BAB II LANDASAN TEORI. objektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1999). Persepsi adalah suatu proses aktif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya.

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

Gambaran Komunikasi Interpersonal pada Pasangan yang Menikah Beda Agama. Oleh : Alfi Reza Brilliyanto

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

GAMBARAN PERSEPSI PERNIKAHAN PADA REMAJA YANG ORANGTUANYA BERCERAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Duvall & Miller, 1985). Pernikahan merupakan awal terbentuknya sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.A. Persepsi terhadap Pernikahan II.A.1. Definisi Persepsi terhadap Pernikahan Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1999). Persepsi adalah suatu proses aktif setiap orang memperhatikan, mengorganisasikan dan menafsirkan semua pengalamannya secara selektif (Mulyana, 2005). Myers (1992) menyatakan persepsi merupakan cara pandang (pengamatan) individu terhadap stimulus yang ada di lingkungannya melalui proses penginderaan yang dilakukan secara aktif untuk dapat menafsirkan dan menyimpulkan stimulus tersebut. Menurut Anorogo & Widiyanti (1993), persepsi adalah proses seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia. Setelah melihat penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses setiap orang memilih, memperhatikan, mengorganisasikan dan menafsirkan semua pengalamannya secara selektif untuk mendapatkan gambaran suatu stimulus. Batasan mengenai pernikahan ada banyak tergantung pada pendekatannya, di antaranya adalah: Herning (1956) mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita yang kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan. Keterikatan ini bersifat 11

persahabatan, ditandai oleh perasaan bersatu dan saling memiliki. Masing-masing individu perlu menyesuaikan diri pada pasangannya dan mengubah diri agar sesuai. Sedangkan menurut Duval dan Miller (1980) pernikahan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita, yang mensahkan hubungan seksual dan adanya kesempatan mendapatkan keturunan. Pria dan wanita ini bertanggungjawab atas pengasuhan anak mereka dan pasangan ini juga selama menikah memantapkan pembagian kerja antara mereka. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan 1/1974 menyatakan pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah melihat penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan antara seorang pria dan wanita yang diakui secara sosial dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Berdasarkan uraian mengenai persepsi dan pernikahan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap pernikahan adalah proses aktif setiap orang memilih, memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalamannya mengenai suatu ikatan antara seorang pria dan seorang wanita yang diakui secara sosial untuk membentuk keluarga (rumah tangga). 12

II.A.2. Aspek Persepsi terhadap Pernikahan Persepsi individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai pernikahan, pengharapan yang dimiliki individu untuk pernikahannya sendiri serta penilaian individu mengenai pernikahannya (Calhoun & Acocella, 1990). 1. Pengetahuan Aspek pertama dari persepsi adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud berupa pengetahuan yang dimiliki individu mengenai pernikahan. Pengetahuan ini didapatkan dari masa lalu dan perasaan terhadap pernikahan 2. Harapan Aspek kedua dari persepsi adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set pandangan terhadap pernikahan, individu juga memiliki pengharapan terhadap pernikahannya sendiri, seperti apa pernikahan itu seharusnya dan apa yang harus dilakukan dalam pernikahan. 3. Penilaian Aspek terakhir dari persepsi adalah penilaian. Penilaian adalah kesimpulan individu terhadap pernikahan yang didasarkan pada bagaimana pernikahan tersebut memenuhi pengharapan individu terhadap pernikahan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi. Adapun ketiga aspek tersebut adalah pengetahuan, harapan dan penilaian. 13

