BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masing-masing budaya asli merupakan identitas masing-masing masyarakat.

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah. SWT, dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PERKAWINAN DENGAN PEMBAYARAN ADAT BOLAANG MONGONDOW

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penjelasan lebih lanjut mengenai mahar dan prosesi pertunangan akan dibahas di bab selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah di negara ini memiliki adat istiadat dan tradisi masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mahluk manusia baik itu aqidah, ibadah dan muamalah, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan),

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. prosa dan puisi. Prosa adalah karya yang berbentuk naratif (berisi cerita). Puisi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sangat multi etnis, berbagai budaya dan suku didalamnya sehingga menimbulkan suatu aturan atau hukum yang berbeda pula. Pluralisme demikian yang menyebabkan negara Indonesia mengadopsi berbagai produk hukum sebagaimana kita ketahui bahwa system hukum yang berlaku di Indonesia adalah system hukum yang majemuk yaitu hukum adat, Islam, dan Barat (kontinental). Mungkin dari ketiga hukum tersebut dipandang representative dalam menegakkan keadilan dan menjawab persoalan-persoalan yang sangat kompleks untuk konteks sekarang dan yang akan datang. Dari ketiga hukum tersebut penulis terlebih akan sedikit membicarakan masalah hukum adat, karena bentuk dari hukum adat itu tidak tertulis dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berlaku untuk golongan-golongan tertentu saja. Yang menjadi ikatan hukum tersebut adalah berupa sangsi moral atau malu apabila seseorang tidak mengikuti hukum yang berlaku di suatu tempat tersebut untuk itu penulis akan sedikit membahas pengertian hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang tertua atau hukum yang pertama kali di kenal dalam kalangan masyarakat pada masa yang dulu, sesudah terbentuknya bumi dan di isi oleh sejumlah/sekelompok manusia, hukum yang pertama kali keluar adalah hukum adat (kebiasaan) yang mana setelah itu dikenal hukum secara agama, baik Islam maupun non Islam, setelah itu barulah muncul suatu hukum yang bersifat menyeluruh yaitu hukum negara/pemerintah. Itulah sebab mengapa hukum adat merupakan hukum tertua atau hukum pertama kali yang dikenal dalam masyarakat. 1

Dari kebanyakan macam-macam suku adat istiadat di indonesia maka banyak pula perbedaan yang terjadi diantara suku satu dengan suku yang lain dalam hal ini perbedaan mengenai cara menjalani kehidupan sehari hari seperti cara melangsungkan pernikahan, mulai dari pelamaran, pelaksanaan upacara pernikahan, pembagian harta pernikahan, kedudukan suami istri, cara perceraian, dan lain lain. Perbedaan antara suku satu dengan suku lainnya sangatlah menonjol, misalnya saja pada masyarakat suku bugis yang dari awal pelaksanaan pernikahan sampai akhir pernikahan yang bersifat mewah (meriah) yang mana itu dilakukan karena tuntutan budaya yang mana sudah berkembang dalam masyarakat itu sejak nenek moyang mereka, dibandingkan masyarakat suku jawa yang terkesan sangat sederhana dalam penyusunan acara perkawinan dari awal sampai akhir. Disini terlihat jelas perbedaan antar kedua suku tersebut yang mana membuktikan bahwa negara kita ini kaya akan perbedaan antar suku. 1 Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bolaang Mongondow, namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut. Sampai sekarang ini beberapa bagian Adat Bolaang Mongondow masih dipatuhi dan dihormati masyarakat. Antara lain, ketika mengadakan pesta pernikahan, upacara kematian (Tonggoluan) dan tata cara berpakaian, upacara menjemput pengantin wanita oleh keluarga pengantin pria, penjemputan tamu kehormatan dan pemberian gelar kehormatan. Upacara adat pernikahan yang 2 1 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2000), hlm. 16.

