BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada masa anak-anak, seseorang merupakan tanggung jawab dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan merupakan sesuatu yang akan menjadi pengalaman individu masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tanggung jawab atas kesejahteraan anak, baik jasmani, kesehatan, rohani serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya menuju dewasa. Remaja cenderung memiliki peer group yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB 2 Tinjauan Pustaka

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa anak-anak, seseorang merupakan tanggung jawab dari orang tua. Segala hal yang dilakukan oleh anak akan diputuskan orangtuanya. Mulai dari hal kecil, seperti baju yang harus dipakai ke pesta, hingga hal-hal yang lebih rumit, seperti sekolah yang akan dipilih untuk menuntut ilmu. Anak akan cenderung menuruti hal yang dikatakan orangtuanya. Sebaliknya, anak akan cenderung meminta pendapat atau saran dari orangtua saat harus memutuskan atau menyelesaikan sesuatu. Dalam hal ini, anak cenderung bergantung kepada orangtuanya. Hal tersebut di atas tidak akan berlangsung lama. Memasuki masa remaja, seseorang akan mulai dituntut untuk menjadi lebih mandiri serta remaja juga akan mulai menuntut untuk bisa menjadi lebih mandiri. Lerner & Steinberg (2004, h.143) menjelaskan bahwa salah satu penanda dimulainya masa remaja adalah dengan munculnya keinginan untuk memiliki kemandirian. Senada dengan yang dikatakan oleh Havighurst (dalam Noom, Dekovic, Meeus, 2001, h.577) bahwa salah satu elemen transisi dari masa remaja ke dewasa adalah pengembangan kemandirian. Pada masa ini, seseorang ingin melakukan berbagai hal secara mandiri tanpa terlalu dipengaruhi oleh orangtua. Hal ini menyebabkan hubungan antara anak dengan orangtuanya akan 1

2 diwarnai dengan pemberontakan dari anak kepada orangtua karena seorang remaja mulai menginginkan kebebasan dan menjadi lebih mandiri. Renggangnya hubungan antara orangtua dan remaja ini disebabkan karena remaja tidak lagi mengikuti perkataan orangtuanya begitu saja. Selain itu, muncul pula perbedaan sudut pandang dari remaja dan orangtuanya, percekcokan akan terjadi ketika orangtua menganggap hal yang diyakini anaknya adalah sesuatu yang salah di saat anak meyakini bahwa hal tersebut benar. Senada dengan yang dijelaskan oleh Karabanova & Poskrebysheva (2013, h.622) bahwa penelitian modern membuktikan terdapat hubungan timbal balik antara perkembangan kemandirian pada remaja dengan menjauhnya jarak kedekatan remaja dengan orangtuanya. Santrock (2011, h.389) juga menjelaskan bahwa orangtua akan menjadi marah dan bingung dengan tuntutan kemandirian dan tanggung jawab yang diminta oleh remaja. Selain itu juga dijelaskan bahwa remaja ingin menunjukkan jika keberhasilan dan kegagalan yang ia alami merupakan tanggung jawabnya bukan orangtuanya. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa seorang remaja tidak ingin lagi dipandang sebagai anak kecil yang masih bergantung kepada orangtuanya melainkan mereka ingin diakui sebagai seseorang yang mulai dewasa, mandiri, serta bertanggungjawab. Di sisi lain, seiring dengan berkembangnya jaman, khususnya di Indonesia terjadi banyak perubahan salah satunya adalah perubahan jumlah keluarga. Jaman dulu, di Indonesia terdapat banyak keluarga dengan jumlah anggota yang banyak. Memiliki 10 anak dalam satu