II.A.3. Faktor-Faktor yang Mendorong Seseorang untuk Menikah Dalam Domikus (1997), ada beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menikah, yang dikategorikan ke dalam dua faktor utama, yaitu : 1. Push factor, yaitu faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk segera memasuki pernikahan, meliputi : a. Konformitas, orang memutuskan untuk menikah karena demikian pula yang dilakukan oleh sebagian besar orang. Agaknya kebanyakan struktur kebudayaan yang ada di muka bumi ini adalah sedemikian rupa sehingga konformitas merupakan hal yang utama. b. Cinta, cinta merupakan komitmen emosional manusia yang perlu diterjemahkan ke dalam suatu bentuk yang lebih nyata dan permanen, yaitu pernikahan. c. Legitimasi sex dan anak, secara tradisional, masyarakat memberikan dukungan terhadap hubungan seksual hanya kepada mereka yang telah menyatakan komitmennya secara legal. Sedangkan lahirnya anak-anak yang tidak berasal dari pernikahan yang sah akan menimbulkan stigma sosial yang tidak dapat disepelekan. 2. Pull factors, yaitu faktor-faktor daya tarik yang menetralisir kekawatiran seseorang untuk terikat dalam pernikahan yang akan mengurangi kebebasan. Yang termasuk dalam pull factors, antara lain : 14

a. Persahabatan, salah satu harapan terhadap pernikahan adalah terjadinya persahabatan yang terus menerus. Banyak pasangan dalam pernikahan sesungguhnya adalah terjalinnya suatu persahabatan. b. Berbagi, berbagi dalam gaya hidup, pikiran-pikiran, dan juga penghasilan, dianggap sebagai daya tarik seseorang untuk memasuki pernikahan. c. Komunikasi, pasangan suami istri perlu terlibat secara mendalam dalam komunikasi yang akrab dan bermakna. Pasangan yang bahagia adalah mereka yang terampil berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal dan saling peka terhadap kebutuhan satu sama lain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang memotivasi seseorang untuk menikah. Faktor yang pertama adalah push factor yang mendorong seseorang untuk segera memasuki pernikahan, dan faktor yang kedua adalah pull factor yang menetralisir kekawatiran seseorang untuk terikat dalam pernikahan yang akan mengurangi kebebasan. II.B. Dewasa Dini II.B.1. Definisi Dewasa Dini Kata dewasa dini berasal dari kata adultus yang artinya telah tumbuh menjadi kekuatan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Jadi orang dewasa adalah orang orang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. 15

Hurlock (1999) kemudian membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Masa dewasa dini yang dimulai dari usia 18 tahun sampai 40 tahun 2. Masa dewasa madya yang dimulai dari usia 40 tahun sampai 60 tahun 3. Masa dewasa lanjut yang dimulai dari 60 tahun sampai kematian Menurut Hurlock (1999), pembagian usia bukan merupakan hal yang ketat, hanya merupakan umur dimana pria dan wanita mulai menunjukkan perubahan penampilan, minat, sikap dan perilaku karena tekanan budaya sehingga menimbulkan penyesuain diri yang harus dihadapi setiap orang dewasa. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian, dan hal inilah yang membedakannya dengan masa dewasa lainnya. Pada masa ini terjadi berbagai macam penyesuaian yang menjadi aspek utama kehidupan dewasa antara lain penyesuaian minat, peran seks, pekerjaan, pernikahan, menjadi orangtua ataupun terhadap kesendirian. II.B.2. Ciri-Ciri Dewasa Dini Ada beberapa ciri-ciri dewasa dini yang dikemukakan oleh Hurlock (1999), diantaranya yang berkenaan dengan penelitian ini adalah: 1. Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan Pada masa ini banyak dewasa dini mencoba berbagai pekerjaan untuk menentukan mana yang paling sesuai untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka dan yang akan memberikan kepuasan lebih permanen. 16