dilakukan di desa-desa Bolaang Mongondow pada intinya tetap sama meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaannya, dimana banyak bagian-bagian yang tidak berlaku lagi. Upacara perkawinan/pernikahan adat tersebut dalam bentuk tertulis, telah ditulis oleh W. Dunnebier seorang misionaris (Zendeling) asal Belanda yang meneliti daerah ini kurang lebih 25 tahun (1905 1939) dengan judul asli Verlopen en Trouwen in Bolaang Mongondow tahun 1935. Upacara perkawinan ini diterjemahkan oleh B. Ginupit dalam Bahasa Indonesia Pertunangan dan Perkawinan yang menceritakan perkawinan seorang pemuda bernama Singkuton anak dari Moonik dan istrinya Angkina dengan seorang perempuan bernama Dayag anak dari Abadi dan istrinya Ibud. Ringkasnya prosesi perkawinan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Meminang, (melamar) moguman don mobuloi 2. Bila pertunangan diterima, dilanjutkan oleh tokoh-tokoh adat (guhanga) meminta imbalan (yoko ). Pada jaman dahulu yoko tersebut bisa berupa barang seperti sebidang tanah berisi tanaman kelapa, (lontad in bango ), rumpun rumbia, ternak terdiri dari sapi, kuda, maupun barang-barang berharga lainnya dan uang. 3. Guat, berupa pemberian pihak keluarga calon pengantin pria untuk memisahkan (guat) calon pengantin wanita dari ibu dan bapaknya. 4. Uku ukud, pemberian bantuan biaya dalam bentuk uang sesuai kesepakatan antar keluarga. 5. Taba adalah utusan pihak keluarga wanita kepada keluarga pihak pria bahwa seorang pemuda bernama A telah meminang seorang wanita dari keluarga bernama B. 6. Mahar, pemberian yang diminta oleh calon pengantin wanita kepada calon pengantin pria (hal ini menurut syariat Islam dalam bentuk cincin atau apapun yang diminta oleh pengantin wanita). 3

7. Upacara Pernikahan, pembacaan Ijab Qabul oleh orang tua pihak wanita (semacam penyerahan tanggung jawab memelihara/menjaga pengantin wanita dengan membayar sejumlah uang tunai (Akad Nikah) 8. Gama, menjemput pengantin wanita oleh keluarga pengantin pria yang terdiri dari 13 (tigabelas) tahapan sebagai berikut: a. Tompangkoi in Gama Persiapan b. Lampangan kon tutugan in lanag melangkah ke tirisan atap. c. Lolanan kon tubig menyeberang sungai. (ketiga tahap pertama ini dilakukan di rumah pengantin wanita). d. Poponikan kon tukad menaiki tangga rumah e. Lampangan kon tonom melangkah ke pintu rumah f. Puat in kaludu membuka kerudung g. Pilat ini siripu melepaskan sepatu h. Pilat in paung menutup payung i. Pinogapangan pendampingan j. Pinomama an makan sirih pinang k. Pinonduya an meludah (setelah makan sirih) l. Pinogiobawan/pinolimumugan makan dan berkumur m. Pinobuian pulang/kembali kerumah pengantin wanita 2 Di Bolaang Mongondow ketentuan perkawinan adat ini harus dijalankan sesuai dengan apa yang sudah menjadi kebiasaan turun temurun dan tidak boleh menghilangkan salah satu poin atau tidak menjalankan satu dari beberapa prosesi perkawinan tersebut, semuanya harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam prosesi adat ini. Dahulu masyakarat setempat mempercayai 4 2 Alex John Ulaen dkk, Sejarah Kebudayaan Boolaang Mongondow, (Bolaang Mongondow: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bolaang Mongondow, 2016), hlm. 306.

