BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. terpelajar dengan sendirinya berbudaya atau beradab. Namun kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi dalam segala bidang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memiliki peran strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah hak bagi setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang mendapat bimbingan, pembinaan dan rangsangan sejak dini akan

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah. kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua. mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku mulia. Begitulah kutipan filsuf Yunani, Plato, SM (dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan pembelajaran baik secara formal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pada usia dini merupakan masa keemasan dimana pada masa ini setiap aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang. tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pokok dalam memajukan suatu bangsa khususnya generasi muda untuk

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Transkripsi:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dipahami sebagai ikhtiar dalam upaya mengembangkan perilaku manusia yang bermartabat sesuai dengan sifat hakiki manusia itu sendiri yang memiliki akal, pikiran, dan hati. Pendidikan itu sendiri dapat dikatakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan umat manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat mempertahankan eksistensi nilai-nilai kemanusiannya. Sejalan dengan arti pentingnya pendidikan tersebut, Pemerintah Indonesia telah merumuskan konsep dan makna pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, sebagai berikut : Pendididikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari rumusan tujuan dan makna pendidikan nasional di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan memiliki misi kearah pengembangan pribadi manusia yang seutuhnya. Asumsi seutuhnya dalam Pendidikan Nasional, yaitu bahwa pendidikan harus mencakup adanya hubungan horizontal dan hubungan vertikal. Pendidikan ditinjau dari aspek horizontal, yaitu hubungan antar manusia dengan manusia (terkait dengan mengembangkan kemampuan, membentuk watak, mencerdaskan, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan tanggung jawab, yang tertuang pada UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20, Tahun 2003). Sedangkan pendidikan ditinjau dari aspek vertikal, yaitu hubungan yang terjadi antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing pemeluk agama (terkait dengan menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang juga tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20, Tahun 2003). Selain itu, dasar negara kita, Pancasila, merumuskan sila kedua dan ketiga yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusian yang adil dan beradab. Dimana kedudukan kita dimata Tuhan dan sesama manusia ditentukan oleh 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 moral, sikap, dan tingkah laku seseorang. Pendidikan harus bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk dapat menerima Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Jadi pendidikan harus bersifat utuh, dimaksudkan bahwa di dalam suatu proses pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan dan kemampuan untuk mendongkrak prestasi belajar peserta didik, tetapi pendidik juga harus menanamkan pembentukan watak/ karakter yang baik dalam diri peserta didik dengan pembinaan moral, pembinaan sikap, dan pembinanaan tingkah laku, agar menjadi pribadi yang utuh. Oleh karena itu, dalam setiap proses pendidikan harus dituangkan juga pendidikan watak dan karakter. Dalam kenyataannya proses pembelajaran, berkesan sekedar mentransfer ilmu secara kognitif untuk mendongkrak prestasi peserta didik dalam bidang akademik. Sedangkan pendidikan mengenai sikap, watak dan karakter terasa terabaikan. Tugas pendidik atau guru selain mendidik juga harus membimbing, pendidikan secara akademik dan pendidikan karakter harus berjalan seimbang. Selanjutnya Conny R. Semiawan (2008:12) menjelaskan bahwa Keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh kemampuan kognitif, tetapi ternyata faktor non kognitif (yaitu antara lain motivasi dan emosi) tidak kalah penting, bahkan mempengaruhi tingkat kinerja serta lingkungan, maupun perkembangan dirinya sendiri. Faktor non kognitif itulah menjadi tugas seorang guru pembimbing. Dalam kenyataanya, guru pembimbing belum dapat secara maksimal melaksanakan layanan bimbingan dan konseling karena beberapa hal. Hambatan bagi guru pembimbing dalam melakukan layanan bimbingan dan konseling itu datang dari kebijakan sekolah, kualifikasi guru pembimbing maupun siswanya sendiri. Semua uraian dan makna tentang pendidikan demi membentuk peserta didik agar cerdas secara kognitif maupun secara non-kognitif, bermoral baik, serta memiliki watak dan karakter baik seperti yang telah dijabarkan di atas, tentunya tidak terlepas dari kehidupan yang modern dan global saat ini. Pendidikan berkaitan erat dengan kemajuan