BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 56 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
SOSIALISASI KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KAB.BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

2017, No Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Peg

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 9 SERI E

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I KETENTUAN UMUM

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

2 Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik I

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 8 Tahun : 2014

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 61 TAHUN 2017 SERI E.56

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN DEMAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2013 TENT ANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN STANDARDISASI NASIONAL

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL. B A B I KETENTUAN UMUM

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembar

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALI KOTA BONTANG NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BUKU KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BAPPEDA KABUPATEN BOYOLALI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2013

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGRI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 23 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK TENTANG

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK INSPEKTORAT KABUPATEN TANAH LAUT

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

9. Kementerian adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disingkat Kementerian. BAB II TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL DEWAN ENERGI NASIONAL NOMOR : 001 K/70.RB/SJD/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN SEKRETARIS KABINET REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/RB TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TEMANGGUNG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMERINTAH KABUPATENTEMANGGUNG

KEPUTUSAN KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 800/125/SK/SET-1/DLH

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lem

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BUPATI KENDAL PERATURAN BUPATI KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 19 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Kode Etik PNS. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR TAHUN 2016

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 512); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : / 4078 / 2015

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Nama... NIP Tembusan: 2... *) coret yang tidak perlu **) Tulislah pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh PNS yang berangkutan.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 8 Tahun 2015 Seri E Nomor 4 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

2011, No Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal; 4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Moda

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA SANDI NEGARA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KODE ETIK PNS TENAGA KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS ANDALAS SK REKTOR NOMOR : 24 TAHUN 2012)

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I KETENTUAN UMUM

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1180/H5.1.R/SK/SDM/2008 Tentang Kode Etik dan Peraturan Disiplin Pegawai Universitas Sumatera

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 77 TAHUN TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 01/PM.9/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA PEMERINTAH KABUPATEN PATI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS BAITURRAHMAH No. 397/F/Unbrah/VIII/2013 KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH NOMOR : 800/ /203 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA SALATIGA

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1179/H5.1.R/SK/SDM/2008 Tentang Kode Etik dan Peraturan Disiplin Dosen Universitas Sumatera

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH

Transkripsi:

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 56 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Magelang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); -1-

4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 7. Peraturan Bupati Magelang Nomor 31 Tahun 2011 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kabupaten Magelang (Berita Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2011 Nomor 1033); 8. Peraturan Bupati Magelang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kabupaten Magelang (Berita Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2013 seri A Nomor 13); 9. Peraturan Bupati Magelang Nomor 47 Tahun 2014 tentang Rencana Tindak Pengendalian (RTP) Menuju Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Magelang (Berita Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2014 Nomor 47); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Magelang. 2. Bupati adalah Bupati Magelang. -2-

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Magelang. 5. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. 6. Kode Etik PNS yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. 7. Majelis Kehormatan Kode Etik PNS yang selanjutnya disebut Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS. 8. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan PNS yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik. 9. Jiwa Korps PNS adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerjasama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi PNS dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Terlapor adalah PNS yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. 11. Pelapor adalah seseorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan harus memberitahukan kepada pejabat yang berwenang tentang telah dan/atau sedang adanya peristiwa pelanggaran kode etik. 12. Pengadu adalah seseorang yang memberitahukan disertai permintaan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak PNS yang telah melakukan pelanggaran kode etik. 13. Saksi adalah seseorang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan tentang suatu pelanggaran kode etik yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri. 14. Laporan adalah pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan kepada pejabat yang berwenang tentang sedang dan/atau telah terjadi pelanggaran kode etik. -3-

15. Pengaduan adalah pemberitahuan secara lisan dan/atau tertulis yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga telaah melakukan pelanggaran kode etik. 16. Badan Kepegawaian Daerah yang selanjutnya disingkat BKD adalah Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Magelang. 17. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah atau pejabat lain yang ditunjuk. Pasal 2 Kode Etik PNS bertujuan untuk: a. mendorong pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. meningkatkan disiplin baik dalam pelaksanaan tugas maupun hidup bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara; c. menjamin kelancaran dalam pelaksanaan tugas dan suasana kerja yang harmonis dan kondusif; d. meningkatkan kualitas kerja dan perilaku PNS yang profesional; dan e. meningkatkan citra dan kinerja PNS. BAB II NILAI-NILAI DASAR BAGI PNS Pasal 3 PNS harus menjunjung tinggi nilai-nilai dasar sebagai berikut: a. ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; c. semangat nasionalisme; d. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; e. ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; f. penghormatan terhadap hak asasi manusia; g. tidak diskriminatif; h. profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; dan i. semangat jiwa korps. Kode Etik PNS meliputi: a. Etika Dalam Bernegara; BAB III KODE ETIK PNS Pasal 4-4-