Keputusan untuk memulai hidup rumah tangga bergantung pada dua faktor, yaitu : a. Faktor pertama, cepat tidaknya mereka mampu menemukan pola hidup yang memenuhi kebutuhan mereka kini dan pada masa depan. b. Faktor kedua yang menentukan kemantapan pilihan seseorang bekerja, tanggung-jawab yang harus dipikulnya sebelum ia mulai berkarya. 2. Masa dewasa dini sebagai usia reproduktif Orangtua (parenthood) merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Orang yang menikah berperan sebagai orang tua berperan sebagai orangtua pada saat mereka berusia dua puluhan atau pada awal tiga puluhan. Orang yang belum menikah hingga menyelesaikan pendidikan atau telah memulai kehidupan karirnya, tidak akan menjadi orang tua sebelum mereka merasa bahwa mereka mampu berkeluarga. 3. Masa dewasa dini sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru Di antara berbagai penyesuaian diri yang dilakukan oleh dewasa dini terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah penyesuaian pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi kehidupan rumah keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorangtua tunggal, dan berbagai pola baru di tempat kerja khususnya pada unit-unit kerja yang besar dan impersonal di bidang bisnis dan industri. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga ciri-ciri dewasa dini. Ciri-ciri yang pertama 17

adalah masa dewasa sebagai masa pengaturan. Kedua, masa dewasa dini sebagai usia reproduktif, dan yang ketiga, masa dewasa dini sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru. II.B.3. Tugas Perkembangan Dewasa Dini Hurlock (1999), mengemukakan beberapa tugas perkembangan dari dewasa dini. Berikut adalah beberapa yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Memilih seorang teman hidup Dewasa dini mencoba berpacaran dengan satu atau lebih lawan jenis untuk menemukan pasangan yang dirasakan sesuai dengan mereka. 2. Belajar hidup bersama istri atau suami membentuk suatu keluarga Individu melampaui proses belajar mengenal masing-masing pasangannya, mereka harus belajar untuk mengatasi masalah dua orang yang berbeda nilai dan orientasinya. Suami dan istri membangun suatu sistem pernikahan baru dan juga menyusun kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman-teman untuk melibatkan pasangan. 3. Membesarkan anak-anak Orangtua menyesuaikan sistem pernikahan untuk memberi ruang bagi anakanak mereka. Orangtua juga merawat anak, memenuhi kebutuhan ekonomi dan melakukan tugas rumah tangga. Penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh (extended family) termasuk peran menjadi orangtua dan peran kakek-nenek. 18

4. Mengelola sebuah rumah tangga Pasangan suami istri berusaha untuk menjalankan rumahtangganya sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang mereka bentuk bersama. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan terdapat empat tugas perkembangan dewasa dini. Adapun keempat tugas perkembangan tersebut adalah memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama istri atau suami membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, dan mengelola sebuah rumah tangga. II.C. Keluarga Bercerai II.C. 1. Definisi Keluarga Bercerai Elliot dan Merrile (dalam Su adah, 2005) mengatakan bahwa keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama dan mempunyai hubungan darah, pernikahan atau adopsi. Bogardus (dalam Su adah, 2005) menyatakan bahwa keluarga adalah kelompok sosial kecil, yang biasanya terdiri dari ayah, ibu dan satu anak atau lebih, yang saling berbagi perasaan dan tanggung jawab dan dimana anak dapat dididik untuk memiliki kontrol diri dan menjadi seseorang yang bermotivasi sosial. Berdasarkan definisi sebelumnya, maka dapat dirumuskan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Menurut Biro Pusat Statistik, perceraian merupakan kategori bagi mereka yang menceraikan suami atau istrinya dan belum menikah kembali. Menurut 19

Atwater (1983) perceraian merupakan terputusnya pernikahan biasanya bersamaan dengan penyesuaian psikologis, sosial dan keuangan. Su adah (2005), menyatakan bahwa perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami-istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan kewajiban masing-masing. Berdasarkan uraian sebelumnya, perceraian kemudian dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan terputusnya pernikahan yang disebabkan suami menceraikan istri sebagai akibat kegagalan mereka menjalankan kewajiban Berdasarkan uraian mengenai keluarga dan perceraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa defenisi dari keluarga bercerai. Keluarga bercerai adalah kelompok sosial terkecil dimana pernikahan ayah dan ibu terputus sebagai akibat kegagalan pasangan (orangtua) untuk menjalankan kewajiban mereka. II.C.2. Dampak Perceraian Bagi Anak Dampak perceraian orangtua terhadap anak dapat dibedakan atas dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif. 1. Dampak positif Perceraian dapat membantu anak untuk keluar dari situasi konflik, rasa tidak puas, dan perbedaan paham yang terus menerus. Perceraian juga dapat mengakhiri rasa tertekan, rasa takut, cemas dan ketidaktenteraman (Dagun, 2002). 20

