia menunjukan bahwa kasus laparotomi meningkat dari 162 kasus pada 1
2 tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1281 kasus pada tahun 2007 (Depkes, 2007). Berdasarkan data dari bagian Litbang BPRSUD Labuang Baji Makassar selama kurun waktu 3 tahun terakhir bahwa, pada tahun 2006 sebanyak 593 pasien operasi abdomen di kamar bedah. Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 548 pasien operasi abdomen di kamar bedah. Pada bulan Januari-September 2008 sebanyak 420 pasien operasi abdomen. Dengan rata-rata setiap bulan terdapat 46 pasien (Mendes, 2012). Adapun data Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong tanggal 31 Oktober 2009, dalam 3 bulan terakhir khususnya pasien Laparotomi menangani 72 kasus pada bulan Agustus 2009, 75 kasus pada bulan September 2009, dan 73 kasus pada bulan Oktober 2009 (Estria, 2011). Di dukung sesuai data yang berasal dari bangsal cendana 2 instalasi rawat inap I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ditemukan data sebanyak 20 pasien menjalani laparotomi dari bulan Desember 2015 Februari 2016. Perawatan post operatif laparotomi yang membutuhkan waktu lama seringkali menimbulkan komplikasi. Penyembuhan luka pasca pembedahan abdomen memerlukan waktu 10 sampai 14 hari, meskipun luka bekas jahitan belum pulih seutuhnya (King, 2013). Perawatan yang tepat penting dilakukan untuk mengurangi terjadinya komplikasi. Tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif (Perry & Potter, 2006). Komplikasi luka pada abdomen post laparotomi dapat menyebabkan perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan dan meningkatkan biaya dari rumah sakit.
3 Kepatuhan pengobatan pasien laparotomi merupakan hal penting untuk mempercepat proses penyembuhan, dikarenakan laparotomi merupakan penyakit yang memerlukan waktu serta perawatan khusus. Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan terapi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima dimensi yang saling terkait, yaitu faktor pasien, terapi, sistem kesehatan, lingkungan dan sosial ekonomi sehingga diperlukan strategi khusus untuk meningkatkan kepatuhan pasien serta perlu mempertimbangkan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya (Asti, 2006). Ketidakpatuhan merupakan masalah potensial meningkatkan morbiditas, mortalitas serta memperbesar biaya pengobatan (Kjeldsen et al, 2011). Ketidakpatuhan dapat menyebabkan risiko kematian. Peningkatan mortalitas dikarenakan ketidakpatuhan mencapai 6,8% (Riskesdas, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mazzaglia pada tahun 2009 bahwa, ketidakpatuhan dari pasien yang menjalankan terapi mencapai 20-80% (Kjeldsen et al, 2011). Menurut data WHO (2003) rendahnya tingkat kepatuhan pengobatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik pengobatan dan penyakit, faktor intrapersonal, faktor interpersonal, dan faktor lingkungan. Selain itu, kurangnya hubungan dengan petugas kesehatan dan dosis yang diberikan tidak cukup kuat memiliki pengaruh terhadap ketidakpatuhan (Banning, 2009). Pasien yang tidak patuh terhadap aturan penggunaan obat sebesar 30-55% (WHO, 2003). Tidak sepenuhnya semua kesalahan ada pada pasien, namun diperlukan juga adanya pembenahan dalam sistem kesehatan dan petugas pelayanan
4 kesehatan (Asti, 2006). Oleh karena itu, diperlukan peran dari tenaga kesehatan profesional dalam proses perawatan pasien. Pemberian pelayanan yang berkualitas oleh tenaga kesehatan yang profesional akan mempercepat kesembuhan bagi pasien. Penelitian Effendy (2015) telah menyebutkan bahwa lebih dari 54% pasien di Indonesia memerlukan perhatian pelayanan tenaga kesehatan profesional. Pemberian edukasi kesehatan yang tepat kepada pasien post laparotomi, diharapkan menjadi salah satu cara untuk mempercepat kesembuhan pasien, selain itu dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap perawatan selama di rumah sakit. Tidak hanya merasa mendapatkan pelayanan yang baik, melainkan juga pengetahuan baru yang dapat dipergunakan oleh pasien saat menjalani pengobatan serta mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi kesehatan merupakan kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit (BPJS Kesehatan, 2011). Berdasatkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Gambaran Kepatuhan Pasien Post Laparotomi Terhadap Edukasi Perioperatif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan variabel berbeda yaitu, kepatuhan, kepuasan, self-efficacy, dan kecemasan pasien.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, didapatkan rumusan masalah yaitu: Bagaimana Gambaran Kepatuhan Pasien Post Laparotomi Terhadap Edukasi Perioperatif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Kepatuhan Pasien Post Laparotomi Terhadap Edukasi Perioperatif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui Gambaran Kepatuhan Pasien Post Laparotomi Terhadap Edukasi Perioperatif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2. Bagi Pasien a. Pasien mendapatkan pelayanan berupa edukasi kesehatan. b. Pasien memperoleh pengetahuan mengenai proses penyembuhannya. 3. Bagi RSUP Dr. Sardjito a. Rumah sakit dapat mempertimbangkan kebijakan dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien. b. Memberikan informasi kepada rumah sakit mengenai tingkat kepatuhan pasien terhadap kualitas pelayanan saat ini.
