BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan terutama pencemaran air, telah menjadi perhatian utama masyarakat umum karena sebagian besar ekologi air telah terkontaminasi (Salazar, 2010). Pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh limbah organik dan limbah anorganik. Sebagian masalah lingkungan muncul karena penggunaan zat warna sintetik yang berlebih saat proses pewarnaan dan juga limbah logam yang dibuang ke lingkungan. Ancaman yang paling serius adalah akumulasi senyawa non-biodegradable dan beracun dalam ekosistem yang akan menyebabkan penurunan kualitas sumber air bersih (Susanti, 2014). Pencemaran limbah organik pada lingkungan salah satunya disebabkan oleh limbah zat warna yang dihasilkan dari pabrik kulit, perusahaan makanan, industri cat, dan industri tekstil. Houas dkk. (2001) melaporkan bahwa sekitar 15% dari total zat warna di dunia, digunakan oleh industri tekstil dan limbah yang dihasilkan dibuang ke lingkungan. Limbah zat warna ini merupakan limbah yang cukup stabil berada di lingkungan. Limbah zat warna meskipun memberikan kontribusi yang kecil pada total muatan organik dalam limbah, tetapi keberadaannya dapat memberikan tingkat warna yang tinggi pada sumber air. Zat warna yang banyak digunakan karena mudah didapatkan dan relatif murah adalah metilen biru (C 16 H 18 N 3 SCl). Zat warna umum digunakan pada pewarnaan tekstil berbahan kapas, wol, katun, sutra, dll. Riyani dan Setyaningtyas (2011) melaporkan bahwa terdapat rhodamin B, metil orange dan metilen biru pada limbah industri tekstil di pemalang. Metilen biru merupakan zat warna dasar dan memiliki kelarutan yang baik, sehingga banyak digunakan industri tekstil. Efisiensi metilen biru cukup rendah, hanya sekitar 5% yang digunakan dalam pewarnaan sedangkan sisanya 95% terbuang sebagai limbah. Gürsess dkk. (2014) melaporkan bahwa limbah metilen biru yang mencemari 1
2 lingkungan selain merusak ekosistem akuatik juga mengganggu kesehatan manusia seperti meningkatnya detak jantung, muntah, penyakit kuning, dan rusaknya jaringan sel pada manusia. Ambang batas metilen biru dalam limbah cair industri tekstil telah ditetapkan melalui keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995 yaitu sebesar 10 mg L -1. Pencemaran pada lingkungan, selain disebabkan oleh limbah organik juga disebabkan oleh limbah anorganik, yaitu limbah logam. Limbah logam merupakan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Logam berbahaya yang ada di lingkungan salah satunya adalah limbah perak. Logam perak (Ag) merupakan salah satu logam mulia yang sangat luas penggunaannya dalam kehidupan di masyarakat. Perak sebagai logam banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti pembuatan alat-alat rumah tangga, industri keramik, kaca, alat-alat listrik, dan pelapisan logam. Tingkat toksisitas beberapa jenis ion logam berat yang paling berbahaya adalah sebagai berikut: Hg 2+ > Cd 2+ > Ag + > Ni 2+ > Pb 2+ > As 3+ > Cr 6+ > Sn 2+ > Zn 2+ (Waldichuk, 1974). Di lingkungan perairan, ion logam Ag(I) merupakan polutan yang berbahaya karena bersifat racun. Siregar (2009) mengatakan pecemaran ion logam Ag(I) di lingkungan perairan berasal dari pembuangan limbah dari berbagai kegiatan industri, seperti industri kerajinan perak, industri pelapisan logam, baterai, dan industri kimia. Penggunaan logam perak dalam skala besar berpotensi menghasilkan jumlah limbah yang besar. Pembuangan limbah yang mengandung ion perak tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Ion perak yang terlarut di perairan dapat mengakibatkan kenaikan kadar logam tersebut dalam biota air seperti ikan, kerang, rumput laut dan biota akibat proses bioakumulasi. Aturan mengenai ambang batas perak dalam limbah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.101 tahun 2004 tentang pengelola B3 sebesar 5 mg L -1. Kandungan Ag(I) di atas ambang batas akan mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan seperti agyria (pigmentis),
