BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan pembangunan nasional. Faktor gizi mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

Ingatlah bahwa pemberian MP ASI ini bertujuan mengenalkan variasi, tekstur serta rasa baru. Selera makan juga bervariasi setiap hari, hari ini dia men

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010).

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang ditandai dengan pubertas. Remaja yang sehat adalah remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Isni Utami I., FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Manusia dalam menjalankan kehidupannya. akan tetapi manusia dapat hidup berminggu-minggu tanpa makan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Karena peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor yang utama untuk melaksanakan pembangunan nasional. Faktor gizi mempunyai peranan yang penting untuk dapat mencapai SDM yang berkualitas (Depkes, 2005). Gizi yang sesuai dengan kebutuhan sangat penting untuk dipenuhi agar pertumbuhan dan perkembangan fisik bayi, anak-anak, dan semua kelompok umur bisa berjalan normal sesuai dengan umur (Kemenkes, 2014). Konsumsi pangan yang baik adalah salah satu faktor untuk terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas (Khomsan, 2003). Pertumbuhan adalah perubahan sel tubuh yang terjadi dalam dua bentuk, yaitu pertambahan ukuran sel dan pertambahan jumlah sel. Secara akumulasi perubahan sel ini akan menghasilkan perubahan ukuran tubuh, kemudian ditunjukkan dengan pertambahan ukuran fisik, baik dalam bentuk berat badan, tinggi badan dan tampilan fisik (Par i, 2016). Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas yaitu sehat, cerdas kemudian memiliki fisik yang tangguh dan produktif seseorang harus memiliki gizi yang baik. Perbaikan gizi diperlukan untuk seluruh siklus kehidupan, dimulai dari masa kehamilan, bayi dan anak balita, prasekolah, anak SD, remaja dan dewasa hingga usia lanjut (Depkes, 2005). Menentukan kualitas gizi pada anak salah satu indikatornya adalah tinggi badan. Hereditas dan asupan gizi merupakan faktor yang mempengaruhi tinggi badan (Khomsan, dkk, 2012). Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan seseorang. Rendahnya 1

konsumsi pangan hewani (daging, ikan, telur, dan susu) menyebabkan anakanak Indonesia memiliki tinggi badan yang kurang padahal pangan hewani tersebut adalah sumber protein dan kalsium (Khomsan, dkk, 2012). Pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu dan pemberian ASI eksklusif adalah faktor risiko determinan pada kejadian stunting (Wahdah dan Siti, 2012). Status ekonomi pada keluarga dan pendidikan orang tua juga merupakan faktor risiko kejadian stunting pada balita. Status ekonomi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan dalam pemenuhan gizi keluarga maupun kemampuan untuk mendapatkan layanan kesehatan. Anak pada keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah bisa lebih berisiko mengalami stunting karena kemampuan dalam pemenuhan gizi yang rendah, dapat meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi (Fernald, 2007). Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi anak usia 5-12 tahun yang memiliki tubuh pendek adalah 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek). Jika dibandingkan dengan prevalensi sangat pendek pada tahun 2010 terjadi penurunan dari 18,5% menjadi 12,3%, akan tetapi prevalensi pendek mengalami peningkatan dari 17,1% menjadi 18,4%. Prevalensi anak usia 5-12 tahun di Jawa Tengah yang memiliki tubuh pendek adalah 28% (9% sangat pendek dan 18% pendek). Prevalensi anak usia 5-18 tahun di Surakarta yang memiliki tubuh sangat pendek adalah 3,6% dan pendek 17,6% (Riskesdas, 2013). Susu merupakan sumber protein, kalsium, riboflavin, dan vitamin A, dan susu yang difortifikasi kaya akan vitamin D (Khomsan, 2003). Ditemukan 100.000 jenis molekul yang terkandung dalam susu oleh para peneliti, selain 2

