BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih menjadi masalah kesehatan secara nasional, hampir diseluruh daerah di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

Fajarina Lathu INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) bertujuan untuk mewujudkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan secara nasional, hampir diseluruh daerah di Indonesia memiliki angka morbiditas dan mortalitas penyakit DBD. DBD adalah jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamukaedes agypti yang ditandai dengan penurunan trombosit darah, dan penurunan kondisi biologis lainnya. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2009), penyakit DBD juga sering di diagnosis dengan dengan penyakit lain seperti tifoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat tanpa atau tidak jelas gejalanya. Pasien DBD juga sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare, mirip dengan gejala penyakit infeksi lain. World Health Organization (2009), melaporkan bahwa seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara bersama-sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika. Indonesia, Myanmar, Thailand masuk kategori A yaitu KLB atau wabah siklis terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Menyebar sampai daerah pedesaan, sirkulasi serotipe virus beragam. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD di tiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, dan negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus demam berdarah tertinggi diasia Tenggaradengan kejadian 95% terjadi pada anak di bawah 15 tahun. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anakanak tetapi juga golongan umur yang lebih tua, dan tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (Case Fatality Rate sebesar 0,80%). Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan RI (2012), di ketahui angka kematian akibat DBD di beberapa wilayah masih cukup tinggi yaitu di atas 1% antara lain Provinsi Gorontalo, Riau, Sulawesi Utara Bengkulu, Lampung, NTT, Jambi, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah. Kota Binjai merupakan daerah endemis DBD,berdasarkan Profil Kesehatan Kota Binjai (2012), terdapat fluktuasi kasus DBD dari tahun 2007-2011. Tahun 2007 angka kesakitan DBD di Kota Binjai adalah sebesar 132,12 per 100.000 penduduk, kemudian tahun 2008 menurun menjadi 101.72 per 100.000 penduduk, dan tahun 2009 menurun menjadi 61,4 per-100.000 penduduk, namun pada tahun 2010 meningkat secara tajam menjadi 243,7 per-100.000 penduduk, dan tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 60,4 per-100.000 penduduk. Peningkatan kasus DBD pada beberapa kurun waktu tersebut disebabkan oleh tingginya kasus DBD yang secara sporadis menyebar di beberapa kabupaten dan kota

di Propinsi Sumatera Utara.Penurunan kasus pada tahun 2011 disebabkan karena sebagian besar juga diasumsikan juga karena jumlah kasus DBD di Kota Medan sebagai Kota terdekat dengan Kota Binjai juga mengalami penurunan kasus, demikian juga di Kabupaten Langkat yang juga sebagai wilayah yang termasuk dekat dengan Kota Binjai juga mengalami penurunan angka insidensi DBD. Sedangkan secara internal, di Kota Binjai upaya penanggulangan DBD tetap masih seperti tahun sebelumnya dengan aktivitas melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengobatan penderita dan penemuan kasus DBD, dengan komposisi SDM yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kasus DBD pada tahun 2011, namun angka tersebut masih menjadi potensi masalah kesehatan masyarakat dan masih menjadi prioritas program penanggulangan DBD karena angka insidensi DBD masih di atas 1% (Dinas Kesehatan Kota Binjai, 2012). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2009), peningkatan jumlah penderita DBD dipengaruhi oleh adanya mobilitas penduduk dan arus urbanisasi yang tidak terkendali, kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap jenjang administrasi, kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian DBD, sistim pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai dengan standar, perubahan iklim yang cenderung menambah jumlah habitat vektor DBD, infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai, serta letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan vektor dan pertumbuhan virus serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan DBD.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI yang terintegrasi dengan lintas sektoral untuk menanggulangi masalah penyakit DBD, bahkan kementerian kesehatan RI telah menetapkan lima kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD, yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai prosedur tetap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan peningkatan profesionalisme pelaksana program (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Upaya tersebut secara aktual terus dilakukan Dinas Kesehatan Kota Binjai melalui puskesmas se-kota Binjai, namun kejadian DBD masih menjadi persoalan kesehatan. Hal ini diasumsikan dipengaruhi oleh multi faktor seperti alokasi anggaran yang terbatas untuk program Penanggulangan DBD, lemahnya koordinasi Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan lintas sektoral, dan belum terbentuknya partisipasi masyarakat secara optimal seperti dalam bentuk kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Peran serta masyarakat sangat berperan besar dalam penanggulangan penyakit DBD, namun masyarakat masih sering dijadikan objek yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu untuk melakukan intervensi untuk dirinya sendiri. Mengingat bahwa pengendalian DBD merupakan upaya yang saling berkaitan antara satu faktor dengan faktor lain khususnya unsur masyarakat sebagai objek dari sasaran program, dan petugas kesehatan sebagai pelaksana program sangat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program DBD. Faktor dari masyarakat

yang berkaitan dengan pencapaian program penanggulangan DBD adalah partisipasi dalam mencegah dan menanggulangi DBD.Menurut Sarwono (2007), tingkat partisipasi yang dapat diterjemahkan sebagai kemauan dan kemampuan belum sepenuhnya dioptimalkan. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, adanya perbedaan status, dan kesibukan dalam pekerjaan. Partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan, namun di dalam prakteknya tidak selalu diupayakan sungguh-sungguh. Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Menurut Slamet (2003), bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu: (1) adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2) adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, dan (3) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Menurut Hanifah (2011), selama ini partisipasi dalam upaya pencegahan DBD baru dilakukan oleh ibu rumah tangga saja di tingkat keluarga. Pernyataan ini diperkuat oleh sumber yang menyebutkan bahwa subjek penelitian dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk adalah ibu rumah tangga sedangkan anggota keluarga yang lain belum banyak terlibat. Hal itu terlihat dari masih kurangnya partisipasi atau keikutsertaan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan baik dalam bentuk kegiatan gotong royong,