3 kerusakan otak dan keracunan sistem saraf pusat (Fung dan Bowen., 1996). Ion logam Ag(I) yang terikat oleh ion nitrat (NO - 3 ) membentuk AgNO 3 dapat menimbulkan iritasi kulit, bersifat korosif dan dapat menyebabkan kematian (Siregar, 2009). Berbagai metode degradasi, baik metode fisika, kimia maupun biologi telah digunakan untuk menghilangkan zat warna dan ion logam dalam air limbah. Beberapa metode penanganan limbah yang dikenal diantaranya: pengendapan, adsorbsi, biodegradasi, dan fotodegradasi. Penggunaan metode pengendapan, adsorbsi dan biodegradasi memiliki kelemahan, yaitu : metode pengendapan akan menghasilkan lumpur atau endapan baru sehingga akan menimbukan limbah baru, metode biodegradasi kurang efisien mendegradasi limbah karena waktu degradasi limbah yang lama dan beberapa limbah tahan terhadap degradasi biologi, sedangkan metode adsorbsi akan menghasilkan limbah padat baru karena adsorben yang telah jenuh oleh adsorbat akan mengendap dan membentuk limbah baru. Metode yang efektif dan mudah digunakan, baik untuk mengatasi limbah organik maupun ion logam adalah metode fotodegradasi polutan dengan menggunakan katalis semikonduktor material oksida. Beberapa keuntungan dari sistem fotokatalisis pada pengolahan limbah adalah tidak membutuhkan penambahan senyawa oksidator, menggunakan oksigen sebagai oksidator, re-used dan re-cyled, dapat digunakan untuk pra-pengolahan limbah yang mengandung limbah non biodegradable, self regenerated, waktu reaksi 106-1012 kali lebih cepat dari oksidator agen, berbagai limbah organik dapat didegradasi, dapat diaplikasikan baik untuk slurry dan reaktor terimmobilisasi (Bagheri dan Julkapli, 2015). Metilen biru dapat didegradasi dengan metode fotooksidasi (Andari dan Wardani, 2014), sedangkan ion perak(i) metode fotoreduksi (Guin dkk., 2012). Titanium dioksida (TiO 2 ) merupakan material oksida yang banyak digunakan sebagai fotokatalis. Sifat fotokatalis tersebut dapat digunakan untuk pemecahan ikatan molekul kimia polutan dalam air limbah. Fotokatalisis TiO 2
4 memanfaatkan sifat semikonduktor yang dimiliki TiO 2, yaitu sisi yang berperan sebagai penyedia elektron (reduktor) dan sisi lainnya sebagai hole yang kehilangan elektron sehingga bermuatan positif (oksidator). Penggunaan TiO 2 sebagai katalis dalam reaksi fotooksidasi telah dilakukan pada beberapa senyawa organik seperti piridin (Stapleton dkk., 2009), Safranine O (Chaturvedi dkk., 2011), Fenol (Slamet dkk., 2008 dan Slamet dkk., 2006), Malachite Green (Oliviera- Campos dkk., 2003) dan Protocatechuic Acid (Poulios dkk., 1999). Fungsi lain selain digunakan dalam reaksi fotooksidasi, TiO 2 banyak digunakan sebagai fotokatalis reaksi fotoreduksi ion logam Cr(VI) menjadi Cr(III) (Chen dan Ray, 2001), fotodeposisi ion Hg(II) (Wang dkk., 2004) dan ion Cu(II) (Fitriani, 2007) masing-masing menjadi logam Hg(0) dan Cu(0) yang mengendap pada permukaan fotokatalis. TiO 2 adalah katalis yang efektif dalam pengolahan limbah, namun perlakuan pasca penggunaan atau pemisahkan fotokatalis dari medium cairnya tidak efisien. Partikel TiO 2 yang terdispersi dalam larutan cenderung menggumpal dalam proses degradasi fotokatalitik, sehingga menyebabkan penurunan jumlah luas permukaan dan efisiensi katalis. Dalam studi skala laboratorium, katalis sering dipisahkan dengan sentrifugasi sederhana atau filtrasi, namun hal ini tidak cocok untuk memisahkan katalis pada skala industri karena energi