3 keluarga bukanlah hal yang patut dipermasalahkan. Besarnya jumlah keluarga ini, menuntut anak-anak yang sudah besar dalam keluarga tersebut untuk bisa lebih mandiri. Selain mandiri dalam hal pendidikan, anak juga dituntut untuk membantu orangtua dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga serta mengurus adik-adiknya. Di era moderen ini, jumlah anggota keluarga tidaklah sebanyak dulu sehingga orangtua bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga serta memenuhi kebutuhan anak-anaknya tanpa harus membebankan hal tersebut kepada anaknya, selain itu munculnya jasa pembantu rumah tangga dan babysitter juga meringankan pekerjaan orangtua dalam keluarga. Sayangnya hal tersebut nampaknya berpengaruh terhadap perkembangan kemandirian anak-anak dalam keluarga tersebut. Hal ini dikarenakan kebutuhan anak dipenuhi oleh orang-orang di sekitarnya, baik orangtua maupun pembantu rumah tangga sehingga anak hanya menerima tanpa melakukan usaha lebih. Senada dengan yang dikatakan oleh Masrun, dkk. (1986, h.108) bahwa perubahan keluarga besar menjadi keluarga kecil menimbulkan pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan kemandirian seseorang. Selain itu, di Indonesia juga terdapat budaya saling tolong menolong yang mana di saat melihat orang lain kesulitan, terutama keluarga atau saudara, secara otomatis orang Indonesia akan memberikan bantuannya. Hal ini menyebabkan seseorang terkadang bergantung pada orang lain terutama keluarga sehingga berdampak pada kemandiriannya. Di sisi lain, kemandirian penting untuk dimiliki agar masyarakat dapat mengembangkan dan memajukan bangsa.

4 Havighurst (dalam Rini, 2012, h.63) menjelaskan bahwa kemandirian merupakan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat berdiri sendiri, membuat rencana untuk kehidupannya di masa sekarang ataupun masa depan, serta kebebasan dari pengaruh orangtua. Russell & Bakken (2002, h.1) berpendapat bahwa kemandirian mengarah kepada perkembangan kemampuan remaja untuk berpikir, merasakan, membuat keputusan dan berperilaku berdasarkan dirinya sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa remaja yang mandiri dapat berdiri sendiri tanpa bergantung lagi kepada orangtuanya maupun orang lain. Kemandirian memiliki beberapa dimensi, Steinberg (dalam Russell & Bakken, 2002, h.2) menyatakan bahwa kemandirian terdiri dari tiga dimensi, yaitu kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Dikatakan pula bahwa dimensi-dimensi kemandirian tersebut tidak berkembang pada waktu yang bersamaan melainkan salah satu dimensi kemandirian dapat berkembang lebih cepat dibanding dengan dimensi kemandirian lainnya. Sebagai contoh, seorang remaja dapat saja memiliki kemampuan berpikir secara bebas yang baik namun sebenarnya ia belum merasa nyaman untuk melakukan hal yang dipikirkan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Suharso & Retnoningsih, 2005, h.303) mahasiswa diartikan sebagai pelajar perguruan tinggi. Umumnya mahasiswa berusia 18 hingga 21 tahun yang mana King (2010, h.188) mengatakan bahwa rentang usia tersebut masuk dalam tahap perkembangan remaja akhir. Faktanya, saat memasuki dunia perkuliahan, peran orangtua dalam keseharian

5 seseorang tidak lagi sebesar seperti ketika seseorang masih di masa anak-anak. Selain itu, mahasiswa juga akan menghadapi masalah yang lebih berat, begitu pula dengan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka. Lebih lanjut, memasuki masa ini seharusnya seseorang sudah mencapai kemandiriannya karena mereka harus siap berdiri sendiri untuk memasuki masa dewasa yang akan dipenuhi dengan banyak tuntutan yang lebih berat. Dalam kondisi inilah, kemandirian menjadi penting bagi mahasiswa. Fleming (2005, h.1) menjelaskan bahwa kemandirian adalah sebuah tugas perkembangan yang penting sekali selama masa remaja, hal itu dikarenakan kemandirian sangat berhubungan dengan individuasi (individuation) serta pembentukan identitas (identity formation). Russell & Bakken (2002, h.1) juga mengatakan bahwa kemandirian penting bagi remaja karena dengan mencapai kemandirian mereka dapat mengembangkan penguasaan diri yang baik (healthy self-governance) pula. Tiga tipe pengusaan diri termasuk pembuatan keputusan, kepercayaan pada diri sendiri, dan konformitas. Memiliki kemandirian yang baik membuat seorang remaja mampu menguasai diri sendiri dengan baik pula. Kemandirian menjadi penting bagi mahasiswa juga dikarenakan fakta yang ditemukan oleh peneliti bahwa di Universitas Katolik Soegijapranata, mahasiswa dituntut untuk menjadi aktif di kampus sebagai salah satu syarat kelulusan. Salah satu cara memenuhi tuntutan tersebut adalah dengan menjadi anggota dalam suatu kepanitiaan. Remaja yang mandiri tidak akan terlalu memikirkan mengenai apakah teman dekatnya ikut di kepanitiaan yang sama atau tidak, yang mereka

