1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagimana cara memanfaatkan uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Menurut Humayrah (2009) menyatakan gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat sehari-hari atau hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Gaya hidup juga mempengaruhi perilaku konsumsi dalam keluarga, seperti pola makan yang saat ini menjadi pilihan seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar glukosa tinggi dan kurangnya berolahraga. Selain itu karena kebiasaan merokok, tingginya mengkonsumsi alkohol, kesibukan kerja, kebiasaan di depan TV, komputer dalam waktu yang lama, sambil mengkonsumsi makanan ringan menyebabkan orang untuk malas bergerak. Ditinjau dari pandangan ilmu gizi, perubahan prilaku tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah gizi lebih yang dapat menimbulkan penyakit kronis (RISKESDAS, 2012). Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan yang jarang sembuh secara sempurna, yaitu lebih dari enam bulan (Yenny et al, 2006). Penyakit kronis tersebut diantaranya penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), hipertensi, kanker, penyakit gagal ginjal kronik, dan obesitas (Iwan, 2012).
2 Obesitas terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obes) yang disebabkan penumpukan adipose (adipocytes seperti jaringan lemak khusus yang disimpan tubuh) secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuhnya (Mu;tadi, 2002 dalam Sudiarto et al, 2012). Dewi (2007) menyatakan obesitas merupakan suatu keadaan dimana berat badan seseorang jauh melampaui berat badan standar berdasarkan tinggi badan. Menurut standar indeks masa tubuh (IMT), sesorang dikatakan mengalami obesitas bila nilai IMT-nya lebih atau sama dengan 25. Pusparini (2007) lebih lanjut menyatakan obesitas merupakan kelainan poligenetik yang melibatkan interaksi gen dan lingkungan yang dapat menyebabkan diabetes melitus. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik sebagai akibat kurangnya insulin baik karena disfungsi pankreas (pankreas tidak mampu memproduksi insulin) ataupun disfungsi insulin absolut (pankreas masih mampu memproduksi insulin, tetapi tidak aktif atau resistensi insulin (Umiyarni, 2001). (Rebsomen et al., 2007) lebih lanjut menyatakan diabetes melitus merupakan kelainan metabolik kronik yang ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, hiperglikemia, glikosuria, ketosis, asidosis dan koma. Selama ini dikenal dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I insulin dependent diabetes melitus (IDDM) yaitu diabetes yang bergantung pada insulin dan tipe II non insulin dependent diabetes melitus (NIDDM) yaitu diabetes yang tidak bergantung pada insulin (Hutafea, 1994). Penyakit diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan diabetes melitus tipe 1. Nathan
3 et al., (2009) menyatakan pravalensi diabetes melitus tipe 2 yang terjadi di masyarakat menyerang 8% penduduk dewasa, 13% penduduk berusia lebih dari 40 tahun, dan 20% berusia lebih dari 65 tahun. Menurut WHO terjadi kenaikan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia. Keterbatasan informasi membuat pasien diabetes melitus baru berobat saat stadium lanjut atau komplikasi. Saat ini diabetes melitus diderita lebih dari 171 juta penduduk dunia, mencapai 221 juta pada tahun 2010 dan diperkirakan meningkat hingga 350 juta pada tahun 2025 (Perrin et al., 2007 dalam Dafriani, 2010). Adiponektin yaitu adipositokin yang baru ditemukan dan berperan mempengaruhi sensitivitas insulin. Penurunan kadar adiponektin pada penderita diabetes militus tipe 2 dan obesitas menunjukkan adanya keterkaitan antara adiponektin, obesitas, dan diabetes militus tipe 2. Hal yang lebih mendukung hipotesis ini adalah bahwa tikus yang kekurangan adiponektin ditemukan menunjukkan resistensi terhadap insulin dan gejala diabetes, sedangkan pemberian adiponektin menyebabkan efek penurunan glukosa dan perbaikan keadaan resistensi insulin (Pusparini, 2007). Realita yang menunjukkan bahwa masyarakat banyak yang menggunakan obat alternatif untuk mengatasi masalah tingginya biaya perawan kesehatan. Obat diabetes melitus yang biasanya digunakan selain mahal juga memiliki efek samping terhadap hati dan pencernaan, sehingga perlu mencari alternatif dari alam yang memiliki kandungan obat-obat anti diabetes melitus. Dafriani (2010) menyatakan ada beberapa mekanisme pada tanaman obat yang dapat membantu