b. Etika Dalam Berorganisasi; c. Etika Dalam Bermasyarakat; d. Etika Terhadap Diri Sendiri; e. Etika Terhadap Sesama PNS. Pasal 5 Etika bernegara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi: a. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara; c. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. menaati semua peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas; e. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa; f. menjauhi perbuatan yang mendorong/mengarah pada praktek KKN; g. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program pemerintah; h. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya negara secara efisien dan efektif; dan i. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar. Pasal 6 Etika dalam berorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b adalah: a. menjunjung tinggi institusi dan menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi atau golongan; b. menjujung tinggi kehormatan institusi dalam pelaksanaan tugas kedinasan maupun di luar kedinasan; c. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai peraturan perundangundangan; d. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; e. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan perintah sesuai dengan tata cara dan peraturan yang berlaku; f. tidak menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang bersifat rahasia baik karena sifat maupun perintahnya kepada orang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; g. menunjukkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketulusan dan kewibawaan dalam pelaksanaan tugas untuk tujuan organisasi; h. membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi; -5-

i. menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan organisasi; j. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas; k. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja; l. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi; dan m. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja. Pasal 7 Etika dalam bermasyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi: a. mewujudkan pola hidup sederhana; b. memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun tanpa pamrih, serta tanpa unsur pemaksaan; c. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif; d. bersikap terbuka dan responsif terhadap kritik, saran, keluhan, laporan serta pendapat dari lingkungan masyarakat; e. berperan aktif dalam kegiatan sosial masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum; f. menunjukan sikap keteladanan dan kewibawaan dalam kehidupan bermasyarakat; dan g. berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas. Pasal 8 Etika terhadap diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d meliputi: a. jujur terhadap diri sendiri; b. terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar; c. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan; d. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan; e. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap; f. memiliki daya juang yang tinggi; g. memelihara kesehatan jasmani dan rohani; h. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; i. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan; dan j. tidak melakukan perkataan maupun perbuatan yang dapat menurunkan harkat dan martabat sebagai pribadi maupun PNS. -6-

Pasal 9 Etika terhadap sesama PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e meliputi: a. menghormati dan menjujung tinggi toleransi antar sesama, suku dan umat beragama/kepercayaan; b. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama PNS; c. saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horisontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi; d. menghargai perbedaan pendapat; e. menjunjung tinggi harkat dan martabat PNS; f. menjunjung tinggi kesetaraan gender; g. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama PNS; dan h. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua PNS dalam memperjuangkan hak-haknya. BAB IV MAJELIS KODE ETIK Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Dalam rangka penegakan Kode Etik dibentuk Majelis Kode Etik. (2) Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Majelis Kode Etik Daerah; dan b. Majelis Kode Etik SKPD. (3) Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk setiap ada laporan atau pengaduan. (4) Dalam hal laporan atau pengaduan diterima atau diperiksa dalam waktu yang bersamaan, dapat ditangani oleh Majelis Kode Etik yang sama. Pasal 11 (1) Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berjumlah ganjil paling sedikit 5 (lima) orang terdiri atas: a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota; c. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan d. 2 (dua) orang sebagai anggota. (2) Pangkat dan Jabatan anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat PNS yang diperiksa. -7-