6 pikirkan adalah mereka tertarik dengan kepanitiaan tersebut dan nantinya akan mendapatkan pengalaman serta teman baru. Pada kenyataannya cukup banyak remaja yang masih cenderung mengambil keputusan berdasarkan teman dekatnya. Di saat tidak ada teman dekat yang mengikuti kepanitiaan tersebut, mereka cenderung memilih untuk tidak mendaftar menjadi anggota di kepanitiaan tersebut. Hal ini menunjukkan ketidakmandirian pada remaja akhir yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Fakta lainnya adalah ketika mahasiswa diwajibkan memilih dan mengatur sendiri jadwal perkuliahannya, remaja akan cenderung memilih mata kuliah dan kelas yang sama dengan teman sebayanya. Padahal seharusnya untuk memenuhi kewajibannya, mahasiswa mampu secara mandiri mengikuti kegiatan belajar mengajar tanpa ada teman dekat di kelas yang sama. Fakta selanjutnya, ada beberapa remaja yang lebih memilih untuk tidak mengikuti perkuliahan di kelas karena temannya mempengaruhinya untuk membolos. Masih banyak dijumpai perilaku-perilaku mahasiswa yang menunjukkan bahwa mereka belum mandiri. Padahal kemandirian sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar bisa menghadapi berbagai kejadian dan rintangan dalam hidup. Berdasarkan observasi di Universitas Katolik Soeijapranta tersebut, ditemukan cukup banyak perilaku yang menunjukkan ketidakmandirian pada mahasiswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemandirian tidak mampu dicapai oleh mahasiswa dengan mudah melainkan kemandirian tersebut akan berkembang dalam diri mahasiswa dengan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pola asuh orangtua dan

7 urutan kelahiran. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan yang diterima remaja sehingga mempengaruhi perkembangan kemandiriannya. Ali (dalam Rini, 2012, h.64) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian seseorang adalah pola asuh orangtua, dikatakan bahwa orangtua yang mengasuh dengan menerapkan banyak larangan akan menghambat perkembangan kemandirian seorang remaja. Menurut Lerner & Steinberg (2004, h.336) gaya pengasuhan atau pola asuh sangat berhubungan dengan ikatan orangtua dan anak yang diyakini memiliki pengaruh motivasional pada penerimaan anak terhadap kebiasaan atau hal-hal tertentu. Pola asuh sangat berpengaruh pada perkembangan individu khususnya pada masa anak dan remaja. Pola asuh dapat mempengaruhi tingkah laku anak dan cara mereka menyikapi suatu keadaan. Saat seorang anak menginjak masa remaja, orangtua harus mulai memperlakukannya dan menganggapnya sebagai orang dewasa, mulai memberikan tanggung jawab, mendidik mereka dengan bijak, memperlihatkan kepada mereka tentang sisi positif dan negatif dari dunia luar dan membimbing mereka untuk melaluinya agar mereka bisa berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik. Santrock (2011, h.389) menjelaskan bahwa di saat remaja menuntut kemandiriannya, orang dewasa dengan bijak melepaskan kendali mereka pada remaja sehingga remaja dapat membuat keputusan yang beralasan namun orang dewasa (orangtua) tetap membimbing remaja dalam membuat keputusan-keputusan tersebut karena