2. Dampak negatif Menurut Bray dan Berger (dalam Owens, 2002), dampak negatif perceraian pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia anak saat perceraian berlangsung. Berikut adalah merupakan penjelasan dari pembagian usia tersebut: a. Kelompok usia bayi dan balita 2 tahun akan menujukkan ketidakamanan karena merasa gagal untuk memperoleh rasa aman. b. Kelompok usia anak prasekolah seringkali merasa cemas memikirkan apa yang telah mereka perbuat sehingga salah satu orangtua pergi, mereka juga merasa bahwa perpisahan kedua orangtua hanya bersifat sementara. mereka juga merasa bingung dengan orangtua yang meyakinkan mereka bahwa orangtua menyayangi anak, tetapi orang tua pindah dari rumah. Anak juga menunjukkan kecemasan akan keterpisahan yang akhirnya dapat membuat anak regresi dan menyalahkan diri sendiri. c. Kelompok anak usia sekolah merasakan kecemasan, depresi, takut, berada dalam konflik, merasa bersalah dan marah kepada salah satu atau kedua orangtua karena telah memutuskan untuk bercerai. d. Kelompok anak usia remaja adalah kelompok usia yang paling sedikit terkena dampak dari perceraian walaupun mereka cemas dan kecewa atas perceraian tersebut. Kelompok remaja sudah mampu melihat tujuan dari perceraian dengan melihat perubahan kedua orangtua setelah perceraian berlangsung. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perceraian orangtua mempunyai dampak terhadap anak. 21

Dampak tersebut terbagi antara dampak positif dan dampak negatif. Dimana dampak negatif dapat dibedakan berdasarkan kelompok usia anak saat perceraian terjadi. II.C.3. Dampak Pengasuhan Orangtua Setelah Perceraian Ketika kasus perceraian terjadi, terdapat perbedaan cara asuh antara ayah dan ibu. Perbedaan cara asuh ini bukanlah suatu hal yang terjadi sebagai akibat dari perceraian itu sendiri, karena dalam keluarga utuh orangtua tetap memiliki cara asuh yang berbeda. Figur ibu seringkali digambarkan sebagai tokoh yang dekat dengan anaknya, maka pada kasus perceraian terdapat kecenderungan di mana kaum ibu dibebani pengasuhan anak. Sebaliknya, figur ayah digambarkan sebagai tokoh yang kurang dekat dengan anak. Maka, dalam kasus perceraian, ayah jarang dibebani pengasuhan anak (Dagun, 2002). Anak yang mengalami peristiwa perceraian orangtua akan merasakan dampak yang lebih dalam jika anak diasuh oleh orangtua yang berjenis kelamin berbeda dengannya. Anak perempuan yang diasuh oleh ayah, akan memperlihatkan suatu sikap yang kurang menguntungkan. Anak perempuan yang diasuh oleh ayah akan memiliki sikap yang kurang bekerjasama dengan lingkungan sosialnya dan kurang jujur. Sebaliknya, apabila anak perempuan di asuh oleh ibunya, anak akan menunjukkan segi positif, anak perempuan akan lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung pada ibunya. Santrock & Warshak menyatakan bahwa anak akan lebih baik apabila diasuh oleh orangtua yang sejenis kelamin dengan mereka (dalam Dagun, 2002). 22