4 penderita diabetes melitus, diantaranya adalah meningkatkan adiponektin dan memiliki senyawa bioaktif seperti flavonoid. Salah satu tanaman itu adalah jahe. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting, banyak digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi, dan jamu tradisional (Syukur, 2001). Umumnya dikenal ada 3 varietas jahe yaitu jahe emprit, jahe merah, dan jahe gajah. Menurut Widodo (2010) ketiga macam jahe tersebut kandungan flavonoid yang paling tinggi adalah jahe emprit, akan tetapi tidak mudah didapatkan, sehingga pada penelitian ini menggunakan jahe gajah, dimana jahe gajah mudah didapatkan dan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Syukur (2001) menyatakan kemampuan jahe sebagai antioksidan alami tidak terlepas dari komponen senyawa bioaktif fenolik total yang terkandung di dalamnya, dimana jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi. Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan flavonoid jahe. Pada penelitian ini untuk menginduksi terjadinya obesitas, maka hewan coba pada penelitian ini diberi High Fat Diet (HFD). Berdasarkan teori diatas, maka peneliti akan mencoba untuk melakukan penelitian tentang Efek Pemberian Jahe (Zingiber Officinale) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) untuk Menurunkan Resiko Diabetes.
5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh pemberian jahe dengan dosis 4gram/kgBB dan 6gram/kgBB terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih betina wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi high fat diet? 2. Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian jahe dengan dosis 4gram/kgBB dan 6gram/kgBB terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih betina wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi high fat diet? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis jahe 4gram/kgBB dan 6gram/kgBB terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih betina wistar (Rattus norvegicus) ) yang diinduksi high fat diet. 2. Untuk mengetahui ada perbedaan pengaruh pemberian jahe dengan dosis 4gram/kgBB dan 6gram/kgBB terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih betina wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi high fat diet.
6 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat praktis 1.. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemberian jahe dapat menurunkan kadar glukosa darah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terutama di bidang biokimia pangan dan kesehatan serta pemanfaatan jahe sebagai salah satu rempah-rempah yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan terutama dalam penurunan kadar glukosa darah. 1.4.2 Manfaat teoritis 1. Menambah khasanah keilmuan bagi penulis, terutama pengetahuan jahe terhadap penurunan kadar glukosa darah untuk menurunkan resiko diabetes. 2. Memperluas terapan keilmuwan peneliti pada mata kuliah Biokimia, Anatomi dan Fisiologi Manusia, dan Metodologi Penelitian. 1.5 Definisi Istilah 1.5.1 Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu komoditas ekspor rempahrempah Indonesia yang memberikan peranan cukup berarti dalam penerimaan devisa negara (Rostiana et al., 2005 dalam Rahardjo 2012). 1.5.2 Kadar glukosa darah merupakan besarnya jumlah glukosa yang terdapat di dalam darah (Dewi, 2006). 1.5.3 Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting bagi manusia untuk tujuan ilmiah karena
7 memiliki adaptasi yang baik. Tikus putih juga memiliki beberapa keunggulan antara lain penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya kecil, sehat, bersih, kemampuan reproduksi tinggi dengan masa kebuntingan singkat, serta memiliki karakteristik produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia yang lain (Malole dan Pramono, 1989 dalam Pribadi, 2008). 1.5.4 Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan ada atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000 dalam Abdillah, 2011).