BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak yang menduduki posisi kelima di dunia dan hal itu berdampak pada tingginya kebutuhan bahan pangan nasional. Walaupun Indonesia merupakan salah satu negara agraris namun negara ini belum mampu untuk berswasembada untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan Indonesia memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri mengharuskan Indonesia turut dalam perdagangan internasional yaitu melakukan impor barang maupun jasa, khususnya impor bahan pangan yang termasuk didalamnya produk pertanian berupa komoditas holtikultura. Holtikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang permintaannya secara agregat cukup besar di pasaran. Permintaan holtikultura yang cukup tinggi tidak dapat terpenuhi oleh produksi domestik yang terbatas. Sehingga Impor termasuk alternatif yang diambil untuk memenuhi kebutuhan akan holtikultura dalam negeri. Impor produk-produk holtikultura cenderung meningkat sepanjang 2007 hingga 2011. Tercatat, hingga Juni 2012 nilai impor produk holtikultura mencapai US$ 4734,5 Juta dan diperkirakan akan terus meningkat menyusul pelonggaran aturan impor produk holtikultura seperti tertuang dalam Permendag No.60 / 2012 tentang ketentuan Impor Holtikultura yang diberlakukan 28 September 2012 (Kementrian Keuangan, 2013). Regulasi tersebut bukan hanya merupakan kuota impor akan tetapi juga mengatur banyak hal seperti kewajiban Importir Terdaftar (IT) dan Importir 1
Produsen (IP), wajib label, verifikasi dan lainnya. Dalam regulasi ini tidak lagi mengatur aspek mendasar dalam importansi seperti keamanan pangan produk holtikultura dan ketersediaan produk dalam negeri. Bawang merah merupakan salah satu komoditi holtikultura yang permintaannya juga cukup tinggi di Indonesia. Meskipun komoditas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, namun konsumen rumah tangga pada khususnya hampir selalu membutuhkan bawang merah sebagai pelengkap bumbu masakan sehari-hari, obat-obatan tradisional atau untuk olahan turunannya dalam industri rumah tangga khususnya yang semakin berkembang. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia sejak tahun 1993 sampai 2012 menunjukkan perkembangan yang fluktuatif namun relatif meningkat. Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 1993 adalah 1,33 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2012 konsumsi bawang merah telah mencapai 2,764 kg/kapita/tahun (Dirjen Holtikultura, 2013). Tingkat konsumsi rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 3,014 kg/kapita/tahun dengan volume total permintaan bawang merah mencapai 901.102 ton (Badan Pusat Statistik, 2013). Peningkatan ini dipengaruhi jumlah penduduk yang bertambah dan peningkatan daya beli masyarakat. Namun produksi bawang merah mengalami perkembangan negatif terhadap permintaan bawang merah itu sendiri. Pada tahun 1998 disaat perekonomian Indonesia juga mengalami krisis, penurunan produksi bawang merah domestik pada tahun tersebut adalah penurunan pada titik terendah dalam perkembangannya yang hanya mencapai 599.203 ton (Deptan Holtikultura, 2013). 2
Kekurangan produksi bawang merah yang sangat mengkhawatirkan terjadi pada tahun 2008 dimana produksinya hanya mencapai 853.615 ton sedangkan permintaannya meningkat cukup tinggi mencapai 969.316 ton, sehingga Indonesia mengalami kekurangan stok bawang merah tertinggi selama periode 2002-2012 yang mencapai 115.701 ton (Badan Pusat Statistik, 2013). Sebagai dampak kelanjutan kebijakan atas permasalahan tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara net importir bawang merah. Walaupun demikian impor bawang merah Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2002 sampai dengan 2008 impor bawang merah mengalami peningkatan hingga mencapai nilai sebesar 128.015 ton pada tahun 2008 dari 32.930 pada tahun 2002, kemudian turun secara tajam pada tahun 2009 menjadi 67.330 ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 156.381 ton (Kementerian Pertanian, 2011 dan Badan Pusat Statistik, 2010). Penurunan impor bawang merah pada tahun 2009 diduga karena terjadinya krisis ekonomi dunia di Eropa, sehingga berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia termasuk impor bawang merah. Impor bawang merah yang tidak tepat jumlah dan waktunya akan menyebabkan meningkatnya penawaran bawang merah di Indonesia dan jatuhnya harga bawang merah domestik sebagai dampak lanjut. Besarnya impor bawang merah akan menyebabkan harga bawang merah domestik menjadi fluktuatif dan sulit untuk dikendalikan karena terjadi kelebihan pasokan bawang merah di pasar domestik dan harga bawang merah impor cenderung lebih murah. 3
Pemerintah menghadapi masalah kelebihan pasokan impor bawang merah dengan menerapkan kembali kebijakan harmonisasi tarif bea masuk pada tanggal 1 Januari 2005. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa bawang merah yang masuk dikenakan tarif sebesar 25 persen pada tahun 2005 sampai 2010 dan turun menjadi 20 persen pada tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012). Kebijakan tarif impor bawang merah di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan perdagangan internasional. Impor bawang merah mayoritas berasal dari negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Thailand, Vietnam, Philipina, dan China. Berdasarkan Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005, Permenkeu 355/KMK.01/2004 dan beberapa peraturan lainnya, tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China adalah sebesar nol persen pada tahun 2006 (Kementerian Keuangan, 2012). Produksi bawang merah domestik masih sulit berkembang salah satunya disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi sehingga membuat harga bawang merah dalam negeri sangat mahal dan sulit untuk bersaing dengan harga bawang dunia. Rendahnya harga bawang merah impor menyebabkan bawang merah domestik tidak dapat bersaing sehingga berdampak lanjut harganya menjadi turun. Impor bawang merah diduga akan menurunkan harga bawang merah domestik yang menjadi dampak lanjut dari tingginya volume impor bawang merah di Indonesia. Sehingga perlu dikaji bagaimana kondisi permintaan bawang merah domestik Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya yang turut mempengaruhi permintaan impor bawang merah ditengah minimnya produksi 4
bawang merah domestik dan menyebabkan kelebihan pasokan bawang merah impor di dalam negeri. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan bawang merah di Indonesia, tingkat permintaan bawang merah yang sangat tinggi tidak sebanding dengan produksi dalam negeri sehingga harus diatasi dengan impor yang hampir mengalami peningkatan volume setiap tahun. Maka rumusan masalah untuk memfokuskan penelitian adalah: 1. Bagaimana permintaan impor bawang merah di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh konsumsi bawang merah Indonesia, produksi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar maupun volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana permintaan impor bawang merah di Indonesia. 2. Mengetahui bagaimana pengaruh konsumsi bawang merah Indonesia, produksi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar maupun volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia 5
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, serta bagi pembaca diharapkan mampu memberikan informasi mengenai impor bawang merah di Indonesia dan juga sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya. 2. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang bermanfaat baik dalam pengambilan keputusan bagi para pelaku pasar seperti petani, pedagang, dan pelaku impor maupun ekspor. 3. Bagi pihak-pihak lain, khususnya almamater Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitiannya. 6