jika prosesi adat tersebut ada yang tidak dijalankan atau tidak dipenuhi maka akan berujung buruk para masyarakat disana mengistilakan dengan ungkapan, modara-darag na' kolawag (menjadi kuning seperti kunyit), tumonop na' lanag (meresap seperti air cucuran atap), rumondi' na'buing (menjadi hitam seperti arang), ada juga yang meyakini bahwa jika setengah setengah dalam melaksanakan prosesi adat tersebut maka sepasang pengantin yang menikah itu tidak akan bertahan lama dalam berumah tangga. 3 Salah satu ketentuan adat perkawinan/pernikahan di Bolaang Mongondow yang menarik untuk dibahas yaitu imbalan atau dalam bahasa setempat yoko atau sekarang biasa disebut pembayaran adat untuk para pemuka adat. Jika dalam UUD Pasal 18B Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sebagai hasil amandemen pertama UUD 1945, menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 bahwa Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 4 Sedangkan dalam Hukum Islam, ada 4 saja tahapan yang harus dilalui seseorang untuk sampai pada kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rohmah yaitu: Pertama Ta aruf (Perkenalan) 5 3 Wawancara dengan Amir Mokodompit (ketua adat)kelurahan Inobonto I, Kecamatan Bolaang, Kab. Bolaang Mongondow, tanggal 14 Februari 2016. 4 Sopian hadi, kompasiana: pengakuan masyarakat adat, dikutip darihttp://www.kompasiana.com/sopianhadi83/pengakuanmasyarakatadat_54f5cf3 ca333114a4f8b45b9, diakses pada hari selasa tanggal 1 Maret 2016 jam 15.10 WIB.

Proses ta aruf adalah proses pengenalan diri di antara kedua calon mempelai. Tidak mungkin kita menikahi orang yang tidak kita kenali sifat dan kepribadiannya, karena dengan dialah kita akan menghabiskan seluruh hidup. Di sini kita mencari tahu apakah segala kelebihan dan kekurangannya dapat kita terima sebelum pada akhirnya dia menjadi teman berbagi dalam menjalani kehidupan hingga akhir hayat. Melalui proses ta aruf ini kita bisa mencari tahu tentang bagaimana cara dia berkomunikasi dan bersosialisasi? Bagaimana cara dia bereaksi pada masalah dan menyelesaikan masalah? Bagaimana cara dia mengelola keuangan? Bagaimana cara dia menghargai dirinya sendiri dan menghargai orang lain? Dan masih banyak lagi. Kedua Khitbah (Lamaran) Setelah kedua mempelai merasa cocok satu sama lain dan yakin untuk melanjutkan langkah ke pernikahan, maka tahapan selanjutnya adalah khitbah atau lamaran. Khitbah atau lamaran ini biasanya dilakukan oleh dua keluarga, baik dua keluarga besar maupun hanya keluarga inti. Di sinilah kedua orangtua saling bertemu dan bersilaturahmi. Biasanya dalam proses ini juga dibicarakan tanggal pernikahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses khitbah ini merupakan jalan pembuka menuju jenjang pernikahan, di mana kedua calon mempelai dan kedua orangtua sudah sepakat untuk melangsungkan pernikahan. Ketiga Nikah Setelah khitbah atau lamaran, tahapan selanjutnya adalah pernikahan yang menjadi tahapan utama. Inilah momen saat sang mempelai lelaki menjabat tangan wali dari mempelai perempuan hingga keduanya resmi menjadi sepasang suami istri. 6

7 Keempat Walimah Setelah dilangsungkan akad nikah, maka hendaknya dilakukan juga walimah atau yang dikenal masyarakat kita dengan sebutan resepsi. Memang tidak diharuskan mengadakan resepsi besar-besaran yang justru seringkali menjadi penghambat seseorang untuk menikah. Rasulullah sendiri menyarankan untuk melakukan walimah sekedar untuk berbagi kebahagiaan dengan kerabat dan saudara. 5 Dalam syariat islam tidak mengenal yang namanya pembayaran adat dalam pernikahan atau istilah yoko (imbalan) untuk para pejabat adat, tetapi tradisi ini masih tetap dilaksanakan sampai saat ini dan hingga sekarang masyarakat desa atau kelurahan yang berada di Bolaang Mongondow sangat menghormati dan memegang teguh hukum adat tersebut. Maka atas dasar beberapa penjelasan diatas penulis tertarik untuk meneliti kasus ini dengan judul PERNIKAHAN DENGAN PEMBAYARAN ADAT DI BOLAANG MONGONDOW DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM. B. Rumusan Masalah Berdasrkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa rumusan masalah yang hendak dicari jawabannya dalam penelitian ini. 1. Bagaimana proses pembayaran adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow? 3. Bagaimana dampak positif dan negatif dalam pembayaran adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow? 5 Via, dailymoslem: 4 tahapan menuju pernikahan dalam islam, dikutip dari http://www.dailymoslem.com/relationship/pernikahan/4-tahapan-menujupernikahan-dalam-islam,diakses pada hari selasa tanggal 1 Maret 2016 jam 15.40 WIB.