air dan lemak, susu juga mengandung protein, karbohidrat, mineral, enzimenzim, gas serta vitamin A, B, C, D (Astawan, 2008). Dua porsi susu (2 gelas atau 573 ml) setiap hari direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) dan American Dietetic Association untuk anak usia 2 8 tahun (Giddings, dkk, 2006). Suatu penelitian menganjurkan konsumsi susu bersamaan dengan waktu makan siang anak adalah guna untuk memenuhi 100% kalsium (Allen dan Myers, 2006). Konsumsi susu di Indonesia masih pada urutan terendah hanya mencapai 11.9 liter per kapita per tahun. Jumlah ini adalah jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan Amerika yang mencapai 100 liter per kapita per tahun, dan masih kalah dengan negara asia lainnya seperti Vietnam dan Malaysia yang sudah mencapai 20 hingga 30 per kapita per tahun (Kemendagri, 2012). Konsumsi susu di Indonesia masih relatif rendah, hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain ketidaktahuan akan manfaat susu, baik manfaat biologis (kegunaan yang dapat diperoleh dari kandungan gizi dalam susu) dan manfaat ekonomis (Susilorini dan Manik, 2006). Rendahnya konsumsi susu bisa berpengaruh pada asupan zat gizi anak dan mengakibatkan masalah gizi lainnya, salah satunya adalah stunting atau pendek. Untuk mencegah stunting The Lancet Series menjelaskan beberapa zat gizi mikro yang dapat mencegahnya yaitu vitamin A, zinc, zat besi dan iodin (Souganidis, 2012). Kalsium dan fosfor adalah zat gizi mikro lain yang penting untuk pertumbuhan linier anak (Stuijvenberg, dkk., 2015; Mikhail, dkk., 2013). 3

Beberapa penelitian mengatakan susu tidak hanya bermanfaat untuk pertumbuhan tulang, tetapi susu berperan pula dalam pertumbuhan tinggi badan. Penelitian yang dilakukan oleh Okada, dkk (2004) terhadap anak sekolah Effect of cow milk consumption on longitudinal height gain in children, menyatakan ada pengaruh positif antara mengkonsumsi susu sapi dengan jumlah yang banyak dengan tinggi badan anak. Penelitian yang serupa juga diteliti oleh Almon, dkk (2011) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan positif antara konsumsi susu dengan tinggi badan. Penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah, dkk (2008) mengenai hubungan konsumsi susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja menghasilkan hubungan antara tinggi badan dan konsumsi susu. Penelitian lain juga dilakukan oleh Wiley (2011) yang menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi susu dengan pertumbuhan linier pada anak-anak dan dewasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solia, dkk (2015) tentang hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan mendapatkan hasil ada hubungan bermakna antara kecukupan kalsium dari susu dengan tinggi badan. Mikronutrien yang memegang peranan penting dalam pengaturan fungsi sel seperti transmisi saraf, kontraksi otot, dan menjaga permeabilitas membran sel adalah kalsium. Kalsium juga dapat mengatur kerja hormon dan faktor pertumbuhan serta berperan dalam pembentukan tulang dan gigi (Safitri dan Astikawati, 2007). Kekurangan asupan kalsium dapat mengakibatkan gangguan tingkat sel, oleh karena itu kekurangan asupan kalsium yang terjadi pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan (Behrman, dkk, 2012). Kalsium sangat penting bagi 4

pertumbuhan, kecukupan kalsium pada masa hamil, anak-anak dan remaja harus dapat dipenuhi (Astawan, 2008). Selama pertumbuhan, tuntutan terhadap mineralisasi tulang sangat tinggi, rendahnya asupan kalsium dapat mengakibatkan rendahnya mineralisasi matriks deposit tulang baru dan disfungsi osteoblast. Defisiensi kalsium akan mempengaruhi pertumbuhan linier jika kandungan kalsium dalam tulang kurang dari 50% kandungan normal. Kalsium membentuk ikatan kompleks dengan fosfat yang dapat memberikan kekuatan pada tulang, sehingga defisiensi fosfor dan kalsium dapat mengganggu pertumbuhan (Khairy, dkk, 2010). Komponen enzim yang berperan dalam sintesis protein adalah zinc. Tulang tidak dapat tumbuh secara sempurna jika tidak ada suplai kalsium yang cukup, fosfor dan komponen anorganik lainnya seperti magnesium, defisiensi dari zat tersebut dapat menyebabkan kependekan (Atikah dan Siti, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi stunting adalah kekurangan zat gizi mikro (vitamin A, zinc, dan kalisum) (Bhutta, dkk., 2008). Zinc erat kaitannya dengan metabolisme tulang, sehingga zinc berperan pada pertumbuhan dan perkembangan. Zinc juga memperlancar efek Vitamin D terhadap metabolisme tulang melalui stimulasi sintesis DNA dan sel-sel tulang. Zinc sangat penting selama tahap-tahap pertumbuhan cepat dan perkembangan (Salgueiro, dkk, 2002). Jika, terjadinya defisiensi Zinc maka akibatnya penurunan imunitas terhadap infeksi, peningkatan intensitas serta durasi diare, ganguan pada pertumbuhan yang disebut juga dengan stunting (Gibney, 2009) 5

Beberapa kajian terdahulu, kekurangan zinc menyebabkan stunting (pendek) pada saat anak-anak dan terlambatnya kematangan fungsi seksual (Gibney, 2009). Populasi dunia diperkirakan 49% mempunyai resiko terjadinya defisiensi zinc oleh Internasional Conference of Zinc and Human Health. Indikator dalam mengindentifikasi defisiensi zat zinc dalam sebuah populasi adalah prevalensi pertumbuhan stunting (Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes, 2010). Berdasarkan Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2006 tentang studi gizi mikro di 10 Provinsi, terdapat prevalensi rata-rata anak-anak kurang zinc sebesar 36,1%, dengan persentase tertinggi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat 46,6% dan yang terendah berada pada Provinsi Sumatera Barat 11,7% sedangkan persentase untuk Provinsi Sulawesi Selatan adalah 22,7% (Depkes, 2006). Armalia (2014) mengatakan bahwa tingkat kecukupan zinc berhubungan signifikan dengan pertumbuhan linier anak, dan studi yang dilakukan oleh Ninh, dkk (1996) menunjukkan bahwa defisiensi zinc dapat membatasi pertumbuhan pada anak-anak yang kekurangan nutrisi, karena peningkatan kecepatan pertumbuhan akibat suplementasi zinc dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi IGF-I plasma. Data hasil survey pendahuluan terhadap 32 siswa Sekolah Dasar Totosari 1 didapatkan hasil kebiasaan konsumsi susu dengan persentase 84,4% jarang minum susu dan 15,6% sering minum susu. Persentase anak pendek dan sangat pendek sebesar 12,5%. Data survey pendahuluan terhadap 30 siswa Sekolah Dasar Tunggulsari 1 didapatkan hasil kebiasaan 6

konsumsi susu dengan kategori jarang adalah 83,3% sedangkan persentase anak pendek adalah 6,7%. Persentase anak pendek dan sangat pendek (17.7%) di Sekolah Dasar Totosari 1 dan Tunggulsari 1 memang lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase stunting 21,2% di Surakarta, namun belum termasuk masalah kesehatan masyarakat (>20%), akan tetapi apabila tidak ditanggulangi dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif seperti gangguan kognitif dan gangguan pertumbuhan saat memasuki masa pubertas. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang Kebiasaan Konsumsi Susu, Kalsium, Zinc dan Tinggi Badan Anak Sekolah Dasar Surakarta. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara kebiasaan konsumsi susu, asupan kalsium dan zinc dengan tinggi badan anak sekolah dasar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan konsumsi susu, asupan kalsium dan zinc dengan tinggi badan anak sekolah dasar. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan kebiasaan konsumsi susu pada anak sekolah dasar b. Mendiskripsikan tinggi badan pada anak sekolah dasar c. Mendiskripsikan asupan kalsium pada anak sekolah dasar d. Mendiskripsikan asupan zinc pada anak sekolah dasar 7

e. Mengetahui sumbangan kalsium dan zinc dari susu terhadap kecukupan kalsium dan zinc anak sekolah dasar f. Menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi susu dengan tinggi badan anak sekolah dasar g. Menganalisis hubungan asupan kalsium dengan tinggi badan anak sekolah dasar. h. Menganalisis hubungan asupan zinc dengan tinggi badan anak sekolah dasar. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Anak Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan anak tentang susu, kandungan susu dan kegunaan susu sehingga dapat memotivasi anak untuk sering mengonsumsi susu. 2. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur konsumsi susu siswa-siswa yang ada di sekolah, agar sekolah bisa memberikan program yang dapat mendukung konsumsi susu siswa. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel asupan mineral yang lebih banyak agar bisa mengetahui informasi asupan mineral yang berkaitan dengan susu dan akan berpengaruh dengan tinggi badan anak. 8