6 E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Dyah Restuning P (2015) mengenai Efektifitas Edukasi Diabetes Dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengaturan Diet Pada Diabetes Melitus Tipe 2. Perbedaan penelitian ini adalah populasi yang digunakan, adanya kelompok intervensi dan juga kelompok kontrol, jumlah sampel yang digunakan, serta lokasi dan waktu melakukan penelitian. Persamaan nya dalah variabel yang di gunakan adalah kepatuhan dan juga edukasi dan juga desain penelitiannya yang quasi eksperimental. Hasil dari penelitian ini adalah edukasi diabetes berpengaruh bermakna terhadap kepatuhan pengaturan diet pada kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah diberikan edukasi diabetes. 2. Penelitian Alphonce Joho Angelina (2012) mengenai Factors Afeercting Treatment Compliance Among Hypertension Patients In Three District Hospitals-Dar Es Salaam yang di lakukan di Tiga Rumah Sakit Kota Dar Es Salaam. Persamaan penelitian ini adalah variabel nya yaitu kepatuhan. Sedangkan, perbedaaan penelitian ini adalah metode penelitian yang digunakan berupa penelitian cross sectional dan juga adanya perbedaan variabel berupa, variabel: Usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan. Hasil dari penelitian nya adalah adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (p=0,044) dengan tingkat Kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi sedangkan variabel usia (p=0,686),
7 3. Status perkawinan (p=0,287), tingkat Pendidikan (p=0,277) dan Pekerjaan (p=0,908) tidak menunjukan hubungan yang signifikan 4. Penelitian Armi (2014) mengenai Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus dengan Retinopati Diabetik Dalam Melakukan Pemeriksaan Mata di Rumah Sakit Aini Jakarta. Persamaan penelitian adalah metode yang digunakan yaitu quasieksperimental, variabel yang digunakan yaitu kepatuhan. Perbedaan penelitian ini adalah jumlah populasi, teknik random sampling, lokasi dan juga metode pemberian pendidikan kesehatan. Hasil dari penelitian ini adalah adanya pengaruh pre dan post pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan dalam melakukan pemeriksaan mata pada pasien Diabetes Melitus dengan Retinopati Diabetik di Rumah Sakit Mata Aini Jakarta. 5. Penelitian Wirawan Adikusuma (2017) mengenai Perbandingan Pengaruh Edukasi Melalui Layanan Pesan Singkat dan Booklet Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus yang dilakukan pada bulan April Juli 2016 di Rumah Sakit Umum Povinsi Nusa Tenggara Barat. Persamaan penelitian ini adalah metode yang di gunakan yaitu quasi eksperimental, lalu variabel yang digunakan yaitu edukasi kesehatan dan kepatuhan. Perbedaan penelitian ini adalah populasi yang digunakan, metode pemberian edukasi, jumlah sampel, lokasi penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah edukasi melalui layanan pesan singkat dapat meningkatkan kepatuhan pasien secara signifikan (p<0,05), selain itu edukasi melalui booklet juga meningkatkan kepatuhan secara signifikan (p<0,05).