Bagian Kedua Majelis Kode Etik Daerah Pasal 12 (1) Majelis Kode Etik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Majelis Kode Etik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) bertugas menegakkan kode etik terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh: a. Pejabat Struktural Eselon II; b. Pejabat Struktural Eselon III; dan c. Pejabat Fungsional Tertentu paling rendah Golongan Ruang IVa. (3) Tugas Majelis Kode Etik Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. melakukan pemeriksaan terhadap laporan yang disampaikan oleh Pelapor/Pengadu; b. meminta keterangan dari pelapor, pengadu, terlapor, dan saksi; c. melakukan persidangan dan menetapkan jenis pelanggaran kode etik; d. membuat rekomendasi pemberian sanksi moral dan tindakan administratif kepada Bupati; dan e. menyampaikan Putusan sidang dan rekomendasi pemberian sanksi moral dan tindakan administratif kepada Bupati. (4) Untuk membantu pelaksanaan tugas Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk Sekretariat Majelis Kode Etik dengan Keputusan Sekretaris Daerah. Bagian Ketiga Majelis Kode Etik SKPD Pasal 13 (1) Majelis Kode Etik SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD. (2) Dalam hal keanggotaan Majelis Kode Etik tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, SKPD dapat mengajukan permohonan anggota Majelis Kode Etik dari luar SKPD kepada Sekretaris Daerah melalui BKD. (3) Majelis Kode Etik SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menegakkan kode etik terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh: a. Pejabat Struktural Eselon IV; b. Pejabat Struktural Eselon V; -8-

c. Pejabat Fungsional Tertentu paling tinggi Golongan Ruang III/d; dan d. Pejabat Fungsional Umum. (4) Rincian tugas Majelis Kode Etik SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. melakukan pemeriksaan terhadap laporan yang disampaikan oleh Pelapor/Pengadu; b. meminta keterangan dari pelapor, pengadu, terlapor, dan saksi; c. melakukan persidangan dan menetapkan jenis pelanggaran kode etik; d. membuat rekomendasi pemberian sanksi moral dan tindakan administratif kepada Kepala SKPD; dan e. menyampaikan Putusan sidang dan rekomendasi pemberian sanksi moral dan tindakan administratif kepada Kepala SKPD. Bagian Keempat Wewenang Majelis Kode Etik Pasal 14 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, Majelis Kode Etik berwenang untuk: a. memanggil PNS untuk didengar keterangannya sebagai terlapor; b. menghadirkan pelapor, pengadu, dan saksi untuk didengar keterangannya guna kepentingan pemeriksaan; c. mengajukan pertanyaan secara langsung kepada terlapor atau saksi terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor; d. memutuskan/menetapkan terlapor terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik; e. merumuskan dan merekomendasikan sanksi jika terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Pasal 15 (1) Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Ketua Majelis Kode Etik bertugas: a. melaksanakan koordinasi dengan anggota Majelis Kode Etik untuk mempersiapkan pelaksanaan sidang; b. mempelajari dan meneliti berkas laporan/pengaduan pelanggaran Kode Etik; c. menentukan jadwal sidang; d. menentukan saksi yang perlu didengar keterangannya; e. memimpin jalannya sidang; f. menjelaskan alasan dan tujuan persidangan; -9-

g. mempertimbangkan, saran pendapat baik dari anggota majelis maupun Saksi untuk merumuskan putusan sidang; h. menandatangani putusan sidang; i. membacakan putusan sidang; dan j. menandatangani berita acara sidang. (2) Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Wakil Ketua Majelis Kode Etik bertugas: a. membantu kelancaran pelaksanaan tugas Ketua Majelis; b. memimpin sidang dalam hal Ketua Majelis Kode Etik berhalangan; c. mengkoordinasikan kegiatan dengan Sekretaris Majelis; dan d. menandatangani berita acara sidang. (3) Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Sekretaris Majelis Kode Etik bertugas: a. menyiapkan administrasi keperluan sidang; b. membuat dan mengirimkan surat panggilan kepada terlapor, pelapor/pengadu dan/atau saksi yang diperlukan; c. menyusun berita acara sidang; d. menyiapkan Putusan sidang; e. membuat dan mengirimkan laporan hasil sidang kepada atasan terlapor; dan f. menandatangani berita acara sidang. (4) Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, anggota Majelis Kode Etik bertugas: a. mengajukan pertanyaan kepada terlapor, saksi untuk kepentingan sidang; b. mengajukan saran kepada Ketua Majelis c. mengikuti kegiatan persidangan termasuk melakukan peninjauan di lapangan;dan d. menandatangani berita acara sidang. BAB V TERLAPOR, PELAPOR/PENGADU DAN SAKSI Pasal 16 (1) Terlapor berhak: a. mengetahui susunan keanggotaan Majelis Kode Etik sebelum pelaksanaan sidang; b. mengetahui pokok permasalahan yang dilaporkan; c. mengajukan saksi dalam proses persidangan; d. mengajukan pembelaan; e. mendapatkan perlindungan administratif; -10-