dan waktu yang digunakan pada proses pemisahan. Alasan tersebut yang mendasari diperlukan modifikasi TiO 2 agar pemisahan fotokatalis dilakukan dengan efektif dan dapat digunakan kembali. Modifikasi TiO 2 dapat dilakukan dengan cara menambahkan material magnetik membentuk material fotokatalis magnetik yang memungkinkan untuk pemisahan fotokatalis dengan mudah dan efisien menggunakan magnet eksternal. Material magnetik yang ditambahkan pada TiO 2 mempermudah recovery material fotokatalis. Oksida besi merupakan salah satu material magnetik, salah satu diantara beberapa oksida besi adalah magnetit, Fe 3 O 4. Fe 3 O 4 banyak digunakan karena tidak toksik dan mudah dipreparasi. Magnetit
5 merupakan bahan ferromagnetik dengan aplikasi yang luas. Beberapa contoh penggunaan aplikasi magnetit adalah aplikasi katalisis, sensor, dan pembawa obat. Penelitian tentang imobilisasi atau sintesis partikel TiO 2 dengan kemampuan magnetik semakin banyak dilakukan. Fotokatalis TiO 2 dengan kemampuan magnetik disintesis dengan pelapisan TiO 2 pada permukaan partikel feromagnetik (bertindak sebagai inti magnetic). Beberapa magnetik dari hematit (α-fe 2 O 3 ) telah berhasil dilapisi dengan TiO 2, dan lapisan titania (TiO 2 ) pada magnetit (Fe 3 O 4 ) (Gao dkk., 2003), sehingga material magnetik TiO 2 dengan mudah dipisahkan dari air limbah menggunakan medan magnet eksternal. Penggunaan material magnetit TiO 2 masih memiliki kelemahan. Kontak langsung antara TiO 2 dengan magnetik menimbulkan heterojunction yang menyebabkan peningkatan rekombinasi elektron-hole dan fotodisolusi magnetit. Rekombinasi elektron-hole dan fotodisolusi magnetit mengurangi fotoaktivitas TiO 2. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel magnetit tanpa modifikasi memiliki kestabilan termal yang rendah, terdapat desolusi magnetit menjadi ion besi oleh TiO 2 (Beydoun dkk., 2003; Lin dkk., 2012). Alasan tersebut mendasari dilakukan pelapisan pada berbagai material pendukung, seperti SiO 2. Pelapisan SiO 2 pada permukaan nanomaterial magnetik karena SiO 2 bersifat nontoksik, ukuran pori yang tepat untuk material magnetik mengisi pori-pori silika, bersifat inert, dan memiliki area permukaan yang luas. Penelitian ini mengkaji sintesis nanopartikel nanokomposit Fe 3 O 4 /SiO 2 /TiO 2 dan pemanfaatannya dalam fotooksidasi zat warna metilen biru dan fotoreduksi ion Ag(I). Nanopartikel nanokomposit Fe 3 O 4 /SiO 2 /TiO 2 disusun melalui tiga proses. Pertama, nanopartikel magnetit Fe 3 O 4 disintesis menggunakan metode kombinasi sonikasi dan kopresipitasi. Kedua, nanopartikel nanokomposit Fe 3 O 4 /SiO 2 disintesis dengan hidrolisis TEOS melalui penggantian gugus alkoksi. Ketiga, lapisan TiO 2 disintesis dari TTIP dengan penambahan kristal TiO 2 degusa digunakan untuk lapisan eksternal nanokomposit Fe 3 O 4 /SiO 2.
6 Aktifitas material nanokomposit Fe 3 O 4 /SiO 2 /TiO 2 diujikan pada fotodegradasi metilen biru dan ion Ag(I) di bawah sinar UV. I.2. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1. Mempelajari sintesis Fe 3 O 4 terlapis SiO 2 /TiO 2 dan karakterisasinya 2. Melakukan uji aktivitas fotokatalis magnetik nanokomposit Fe 3 O 4 /SiO 2 /TiO 2 pada fotooksidasi metilen biru dan fotoreduksi ion perak(i) I.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi sintesis material fotokatalis magnetik. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai salah satu metode degradasi limbah zat warna dengan metode fotooksidasi dan recovery logam Ag dengan metode fotoreduksi yang ramah lingkungan, dan efektif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat Fe 3 O 4 /SiO 2 /TiO 2 sebagai fotokatalisis dan adsorben limbah organik (metilen biru) dan anorganik (Ag + ).