zaman, bahkan saling mempengaruhi. Dalam kehidupan modern ini perilaku anak sekarang cenderung kehilangan etika dan sopan santun. Berbagai faktor dapat mempengaruhi hal ini. Paparan negatif media televisi, internet dan media elektronika lainnya ternyata dapat memudarkan etika dan sopan santun (tata krama). Apalagi sikap lingkungan orangtua sendiri yang mengabaikan nilai edukasi dan kurang kontrol terhadap aktivitas anak, itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 dapat menjerumuskan anak dalam pembentukan moral karakter yang kurang baik. Lebihlebih di zaman modern ini anak-anak sudah mengenal handphone, internet, dan media yang menarik lainnya seperti; televisi, dan game online. Jika media-media yang menarik tadi digunakan oleh anak, tetapi tidak ada kontrol dari orang tua atau seorang pendidik, maka anak bisa terkena efek negatifnya, anak asyik dengan dunianya sendiri, tanpa peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dari pengaruh media-media modern tadi bisa menyebabkan anak kurang dalam bertata krama dengan lingkungan disekitanya. Ketika anak tidak memiliki tata krama yang baik maka akan berdampak pada moral anak khususnya dan moral bangsa pada umumnya akan semakin merosot, sehingga kehidupan akan mengarah kepada hal- hal negatif. Hal tersebut akan jauh dari kondisi yang diharapkan yang tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20, Tahun 2003 dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Sekolah Dasar (SD) merupakan wadah pendidikan secara formal yang paling dasar setelah mendapatkan pendidikan dari keluarga. Jadi, alangkah baiknya pendidikan watak dan karakter ditanamkan kepada peserta didik sejak usia dasar. Dengan begitu dampak buruk teknologi terhadap moral anak dapat diantisipasi lebih dini dan lebih cepat sehingga dampak yang dirasakan tidak begitu buruk. Sri Suhartini (2002:24) menjelaskan bahwa Pendidikan usia sekolah dasar dapat dikatakan sebagai pendidikan usia kanak-kanak terakhir, karena ditandai dengan adanya anak mampu sekolah sebagai tempat penyesuaian diri yang formal. Anak mulai mengalami sejarah kehidupan yang baru yang kelak akan mengubah sikap dan tingkah lakunya. Pada masa sekolah dasar ini, anak mulai timbul kemampuan berfikir, intelektual dan kemampuan kinestetik. Dalam memberikan pendidikan non-akademis (khususnya pendidikan untuk menumbuhkan tata krama) guru pembimbing harus menyesuaikan perkembangan psikologis anak didik. Dengan memperhatikan tingkat-tingkat perkembangan dan tingkattingkat sekolah. Karakteristik peserta didik usia sekolah dasar (6-12 tahun) ditinjau dari perkembangan emosionalnya, menurut Chasiyah, dkk (2009 : 40-41), menjelaskan bahwa salah atau baik buruk) pertama anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orang tua atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orangtua dan guru merupakan suatu yang benar/ baik. Penelitian ini mengambil subjek penelitian di Sekolah Dasar Kanisius Delanggu, dan termasuk dalam pendidikan formal swasta. Di Sekolah Dasar Kanisius Delanggu merupakan sekolah dasar swasta di bawah naungan Yayasan. Pada dasarnya sekolah dalam naungan Yayasan memiliki kedisiplinan yang tinggi dan tata tertib sekolah yang ketat, berkaitan dengan itu tentunya tata krama adalah bagian atau cerminan dari kedisiplinan dan tata tertib sekolah. Atas dasar itu seharusnya tata krama siswa-siswi di Sekolah Dasar Kanisius Delanggu tentunya memiliki tata krama yang baik, Tetapi pada kenyataannya guru mata pelajaran yang sekaligus sebagai guru pembimbing kewalahan dalam menanamkan tata krama pada siswa-siswinya. Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru wali kelas IV (dilakukan pada awal saat perijinan, sebelum dilakukan penelitian, tanggal 15 Maret 2012) ada sebagian siswa yang tata kramanya kurang, tetapi akademiknya bagus. Kondisi seperti itu bisa terjadi karena kurangnya pendidikan moral dan karakter yang semestinya juga perlu diseimbangkan dengan pemberian pendidikan secara akademik. Sebenarnya guru pembimbing di Sekolah Dasar Kanisius sudah memberikan pendikan moral dan karakter terhadap siswa-siswinya, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Hal tersebut mungkin disebabkan cara yang digunakan guru pembimbing sebagai teknik pendidikan moral dan karakter kurang menarik bagi siswa-siswinya. Dalam pengembangan sikap khususnya tata krama di sekolah dasar, perlu disediakan layanan bimbingan dan konseling yang kaya dengan stimulus, motivasi, dorongan dan bimbingan yang dapat menciptakan suatu kondisi yang positif, inovatif dan menyenangkan bagi siswa. Kegiatan bimbingan dan konseling sangat diperlukan dalam pendidikan dasar, karena menangani anak yang merupakan masa awal perubahan fisik maupun psikologis secara signifikan. Pada usia sekolah dasar, anak masih membutuhkan arahan dan bimbingan dari orang tua dan guru. Mereka beraktivitas untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan. Pelaksanaan bimbingan dan konseling mendampingi siswa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 dalam mengembangkan kemampuan intelektual, motorik, bahasa, emosi