f. menerima salinan putusan penjatuhan hukuman pelanggaran kode etik paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan ditetapkan; dan g. mendapatkan rehabilitasi dalam hal pelaporan/pengaduan dinyatakan tidak terbukti. (2) Terlapor berkewajiban: a. menghadiri panggilan Majelis Kode Etik; b. menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Kode Etik; c. memberikan keterangan yang benar untuk memperlancar jalannya sidang Majelis Kode Etik; d. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Kode Etik; dan e. berlaku/bersikap sopan. Pasal 17 (1) Pelapor atau Pengadu berhak: a. mengetahui tindak lanjut laporan atau pengaduan yang disampaikan; b. mengajukan saksi dalam proses persidangan; dan c. mendapatkan perlindungan administratif. (2) Pelapor atau Pengadu berkewajiban: a. memberikan laporan atau pengaduan yang dapat dipertanggungjawabkan; b. memberikan identitas secara jelas; c. menjaga kerahasiaan laporan atau pengaduan yang disampaikan; d. menghadiri panggilan majelis kode etik; e. memberikan keterangan yang benar untuk memperlancar jalannya sidang Majelis Kode Etik; dan f. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Kode Etik. Pasal 18 (1) Saksi berhak mendapat perlindungan administratif terhadap keterangan yang diberikan. (2) Saksi berkewajiban: a. menghadiri panggilan Majelis Kode Etik; b. menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Kode Etik; c. memberikan keterangan yang benar untuk memperlancar jalannya sidang Majelis Kode Etik; -11-

d. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Kode Etik; dan e. berperi laku/bersikap sopan. Pasal 19 Kelengkapan administrasi penegakan Kode Etik tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. BAB VI PENEGAKAN KODE ETIK Pasal 20 (1) Dalam hal terdapat indikasi PNS melanggar Kode Etik, Pelapor atau Pengadu dapat menyampaikan laporan atau pengaduan kepada: a. Kepala BKD untuk laporan atau pengaduan atas Pejabat Struktural Eselon II, Pejabat Struktural Eselon III dan Pejabat Fungsional Tertentu paling rendah Golongan Ruang IVa; atau b. Kepala SKPD untuk laporan atau pengaduan atas Pejabat Struktural Eselon IV, Pejabat Struktural Eselon V, Pejabat Fungsional Tertentu paling tinggi Golongan Ruang IIId, dan Pejabat Fungsional Umum. (2) Laporan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis. (3) Laporan atau pengaduan yang disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. (4) Laporan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri: a. fotokopi identitas yang jelas; dan b. bukti pendukung. (5) Identitas Pelapor, Pengadu, Terlapor dan isi laporan atau pengaduan bersifat rahasia. Pasal 21 (1) Terhadap laporan atau pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan pemeriksaan oleh Majelis Kode Etik sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup dalam sidang Kode Etik yang dihadiri paling sedikit 3 (tiga) dari anggota Majelis Kode Etik. -12-

(3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Majelis Kode Etik dapat memanggil Pelapor, Terlapor, Pengadu atau Saksi secara terpisah kecuali berdasarkan petimbangan tertentu dapat dilakukan secara bersamaan. (4) Dalam hal Pelapor, Terlapor, Pengadu atau Saksi tidak hadir dalam Sidang Majelis Kode Etik setelah dipanggil secara sah 2 (dua) kali dengan tenggang waktu antara panggilan kesatu dan panggilan kedua selama 7 (tujuh) hari kerja, Sidang Majelis Kode Etik tetap dilaksanakan. (5) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikirim paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan Sidang Majelis Kode Etik. (6) Dalam melakukan penanganan laporan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis Kode Etik dapat meminta saran kepada Pejabat SKPD yang berkompeten. Pasal 22 (1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Majelis Kode Etik memutuskan: a. Terlapor melanggar Kode Etik dan menyusun rekomendasi pemberian sanksi moral dan tindakan administratif; atau b. Terlapor tidak melanggar Kode Etik dan menyusun rekomendasi rehabilitasi bagi Terlapor. (2) Putusan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil melalui musyawarah dan mufakat. (3) Sidang Majelis Kode Etik tetap memberikan putusan sidang walaupun terlapor tidak hadir dalam sidang. (4) Putusan Majelis Kode Etik bersifat final. Pasal 23 (1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Majelis Kode Etik memutuskan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Terlapor, maka Terlapor dikenai sanksi moral. (2) Selain sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Terlapor dapat diberikan tindakan administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan rekomendasi Majelis Kode Etik. (3) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Majelis Kode Etik memutuskan Terlapor tidak melanggar Kode Etik, maka Pejabat yang berwenang merehabiltasi Terlapor. (4) Rehabilitasi Terlapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Putusan Majelis Kode Etik. -13-