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengasuhan orangtua pada anak setelah perceraian terjadi juga dapat memberikan dampak pada anak. Anak akan lebih baik apabila di asuh oleh orangtua yang satu jenis kelamin dengan mereka. II.C.4. Persepsi terhadap Pernikahan pada Wanita Dewasa Dini yang Berasal dari Keluarga Bercerai Perceraian orangtua akan memberikan dampak dalam kehidupan anak. Bagi wanita, perceraian akan memberikan dampak pada saat wanita memasuki kehidupan dewasa dini (Wallerstein, dalam Larsen & Buss, 2002). Individu dengan usia dewasa dini memiliki tugas perkembangan untuk membangun rumah tangga (Hurlock, 1999). Bayangan wanita terhadap rumah tangga tentu saja tidak terlepas dari pengalaman sebelumnya. Henker (1983) menunjukkan segala sesuatu yang terjadi dalam hubungan antara orang tua-anak (termasuk emosi, reaksi dan sikap orang tua) akan membekas dan tertanam secara tidak sadar dalam diri seseorang. Selanjutnya, apa yang sudah tertanam akan termanifestasi kelak dalam hubungan dengan keluarganya sendiri. Individu yang memiliki hubungan positif dengan orangtuanya, biasanya tidak mengalami masalah yang berarti dalam kehidupan pernikahannya. Sebaliknya, dari pengalaman emosional yang kurang menyenangkan bersama orangtua, akan terekam dalam memori dan menimbulkan stres yang menunjukkan segala sesuatu yang terjadi dalam hubungan antara orang tua-anak 23

(termasuk emosi, reaksi dan sikap orang tua) akan membekas dan tertanam secara tidak sadar dalam diri seseorang. Segala emosi negatif dari masa lalu, terbawa dan mempengaruhi emosi, persepsi/pola pikir dan sikap orang tersebut di masa kini, baik terhadap diri sendiri, terhadap pasangan dan terhadap makna pernikahan itu sendiri (Henker, 1983). Anak dari keluarga bercerai mampu belajar dari pengalaman sama baiknya dengan anak dari keluarga utuh (Brown & Amatea, 2000). Maka, dari pengalaman pernikahan orangtua sebelumnya anak akan memiliki pengetahuan mengenai pernikahan itu sendiri. Latar belakang wanita yang berasal dari keluarga bercerai dan berdasarkan pengalamannya terhadap pernikahan orangtua yang berakhir pada perceraian akan membentuk persepsi wanita terhadap pernikahan. Menurut Calhoun & Acocella (1990), persepsi akan terbentuk melalui pengetahuan, harapan dan penilaian. Individu belajar tentang kehidupan rumah tangga dan gambaran ideal tentang pasangan lawan jenis melalui orangtua mereka (Adler, 2006). Persepsi yang dibentuk oleh anak bisa saja membuat anak untuk berusaha lebih baik dari pada orangtuanya Wallerstein (dalam Larsen & Buss, 2002). Sebaliknya, persepsi terhadap pernikahan tersebut juga dapat membuat anak jadi skeptis terhadap pernikahan (Long, Wallerstein, dalam Brown & Amatea, 2000). 24

II.D. Paradigma Pernikahan Orangtua Tidak Bercerai Bercerai Dampak pada Anak Positif Negatif Persepsi terhadap Pernikahan Dipengaruhi oleh: 1. Pengetahuan 2. Harapan 3. Penilaian Wanita Dewasa Dini Memiliki tugas perkembangan: 1. Memilih seorang teman hidup 2. Membentuk suatu keluarga 3. Membesarkan anak-anak 4. Mengelola rumah tangga Pada wanita, dampak dari perceraian orangtua muncul pada saat memasuki dewasa dini (Wallerstein, dalam Larsen & Buss, 2002) Keterangan: : Hal yang termasuk dalam penelitian : Terdiri dari : Berasal dari : Menghasilkan : Mempengaruhi : Penjelasan 25