8 pengetahuan remaja masih terbatas. Pemaparan ini menjelaskan bahwa pola asuh orangtua berperan penting dalam kemandirian remaja. Orangtua dapat mengajarkan kemandirian kepada remaja tanpa harus mengekang atau mendikte sehingga remaja dapat lebih percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Baumrind (dalam Santrock, 2011, h.253) mengklasifikasikan pola asuh orangtua berdasarkan dua dimensi menjadi authoritarian parenting, authoritative parenting, permissive parenting, dan neglectful parenting. Dalam kesempatan kali ini, pola pengasuhan yang akan diteliti pengaruhnya terhadap kemandirian mahasiswa adalah pola asuh authoritarian. Alasan pemilihan pola asuh ini adalah karena adanya hasil observasi awal yang menunjukkan bahwa kemandirian pada mahasiswa di Universitas Katolik Soegijapranata masih cenderung rendah dan dari beberapa literatur didapatkan informasi bahwa penerapan pola asuh authoritarian memberikan pengaruh terhadap rendanya kemandirian seseorang. Berdasarkan klasifikasi yang dijelaskan Baumrind, pola asuh authoritarian memiliki dimensi high demandingness dan low responsiveness. Hal ini diartikan bahwa orangtua memberikan tuntutan yang tinggi namun kurang memberikan perhatian kepada anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan As ari (2015, h.13) didapatkan hasil bahwa pola asuh authoritarian memberikan dampak negatif pada perkembangan kemandirian remaja, yang mana semakin tinggi pola asuh authoritarian maka semakin rendah kemandirian pada remaja.

9 Lerner & Steinberg (2004, h.336) menjelaskan bahwa pola asuh authoritarian ditandai dengan adanya interaksi yang cenderung mengutamakan kepentingan orangtua dan mengabaikan kebutuhankebutuhan anak, tuntunan keras yang harus dipenuhi anak, melakukan pemaksaan agar anak memenuhi tuntutan orangtua, serta pemberian hukuman atas pelanggaran yang dilakukan anak. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa pola asuh authoritarian lebih mementingkan kepentingan orangtua serta mengesampingkan kebutuhan dan kepentingan anaknya. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa pola asuh authoritarian dengan menetapkan pembatasan-pembatasan dan aturan-aturan ketat oleh orangtua akan menimbulkan kecemasan pada remaja akhir dalam bertindak karena mereka takut menyalahi aturan dan melewati batasan tersebut. Selain itu, remaja juga akan merasa kurang nyaman dalam melakukan hal-hal yang dipikirkan atau diputuskan. Remaja akan merasa kurang bebas dalam bertindak karena adanya rasa takut akan konsekuensi yang akan diberikan orangtuanya. Sebagai akibat dari hal tersebut, remaja akan menggantungkan pengambilan keputusan kepada orangtuanya dan menganggap keputusan dari orangtuanya adalah kebenaran mutlak. Dengan kata lain, pola asuh authoritarian membuat seseorang menjadi kurang mandiri. Tak kalah penting dengan pola asuh authoritarian, urutan kelahiran (birth order) juga memberikan pengaruh terhadap kemandirian remaja. Adler (dalam Alwisol, 2014, h.79) mengembangkan teori urutan kelahiran yang mana Adler meyakini

10 bahwa keturunan, lingkungan, serta kreativitas yang dimiliki setiap individu akan bergabung dan membentuk kepribadian seseorang, dalam hal ini khususnya kemandirian remaja akhir. Adler menjelaskan, urutan kelahiran menimbulkan berbagai dampak pada kepribadian. Misal anak sulung cenderung bertanggungjawab dan memiliki kemampuan organisasi baik namun sering merasa pesimis. Di sisi lain anak tengah mudah menyesuaikan diri namun mudah kecil hati. Selanjutnya anak bungsu cenderung ambisius namun tergantung pada orang lain. Urutan kelahiran menimbulkan perbedaan kepribadian pada masing-masing individu. Rini (2012, h.62) mengatakan bahwa perbedaan kemandirian yang dimiliki setiap orang bisa muncul karena adanya berbedaan gaya hidup yang dijalani setiap anak berdasarkan interpretasinya terhadap urutan kelahiran. Dalam jurnalnya Rini menjelaskan bahwa anak tengah lebih mandiri dibandingkan anak sulung dan anak bungsu, sedangkan anak sulung lebih mandiri daripada anak bungsu. Dalam jurnal ini juga dijelaskan bahwa menjadi anak bungsu dapat menimbulkan peluang paling besar dalam munculnya ketidakmandirian dalam diri seseorang dikarenakan curahan perhatian orangtua dan orang-orang dewasa lainnya berpusat pada anak bungsu. Selain itu, dikatakan bahwa anak tunggal juga memiliki peluang untuk mengalami keterlambatan perkembangan kemandirian. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa urutan kelahiran bukan faktor murni penentu kemandirian seseorang melainkan peran orang sekitarnya dalam memperlakukan individu tersebut sesuai dengan urutan kelahirannya. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa urutan kelahiran dapat