(5) Dalam hal tidak terbukti adanya pelanggaran, Majelis Kode Etik dapat merekomendasikan sanksi moral bagi pelapor atau pengadu jika pelapor/pengadu adalah PNS. Pasal 24 (1) Majelis Kode Etik melaporkan hasil pemeriksaan atas laporan atau pengaduan kepada Pejabat yang berwenang dilampiri putusan Majelis Kode Etik dan rekomendasi berupa sanksi, tindakan administratif atau rehabilitasi paling lama 14 (empat belas ) hari kerja sejak putusan ditetapkan. (2) Pejabat yang berwenang menyampaikan putusan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan P utusan tentang sanksi, tindakan administratif atau rehabilitasi kepada Terlapor dan atasan Terlapor paling lama 14 (empat belas) hari sejak Putusan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima. Pasal 25 Contoh format kelengkapan administrasi penegakan Kode Etik tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. BAB VII SANKSI DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Sanksi Pasal 26 (1) PNS yang melanggar ketentuan kode etik PNS dikenakan sanksi moral oleh pejabat yang berwenang yaitu: a. Bupati untuk Pejabat Struktural Eselon II, Pejabat Struktural Eselon III dan Pejabat Fungsional Tertentu paling rendah Golongan Ruang IVa; dan b. Kepala SKPD untuk Pejabat Struktural Eselon IV, Pejabat Struktural Eselon V, Pejabat Fungsional Tertentu paling tinggi Golongan Ruang IIId, dan Pejabat Fungsional Umum. (2) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kode Etik. (3) Pernyataan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS. -14-

Pasal 27 (1) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) berupa: a. pernyataan secara terbuka; atau b. pernyataan secara tertutup. (2) Pernyataan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa pengumuman yang dilakukan pada: a. saat apel PNS; b. pada forum resmi PNS; dan/atau c. pada papan pengumuman resmi. (3) Pernyataan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam pertemuan tertutup yang dihadiri oleh: a. pejabat yang berwenang; b. majelis kode etik/perwakilan majelis kode etik; c. atasan langsung; d. pegawai yang melanggar kode etik; dan e. pelapor jika dianggap perlu. (4) PNS yang diberikan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (t iga) hari harus menindaklanjuti dengan membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai yang berisi a.permohonan maaf, b.penyesalan, dan c. berjanji tidak akan mengulangi. Bagian Kedua Tindakan Administratif Pasal 28 PNS yang melakukan pelanggaran kode etik selain diberikan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dapat diberikan tindakan administratif sesuai peraturan perundang-undangan berdasarkan rekomendasi Majelis Kode Etik. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. -15-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Magelang. Ditetapkan di Kota Mungkid pada tanggal 28 Desember 2015 BUPATI MAGELANG, ttd ZAENAL ARIFIN Diundangkan dalam Berita Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2015 Nomor 56 pada tanggal 28 Desember 2015 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAGELANG, ttd AGUNG TRIJAYA -16-

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG CONTOH FORMAT KELENGKAPAN ADMINISTRASI PENEGAKAN KODE ETIK A. CONTOH FORMAT LAPORAN/PENGADUAN LISAN IDENTITAS PELAPOR : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : IDENTITAS TERLAPOR : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : Nama, Alamat Saksi : 1...., Alamat... 2...., Alamat... LAPORAN/PENGADUAN LISAN NOMOR : Isi laporan :......... Demikian laporan ini dibuat dengan sebenarnya di...,.. Pegawai Penerima Laporan Pelapor/Pengadu.. *) Coret yang tidak perlu -17-

B. CONTOH FORMAT LAPORAN/PENGADUAN TERTULIS IDENTITAS PELAPOR : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : IDENTITAS TERLAPOR : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : Nama, Alamat Saksi : 1...., Alamat... 2...., Alamat... LAPORAN/PENGADUAN TERTULIS NOMOR : Isi laporan :......... Demikian laporan ini dibuat dengan sebenarnya di...,.. Pegawai Penerima Laporan Pelapor/Pengadu.. *) Coret yang tidak perlu -18-

C. CONTOH FORMAT SURAT PEMANGGILAN SURAT PANGGILAN NOMOR : Dengan ini diminta dengan hormat kehadiran Saudara : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : Untuk menghadap kepada : Nama : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : Pada Hari : Tanggal : Jam : Tempat : Untuk diperiksa/dimintai keterangan *) sehubungan dengan dugaan pelanggaran kode etik **) Demikian untuk dilaksanakan..., Sekretaris Majelis Tembusan : A. Atasan Langsung/Kepala SKPD B. Ketua Majelis C. Nama.. NIP.. *) Coret yang tidak perlu **) Tulislah pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Pegawai. -19-

D. CONTOH FORMAT SURAT USULAN PEMBENTUKAN MAJELIS KODE ETIK KOP SEKRETARIAT DAERAH, Nomor : Kepada Sifat : Yth. Bupati Magelang Lampiran : Hal : di - MAGELANG 1. Dasar : Laporan/Pengaduan Nomor.. 2. Sehubungan dengan laporan/pengaduan tersebut di atas : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : diduga telah melakukan pelanggaran kode etik. 3. Berdasarkan ketentuan Pasal.. Peraturan Bupati Magelang Nomor Tahun tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Magelang, diusulkan pembentukan Majelis Kode Etik untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap pelanggaran dimaksud. Demikian untuk menjadikan periksa. SEKRETARIS DAERAH, Nama Pangkat NIP. *) Coret yang tidak perlu -20-

E. CONTOH FORMAT BERITA ACARA PEMERIKSAAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun... kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : NIP : Pangkat/Gol : Jabatan : Ketua/Wakil Ketua/Sekretaris *) 2. Nama : NIP : Pangkat/Gol : Jabatan : Ketua/Wakil Ketua/Sekretaris *) 3. Dst Berdasarkan Keputusan Bupati Magelang Nomor tanggal tentang. telah melakukan pemeriksaan terhadap : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol : Jabatan : yang bersangkutan diduga telah mengetahui adanya pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol : Jabatan : 1. Pertanyaan :... Jawaban :... 2. Pertanyaan :... Jawaban :... 3. Pertanyaan :... Jawaban :... 4. Dst Yang diperiksa: Majelis Kode Etik Nama : 1. Nama : NIP : NIP : Tanda Tangan Tanda Tangan 2. Nama : NIP Tanda Tangan *) Coret yang tidak perlu 3. Dst -21-

F. CONTOH FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN SANKSI MORAL KOP BUPATI / SKPD Nomor : Kepada Sifat : Rahasia Yth.... Lampiran : ---- Hal : Pemberian Sanksi Moral di - MAGELANG 1. Dasar : Surat Rekomendasi Majelis Kode Etik Daerah/SKPD *) Nomor... Tanggal... hal : 2. Dengan ini kepada : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : diberikan Sanksi Moral secara terbuka/tertutup *), karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal.. Peraturan Bupati Magelang Nomor Tahun tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Magelang. Demikian untuk menjadikan periksa. Bupati/Kepala SKPD *) Nama Pangkat NIP. *) Coret yang tidak perlu -22-

G. CONTOH FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN SANKSI MORAL DENGAN PEMBERATAN KOP BUPATI / SKPD Nomor : Kepada Sifat : Rahasia Yth.... Lampiran : ---- Hal : Pemberian Sanksi Moral di - MAGELANG 1. Dasar : Surat Rekomendasi Majelis Kode Etik Daerah/SKPD *) Nomor... Tanggal... hal :... 2. Dengan ini kepada : Nama : NIP/NIPTT/NIPK*) : Pangkat/Gol Ruang : Jabatan : Unit Kerja : diberikan Sanksi Moral secara terbuka/tertutup *), karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal.. Peraturan Bupati Magelang Nomor Tahun tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Magelang. 3. Dikarenakan pelanggaran pada angka 2 tersebut di atas, juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam pasal... maka direkomendasikan kepada Kepala SKPD untuk memproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian untuk menjadikan periksa. Bupati/Kepala SKPD *) *) Coret yang tidak perlu Nama Pangkat NIP. BUPATI MAGELANG, ttd ZAENAL ARIFIN -23-