maupun hubungan sosial. Siswa seringkali membentuk kelompok bermain maupun belajar bersama sesuai dengan keinginan dan kesukaanya. Dalam proses pembelajaran yang masih sederhana menuntut seorang guru pembimbing untuk mampu berperan dalam bidang non-akademik dalam mengarahkan siswa menjadi pribadi yang memiliki tata krama yang baik. Layanan bimbingan dan konseling yang dapat digunakan oleh guru pembimbing dalam mengelola siswa secara individu maupun kelompok adalah Layanan Bimbingan Kelompok melalui teknik permainan simulasi. Layanan Bimbingan Kelompok melalui teknik permainan simulasi merupakan salah satu bentuk layanan yang praktis, relatif sederhana, tetapi mendukung mewujudkan pendidikan moral dan karakter bagi peserta didik. Guru pembimbing di sekolah dasar diharapkan dapat menguasai dasar-dasar keterampilan bimbingan kelompok seperti: keterampilan menumbuhkan, mengolah dan mengarahkan dinamika kelompok. Karena melalui dinamika kelompok, akan membantu individu dengan memanfaatkan suasana yang berkembang dalam kelompok itu. Salah satu teknik dalam menumbuhkan dinamika kelompok yaitu melalui permainan simulasi. Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa pada anak usia sekolah dasar sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik buruk. Jadi Permainan simulasi merupakan teknik yang tepat untuk merubah perilaku melalui permaianan (alat bermain) yang telah dirancang. Karena dengan teknik simulasi permainan, siswa secara senang hati menanamkan dalam dirinya sendiri bahwa perilakuperilaku tersebut adalah perilaku yang buruk dan tidak boleh dilakukan ataukah perilaku yang baik dan harus senantiasa dilakukan. Selain itu, bagi anak usia sekolah dasar akan lebih enjoy dan bersemangat dalam melakukannya, karena pada dasarnya anak usia sekolah dasar menyukai teknik belajar sambil bermain (play and learning). Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengadakan penelitian dengan judul: PENINGKATAN TATA KRAMA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PERMAINAN SIMULASI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR KANISIUS DELANGGU TAHUN PELAJARAN 2011/ 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang ada, maka timbul beberapa masalah yang eningkatkan Tata Krama Dengan Layanan Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Permainan Simulasi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Kanisius Delanggu Tahun Pelajaran 2011/ 2012 a. Peranan guru yang masih kurang optimal dalam penerapan bimbingan dan konseling di sekolah dasar. b. Kurangnya bimbingan dari guru dalam menciptakan suasana pembelajaran moral dan karakter yang aktif, kreatif dan kondusif. c. Kurangnya keseimbangan antara pendidikan akademik dan non-akademik (seperti pendidikan moral dan karakter) yang diberikan. d. Terdapat beberapa siswa yang memiliki tata krama kurang baik. 2. Pembatasan Masalah Agar permasalahan dapat dikaji dan dijawab secara mendalam dan dapat membatasi kemungkinan timbulnya kesalahan dalam mengambil simpulan, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Masalah tata krama dalam penelitian ini hanya khusus mengenai tata krama anak di lingkungan Sekolah Dasar Kanisius Delanggu, dikarenakan untuk mengeliminasi pengaruh faktor lain di luar treatment terhadap tata krama. (peningkatan tata krama dengan layanan bimbingan kelompok melalui teknik permainan simulasi adalah sebagai objek penelitian). b. Teknik permainan simulasi merupakan teknik pendekatan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok untuk meningkatkan tata krama. c. Subjek penelitian adalah para siswa kelas IV SD Kanisius Delanggu yang memiliki tata krama tidak baik, pada tahun pelajaran 2011/ 2012. d. - - arti dengan tata krama.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 3. Perumusan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Layanan Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Permainan Simulasi Efektif Meningkatkan Tata Krama Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Kanisius Delanggu Tahun Pelajaran 2011/2012? C. Tujuan Penelitian mengetahui keefektifan layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi pada siswa kelas IV Kanisius Delanggu Tahun Pelajaran 2011/10 D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dikemukakan manfaat penelitian sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan lebih lanjut untuk penelitian. Sebagai acuan atau referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian di sekolah dasar yang serupa, yaitu menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan kepada kepala sekolah dan guru-guru untuk membantu menanamkan tata krama pada peserta didik bisa dilakukakan melalui layanan bimbingan kelompok melalui teknik permainan simulasi. b. Memberikan masukan kepada guru bahwa dalam pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu atau pengetahuan mata pelajaran saja (untuk peningkatan kognitif-akademik), tetapi juga harus diperhatikan pembentukan sikap dan kepribadian siswa, khususnya dalam hal bertata krama yang baik. b. Membantu siswa terampil untuk bertata krama.