11 mempengaruhi kemandirian remaja karena adanya perbedaan perlakuan berdasarkan urutan kelahiran tersebut. Fakta lain yang ditemukan peneliti adalah terdapat mahasiswa yang sudah mandiri dilihat dari perilaku-perilaku yang ditunjukkan. Seorang mahasiswa dengan orangtua yang menerapkan pola asuh authoritarian dan memiliki urutan kelahiran sebagai anak bungsu memiliki kemandirian yang cukup baik. Ia dapat mengambil keputusan yang baik saat dihadapkan dengan beberapa pilihan, ia dapat mengikuti banyak kegiatan mahasiswa tanpa tergantung dengan teman-temannya, ia dapat dengan aktif menyampaikan pendapatnya dan dengan bebas melakukan hal yang ia anggap benar. Terdapat juga mahasiswa dengan kondisi yang sama namun memiliki kemandirian yang belum matang yang mana ia masih menggantungkan pengambilan keputusan pada orangtua atau orang dewasa lain di sekitarnya, ia juga cenderung untuk mengikuti hal-hal yang dilakukan oleh teman-temannya walaupun ia akui terkadang hal tersebut tidak sesuai dengan dirinya sendiri, misalnya ia memaksa diri untuk berkumpul dengan para perokok agar ia diterima dalam kelompoknya padahal ia cukup sensitif dengan asap rokok. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa kemandirian sangat penting bagi seorang mahasiswa dan sudah seharusnya seorang mahasiswa memiliki kemandirian yang matang. Dapat dimengerti pula bahwa pola asuh authoritarian memiliki hubungan negatif terhadap pencapaian kemandirian remaja akhir dalam hal ini mahasiswa. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi pola asuh authoritarian yang diterapkan oleh orangtua maka semakin rendah

12 kemandirian yang dimiliki oleh mahasiswa. Adapula perbedaan kemandirian seseorang jika ditinjau dari urutan kelahiran yang mana anak sulung dan anak tengah berpotensi untuk lebih mandiri dibanding anak bungsu dan tunggal. Di sisi lain, peneliti menemukan perilaku-perilaku mahasiswa yang menunjukkan bahwa mereka belum bisa mandiri secara keseluruhan. Kemudian ditemukan pula fakta bahwa dengan pola asuh authoritarian yang diterapkan orangtua terhadap anak bungsunya dapat menimbulkan dua dampak, yaitu perkembangan kemandirian yang baik dan tidak baik. Dengan adanya hal tersebut, peneliti mengajukan rumusan masalah, yaitu Bagaimanakah kemandirian mahasiswa ditinjau dari pola asuh authoritarian dan urutan kelahiran? dan untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian berjudul Kemandirian Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh Authoritarian dan Urutan Kelahiran dirasa penting untuk dilakukan. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui secara empirik mengenai kemandirian mahasiswa ditinjau dari pola asuh authoritarian dan urutan kelahiran.

13 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu dan informasi terhadap bidang Psikologi Perkembangan khususnya mengenai kemandirian pada mahasiswa. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi mahasiswa mengenai pengaruh dari pola asuh authoritarian serta urutan kelahiran terhadap perkembangan kemandirian sehingga mahasiswa dapat lebih bijak dalam menyikapi pengaruh dari hal tersebut terhadap perkembangan kemandiriannya.