8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui proses pembayaran adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow. b. Untuk mengkaji tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow. c. Mengetahui dampak positif dan negatif dalam pembayaran adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow. 2. Manfaat Penelitian Penelitian tesis ini diharapkan memberikan kegunaan baik dari segi praktis maupun teoritis sebagai berikut: a. Segi Praktis Hasil penelitian ini setidaknya dapat memberikan sumbangan pemikiran, acuan, dan tambahan khazanah ilmu pengetahuan bagi siapa saja, khususnya bagi penelitian-penelitian lebih lanjud tentang pernikahan dengan pembayaran adat. Selain itu dapat dijadikan referensi bagi siapapun yang memperdalam pengetahuan pembayaran adat dalam tinjauan hukum islam untuk individu maupun umum. b. Segi teoritis Hasil penelitian tesis ini diharapkan dapat menambah tambahan wawasan ilmu pengetahuan maupun hukum adat kepada masyarakat, khususnya mengenai pembayaran adat pada pernikahan suku Bolaang Mongondow, serta referensi tambahan hukum adat. D. Sistematika Penulisan Agar dapat diketahui secara jelas kerangka garis besar dari tesis yang ditulis, maka hasil penelitian yang diperoleh dianalisis yang kemungkinan diikuti dengan pembuatan suatu laporan akhir dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama, Pendahuluan, yang terdiri dari tujuh sub bahasan yaitu: pertama latar belakang masalah yang memuat penjelasan mengapa penelitian ini perlu dilakukan, apa yang melatar belakangi permasalahan ini. Kedua, pokok masalah. Memberikan penegasan terhadap apa yang terkandung dalam Latar Belakang. Ketiga, Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian yaitu tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini sistematisasi pembahasan, untuk upaya mensistematisasikan gambaran awal penelitian. Bab kedua, Kajian Penelitian Terdahulu untuk memberikan dimana posisi penyusun dalam hal ini, dimana letak kebaharuan penelitian (berisi penelusuran literatur yang telah ada sebelumnya dan kaitannya dengan objek penelitian). Kemudian Landasan Teori, mengangkat pola pikir atau kerangka berfikir yang ada dalam memecahkan masalah atau gambaran beberapa dan dengan secara urut yang berhubungan dengan penelitian ini. Di lanjutkan dengan Pengertian adat Bolaang Mongondow yang dimulai dengan, Sejarah Adat Bolaang Mongondow, Kondisi masyarakat Bolaang Mongondow, Pengaruh lembaga Adat Bolaang Mongondow, Hubungan antara Adat dan masyarakat Bolaang Mongondow. Bab ketiga, Metode Penelitian, berupa penjelasan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengumpulkan dan menganalisa data, di lanjutkan dengan Gambaran umum tentang Pernikahan Menurut Adat Bolaang Mongondow, dimulai dengan Perkawinan Secara Umum, kemudian Perkawinan di Masyarakat Bolaang Mongondow, dan Tahapan adat istiadat perkawinan Bolaang Mogondow. Bab keempat, Hasil Penelitian dan Pembahasan Perkawinan dengan Pembayaran Adat Bolaang Mongondow, Proses pembayaran adat perkawinan di Bolaang Mongondow, Tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran adat perkawinan di Bolaang Mongondow, Dampak positif dan negatif dalam pembayaran Adat pernikahan/perkawinan di Bolaang Mongondow. 9

Bab kelima, Penutup, Bab terakhir dalam penulisan hasil penelitian ini. Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari usaha untuk mencari jawaban terhadap permasalahan yang diajukan berdasarkan temuan di lapangan. Setelah ada kesimpulan kemudian ditutup dengan beberapa saran sebagai masukan untuk pihak yang berkepentingan berkenaan dengan masalah pewarisan anak luar kawin. 10