membersihkan lingkungan, melakukan 3M (Menguras, Menyikat dan Mengubur) dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Menurut Paul dalam Hikmat (2004) dalam Zairina (2009) menerangkan, ditinjau dari beberapa aspek upayapemberantasan penyakit DBD, faktor yang berperan tidak hanya dilakukan olehsektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan secara terintegrasi dengan memberdayakan berbagai komponen masyarakat. Beberapa fenomena yang ada di Kota Binjai berkaitan dengan penanggulangan DBD, diketahui bahwa cakupan penemuan kasus DBD masih rendah yang ditandai dari tidak adanya laporan mingguan dari setiap puskesmas. Data kesakitan DBD hanya diperoleh dari rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota Binjai, dan itupun jika ada informasi kasus DBD dari media, sehingga berdampak terhadap cakupan keberhasilan program DBD. Rendahnya pencapaian program DBD diindikasikan dari masih ada kecenderungan fluktuasinya kasus DBD pada bulan-bulan tertentu, tanpa ada upaya antisipasi. Hal ini diasumsikan juga dipengaruhi oleh rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD, misalnya keterlibatan masyarakat dalam gotong royong rutin, atau pemberantasan sarang nyamuk di tingkat keluarga. Selain itu petugas DBD juga cenderung kurang melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang yang diindikasikan dari tidak ada jadwal-jadwal yang telah disepakati untuk penyuluhan-penyuluhan kesehatan ke masyarakat.selain itu masih ada kelurga yang menolak petugas kesehatan untuk penyemprotan di lingkungan perumahannya, dan sering tidak mengizinkan petugas pemantau jentik atau juru pemantau jentik untuk

melihat tempat-tempat penampungan jentik di rumah, sehingga upaya pengendalian vektor penular DBD tidak terlaksana secara optimal. Penelitian Rahayu (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang Kabupaten KotawaringinTimur Propinsi Kalimantan Selatan, bahwa pencapaian program penanggulangan DBD masih rendah yang ditunjukkan oleh angka bebas jentik masih <955%, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya peran serta masyarakat dalam kegiatan PSN, kurangnya kepatuhan keluarga untuk menjaga kebersihan tempat penampungan air maupun membersihkan tempat tinggal mereka dari barang-barang bekas yang dapat digenangi air serta, penyuluhan kepada masyarakat masih kurang disebabkan tenaga dan dana yang terbatas. Bentuk peranserta masyarakat lain yang diharapkan dapat meningkatkan ABJ (Angka Bebas Jentik) adalah dengan mengikutsertakan perangkat desa. Perangkat Desa diharapkan mampu memotivasi warganya untuk mengamati keberadaan jentik di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form jentik dan menyerahkan form tersebut kepada pihak keluarahan. Peranserta aktif dari pemilik rumah, diharapkan mampu meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing. Pada penelitian ini, sebelum dan sesudah jumantik melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, akan dilakukan pengamatan jentik untuk mengetahui ABJ di masingmasing kelurahan (Hamiluddin, Rosmini dan Chadijah, 2011). Berdasarkan hasil survai awal yang dilakukan peneliti pada Januari 2013, pada kecamatan Binjai Utara, wawancara singkat dengan 12 kepala keluarga didapati bahwa umumnya masyarakat sudah mengenal tentang DBD, namun upaya

pencegahannya 66,6% hanya terbatas pada fogging, dan membersihkan saluran air dan kamar mandi, namun program secara utuh tentang penanggulangan DBD belum dipahami, selain itu, mayoritas juga mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, hanya dilakukan oleh ibu rumah tangga, dan jika mempunyai pembantu atau anak perempuan saja yang membersihkan lingkungan rumah. Selain itu masih rendahnya kesadaran dari keluarga terhadap upaya pencegahan DBD, apalagi ketika pada saat tidak adanya kasus-kasu DBD yang ditemukan di wilayahnya, sehingga dapat disimpulkan masyarakat sadar ketika ada kasus DBD, sementara konsep partisipasi masyarakat adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat disetiap waktu untuk berperilaku hidup sehat baik menjaga kesehatan keluarganya maupun menjaga kesehatan lingkungan rumahnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Kota Binjai, sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat untuk rekomendasi kebijakan dalam kewaspadaan dini kejadian DBD dan upaya penanggulangan DBD di Kota Binjai. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013. 1.4. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh kemauan masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013 2. Ada pengaruh kemampuan terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013 3. Ada pengaruh kesempatan masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan DBD dan kewaspadaan dini DBD di Kota Binjai. 2. Memberikan masukan bagi pihak kecamatan dan kelurahan untuk meningkatkan upaya pencegahan DBD melalui kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat seperti

gotong royong bersama, pertemuan-pertemuan tentang program-program pedesaan yang berkaitan dengan kesehatan dan meningkatkan upaya menggerakkan masyarakat untuk menanggulangi penyakit DBD di tingkat keluarga. 3. Menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya.