REKOMENDASI TEKNIS IZIN USAHA BIDANG TANAMAN PANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 129.1/Kpts/HK.320/12/07 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 357/Kpts/HK.350/5/2002 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN MENTERI PERTANIAN,

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2014

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN DAN PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN POLA KEMITRAAN

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

Disampaikan dalam Semiloka Refeleksi setahun nota kesepakatan bersama (NKB) Selasa, 11 November 2014 Hotel Mercure Ancol, Ancol Jakarta Baycity

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 31/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

SURAT TANDA DAFTAR USAHA BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN (STD-B) Kabupaten/Kota... Kecamatan...

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

2017, No Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 32/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 3A TAHUN 2014 TENTANG ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN BLORA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Transkripsi:

PANDUAN REKOMENDASI TEKNIS IZIN USAHA BIDANG TANAMAN PANGAN Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2016

KATA PENGANTAR Investasi adalah bagian sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional, termasuk sektor pertanian. Pemerintah telah berupaya untuk mendorong perkembangan investasi baik untuk pengusaha dalam maupun luar negeri dengan berbagai kebijakan dan regulasi. Namun informasi mengenai peluang usaha/investasi di wilayah/daerah yang memberikan prospek yang baik masih terbatas. Penerbitan buku Tanaman Pangan, oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, bertujuan untuk memberikan informasi serta panduan bagi masyarakat terutama calon investor/penanam modal dalam negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya pada sektor pertanian khususnya di bidang tanaman pangan. Diharapkan dengan terbitnya buku Panduan ini dapat memberikan kepastian bagi para investor untuk berinvestasi khususnya di bidang tanaman pangan. Kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan panduan ini, baik langsung maupun tidak langsung diucapkan terima kasih. Jakarta, Desember 2016 Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dr. Ir. Hasil Sembiring, M.Sc i

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi i iii BAB I Pendahuluan... 1 1.1. Latar Belakang. I 1.2. Dasar Hukum. 2 1.3. Tujuan.. 4 1.4. Pengertian Umum... 4 1.5. Ruang Lingkup. 8 BAB II Izin Usaha Berdasarkan Jenis Penanaman Modal 9 2.1. Penanaman Modal Dalam Negeri 9 2.2. Ketenagakerjaan 11 2.3. Kemitraan.. 11 BAB III Jenis Usaha Tanaman Pangan.. 15 3.1. Izin Usaha... 15 3.2. Usaha Budidaya Tanaman Berdasarkan Perlu/Tidaknya Izin Usaha 16 3.3. Pelaku Usaha Budidaya Tanaman Pangan.. 19 3.4. Ketentuan Khusus.. 19 iii

BAB IV Persyaratan Izin Usaha.. 21 4.1. Izin Usaha Tanaman Pangan Proses Produksi (IUTP-P) 21 4.2. Izin Usaha Tanaman Pangan Penanganan Pascapanen (IUTP-PP) 23 4.3. Izin Usaha Budidaya Tanaman Pangan (IUTP) 25 4.4. Izin Usaha Perbenihan Tanaman 25 BAB V Tata Cara Pemberian Rekomendasi Teknis 31 5.1. Rekomendasi Teknis 31 5.2. Pemberian Rekomendasi IUTP, IUTP-P, IUTP-PP 31 5.3. Pemberian Rekomendasi Benih Tanaman.. 40 5.4. Tim Rekomendasi. 42 5.5. Ketentuan Lain 44 BAB VI Pembinaan dan Pengawasan.. 45 6.1. Pembinaan.. 45 6.2. Pengawasan 46 Lampiran.. 49 iv

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai penjabaran dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan tindak lanjut tindak lanjut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/ OT.140/6/2010 tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan. Secara filosofis, sosiologis dan yuridis bertujuan untuk melindungi sumber daya lahan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat dan mewujudkan ketahanan pangan. Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan tersebut diharapkan bisa menjadi pegangan swasta yang hendak berinvestasi di bidang budidaya 1

tanaman pangan, baik pada proses produksi maupun penanganan pascapanen. Peluang investasi pada proses produksi meliputi usaha penyiapan lahan dan media tumbuh tanaman, pembenihan, penanaman, pemeliharaan atau perlindungan tanaman, dan pemanenan. Adapun peluang usaha terkait penanganan pascapanen meliputi pembersihan komoditas, pengupasan atau perontokan, pengeringan, sortasi, grading, pengolahan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standardisasi Sehubungan dengan hal tersebut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memandang perlu untuk menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian tersebut dengan menyusun Pedoman Rekomendasi Teknis Izin Usaha. UAN 1.2. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 2. Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal; 2

3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman; 6. Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2014 tentang penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; 7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/OT.140/6/2010 tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan; 8. Peraturan Menteri pertanian Nomor 26/Permentan/HK.140/4/2015 tentang Syarat, Tata Cara dan Standar Operasional Prosedur Pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha di Bidang Pertanian Dalam Rangka Penanaman Modal. 9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/PK.110/11/2015 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina Tanaman Pangan dan Tanaman Hijauan Pakan Ternak. 3

1.3. Tujuan Adapun tujuan disusunnya Panduan Rekomendasi Teknis Izin Usaha ini adalah untuk : 1. memberikan informasi serta panduan bagi masyarakat terutama calon penanam modal dalam negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya pada sektor pertanian khususnya di bidang tanaman pangan 2. Sebagai acuan bagi Tim pemberi ijin rekomendasi khususnya di Lingkup Tanaman Pangan 1.4. Pengertian Umum 1. Usaha Budidaya Tanaman Pangan adalah serangkaian kegiatan pengembangan dan pemanfaatan tanaman pangan yang meliputi usaha proses produksi dan/ atau usaha penanganan pasca panen. 2. Pelaku usaha adalah petani skala luas, petani kecil, petani kecil berlahan sempit atau perusahaan tanaman pangan yang mengelola 4

usaha dalam proses produksi dan/atau penanganan pascapanen. 3. Penanaman modal adalah kegiatan menanam modal melalui penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing untuk melakukan usaha budidaya tanaman pangan di Wilayah Negara Republik Indonesia. 4. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 5. Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 6. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman 5

modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 7. Penanam Modal Dalam Negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha milik Negara Republik Indonesia atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. 8. Penanam Modal Asing adalah perseorangan warga Negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. 9. Modal Dalam Negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hokum atau tidak berbadan hukum. 10. Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh Negara asing, perseorangan warga Negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hokum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 6

11. Rekomendasi teknis adalah pertimbangan teknis yang diberikan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan untuk digunakan dalam pemberian izin usaha/ izin usaha tetap dalam rangka penanaman modal. 12. Izin Usaha Tanaman Pangan Proses Produksi (IUTP-P) adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh pelaku usaha proses produksi di atas skala usaha tertentu. 13. Izin Usaha Tanaman Pangan Penanganan Pasca Panen (IUTP-PP) adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat berwenang dan wajib dimiliki oleh pelaku usaha penanganan pasca Panen di atas skala usaha tertentu. 14. Izin Usaha Budidaya Tanaman Pangan (IUTP) adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat berwenang dan wajib dimiliki oleh pelaku usaha proses produksi dan penanganan pasca panen dengan skala usaha tertentu. 15. Liaison Officer (LO) adalah Petugas Penghubung dari Kementerian Pertanian yang bertugas dalam pelayanan pemberian rekomendasi teknis 7

izin usaha di bidang pertanian dalam rangka penanaman modal pada loket pelatanan terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal. 1.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup keputusan ini meliputi : a. Izin usaha berdasarkan jenis penanaman modal. b. Jenis usaha tanaman pangan. c. Persyaratan izin usaha. d. Izin usaha perbenihan tanaman pangan. e. Tata cara pemberian rekomendasi teknis f. Pembinaan dan pengawasan 8

IZIN USAHA BERDASARKAN JENIS PENANAMAN MODAL 2.1. Penanaman Modal A. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Bentuk usaha Penanaman Modal Dalam Negeri meliputi : a. Badan Usaha yang berbadan badan hukum b. Usaha perseorangan tidak berbadan hukum B. Penanaman Modal Asing (PMA) 1. Berbentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia. 2. Badan hukum asing yang melakukan usaha budidaya tanaman pangan wajib bekerjasama dengan pelaku usaha budidaya tanaman pangan Indonesia dengan membentuk badan hukum Indonesia dan 9

berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia. 3. Kepemilikan modal asing untuk usaha budidaya tanaman pangan utama maksimum 49%. 4. Surat persetujuan penanaman modal bagi peserta asing meliputi akta pendirian perusahaan (bahasa Inggris /bahasa Indonesia atau fotocopy paspor bagi perorangan. 5. Perusahaan PMA yang sedang berjalan harus melengkapi akta pendirian perusahaan dan perubahan apa saja yang berupa pengesahan dari Menkumham, NPWP, fotocopy Pengesahan Penanaman Modal (SP/IUT BKPM). 6. Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas, membeli saham, dan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10

2.2. Ketenagakerjaan 1. Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja Warga Negara Indonesia. 2. Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga Negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu. 3. Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja Warga Negara Indonesia melalui pelatihan kerja. 4. Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja Warga Negara Indonesia. 2.3. Kemitraan Pada prinsipnya pembangunan sektor pertanian bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan demikian, setiap pengembangan usaha pertanian harus mengikut sertakan masyarakat petani dalam suatu ikatan kemitraan antara 11

pengusaha dengan petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi pertanian. Kemitraan dalam usaha tanaman pangan: 1. Kemitraan berasaskan manfaat, saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat, dan berkelanjutan. 2. Kemitraan dilakukan untuk pemberdayaan dan peningkatan nilai tambah bagi petani skala luas, petani kecil dan petani kecil berlahan sempit dan/atau masyarakat sekitar serta untuk menjamin berkelanjutan usaha budidaya tanaman pangan. 3. Kemitraan dapat berupa penyediaan bahan baku, sarana produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran, transportasi, operasional, penyertaan modal, dan/atau jasa pendukung lainnya. 4. Kemitraan dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian paling kurang berisikan hak dan kewajiban, pembinaan, pengembangan usaha, pendanaan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan. 12

5. Jangka waktu perjanjian kemitraan paling singkat satu musim tanam. 6. Kemitraan harus ditandatangani kedua belah pihak dengan diketahui oleh bupati/walikota, gubernur atau pejabat yang ditunjuk. 13

14

JENIS USAHA TANAMAN PANGAN 3.1. Izin Usaha 1. Izin Usaha Proses Produksi Usaha proses produksi meliputi penyiapan lahan dan media tumbuh tanaman, pembenihan tanaman, penanaman, pemeliharaan/perlindungan dan/atau penanaman. tanaman 2. Izin Usaha Penanganan Pascapanen Usaha penanganan pascapanen meliputi pembersihan, pengupasan/ perontokan, pengeringan, sortasi, grading, pengolahan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standarisasi mutu, distribusi, dan/atau pemasaran hasil produksi tanaman pangan. 15

3. Izin Usaha Keterpaduan Usaha keterpaduan yaitu keterpaduan antara proses produksi dan penanganan pasca panen 4. Izin Usaha Perbenihan Tanaman Usaha Perbenihan Tanaman meliputi benih tanaman pangan. 3.2. Usaha Budidaya Tanaman Berdasarkan Perlu/Tidaknya Izin Usaha 1. Usaha yang tidak perlu Izin Usaha Budidaya Tanaman Pangan a. Usaha proses produksi dengan skala usaha kurang dari 25 ha dan/atau menggunakan tenaga kerja tetap kurang dari 10 orang. b. Usaha penanganan pascapanen dengan kapasitas terpasang kurang dari kapasitas tertentu, hasil penjualan (omzet) selama 1 (satu) tahun kurang dari Rp.2.500.000.000,- (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) dan/atau 16

menggunakan tenaga kerja tetap kurang dari 10 orang. c. Usaha budidaya tanaman pangan keterpaduan keduanya dengan skala usaha kurang dari 25 ha, kapasitas terpasang kurang dari kapasitas tertentu, hasil penjualan (omzet) selama 1 (satu) tahun kurang dari Rp.2.500.000.000,- (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) dan/atau menggunakan tenaga kerja tetap kurang dari 10 orang. Usaha budidaya yang tidak wajib memiliki izin tersebut harus didaftar oleh Bupati/Walikota dengan diberikan Tanda Daftar Usaha (TDU). 2. Usaha yang wajib memiliki Izin Usaha Budidaya Tanaman Pangan a. Usaha proses produksi dengan skala usaha 25 ha atau lebih dan/atau menggunakan tenaga kerja tetap 10 orang atau lebih, wajib memiliki IUTP-P. 17

b. Usaha penanganan pascapanen dengan kapasitas terpasang sama dengan atau lebih dari kapasitas tertentu, hasil penjualan (omzet) selama 1 (satu) tahun sama dengan atau lebih dari Rp.2.500.000.000,- (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah), dan/atau menggunakan tenaga kerja dengan atau lebih dari 10 orang, wajib memiliki IUTP-P. c. Usaha budidaya tanaman pangan dengan skala usaha 25 ha atau lebih, kapasitas terpasang sama dengan atau lebih dari kapasitas tertentu, hasil penjualan (omzet) selama 1 (satu) tahun sama dengan atau lebih dari Rp.2.500.000.000,- (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) dan/atau menggunakan tenaga kerja tetap sama dengan atau lebih dari 10 orang, wajib memiliki IUTP. 18

3.3. Pelaku Usaha Budidaya Tanaman Pangan Usaha budidaya tanaman pangan dapat dilakukan oleh: a. Perorangan warga Negara Indonesia. b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang meliputi Koperasi, Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Milik Swasta. c. Penanaman modal asing: Perorangan warga Negara asing, atau badan hukum asing. Dalam melakukan budidaya tanaman pangan pemodal asing wajib bekerjasama dengan pelaku usaha Indonesia dengan membentuk hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia. 3.4. Ketentuan Khusus a. Luas maksimum penguasaan lahan untuk satu perusahaan adalah 10.000 Ha (Sepuluh Ribu Hektar). 19

b. Batasan luas maksimum tersebut tidak berlaku untuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. c. Batasan luas maksimum untuk wilayah Papua (Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua) adalah 20.000 Ha (dua kali batasan maksimum provinsi lain). 20

PERSYARATAN IZIN USAHA 4.1. Izin Usaha Tanaman Pangan Proses Produksi (IUTP-P) 1. Akta pendirian perusahaan dan perubahannya 2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 3. Surat Keterangan Domisili 4. Rekomendasi kesesuaian dengan RTRW, RDTR (Rencana Detail Tata Ruang Kab/Kota dari bupati/walikota untuk IUTP-P yg diterbitkan gubernur 5. Rekomendasi kesesuaian dengan Rencana Makro pembangunan TP provinsi dari gubernur untuk IUTP-P yg diterbitkan Bupati/Walikota 6. Izin Lokasi dari bupati/walikota yg dilengkapi dg peta calon lokasi 7. Rencana Kerja Pembangunan Unit Usaha Budidaya Tanaman Pangan 21

8. Hasil AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) 9. Pernyataan kesanggupan kesanggupan menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasi pertanian 10. Pernyataan kesangupan melakukan kegiatan usaha paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkan izin usaha 11. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan 12. Dalam usaha proses produksi yang meliputi penyiapan lahan dan media tumbuh tanaman, pembenihan tanaman, penanaman, pemeliharaan/ perlindungan tanaman dan pemanenan dengan skala usaha kurang dari 25 ha, menggunakan tenaga kerja tetap kurang dari 10 (sepuluh) orang harus didaftar, diberikan TDU-P oleh Bupati/Walikota dan wajib memiliki IUTP-P 13. Kegiatan usaha budidaya tanaman pangan dengan yang mempunyai hasil penjualan (omzet) kurang dari 22

Rp.2.500.000.000 (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) per tahun, menggunakan 10 (sepuluh) orang harus didaftar, diberikan TDU oleh Bupati/Walikota dan wajib memiliki IUTP. 14. Luasan untuk kegiatan usaha proses produksi penanaman tidak boleh melebihi 10.000 ha (Sepuluh Ribu Hektar). Kecuali untuk Papua maksimal dua kali luasan lahan dari ketentuan. 4.2. Izin Usaha Tanaman Pangan Penanganan Pasca Panen (IUTP-PP) 1. Akta pendirian perusahaan dan perubahannya 2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 3. Surat Keterangan Domisili 4. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 5. Izin Usaha Perindustrian (IUP) 6. Izin Lokasi dari bupati/walikota yg dilengkapi dengan peta calon lokasi. 7. Rencana Kerja Pembangunan Unit Usaha Budidaya Tanaman Pangan 23

8. Hasil AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) 9. Rekomendasi lokasi dari pemerintah daerah lokasi unit pengolahan. 10. Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh bupati/walikota 11. Rencana Kerja Pembangunan Unit Usaha Budidaya Tanaman Pangan 12. Hasil AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) 13. Pernyataan kesanggupan menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasi pertanian 14. Pernyataan kesangupan melakukan kegiatan usaha paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkan izin usaha 15. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan. 16. Usaha penanganan pasca panen yang mempunyai hasil penjualan (omzet) kurang dari Rp. 2.500.000.000 (Dua Milyar 24 Lima Ratus Juta Rupiah) per tahun,

menggunakan 10 (sepuluh) orang harus didaftar, diberikan TDU-PP oleh Bupati/Walikota dan wajib memiliki IUTP-PP. 4.3. Izin Usaha Keterpaduan Izin Usaha Keterpaduan antara Proses Produksi dan Penanganan Pasca Panen Harus Memenuhi Persyaratan sebagaimana dipersyaratkan untuk memperoleh Izin Usaha Tanaman Pangan Proses Produksi (IUTP-P) dan/atau Izin Usaha Tanaman Pangan Penanganan Pasca Panen (IUTP-PP). 4.4. Izin Usaha Perbenihan Tanaman 1. Produksi benih a. Produsen benih yang akan memproduksi benih harus menguasai lahan, sarana pengolahan benih dan sarana penunjang yang memadai sesuai dengan jenis benihnya, serta tenaga yang mempunyai pengetahuan di bidang perbenihan. 25

b. Produsen benih wajib memiliki izin produksi Benih Bina apabila, : mempekerjakan paling sedikit 30 (tiga puluh) orang tenaga tetap. memiliki aset diluar tanah dan bangunan paling sedikit Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Atau hasil penjualan Benih Bina selama 1 (satu) tahun paling sedikit Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). c. Produsen benih yang tidak memenuhi persyaratan didaftar dan dinilai untuk mendapatkan Rekomendasi sebagai produsen benih. d. Antar Produsen Benih Bina dapat bekerjasama dalam bentuk kerjasama produksi Benih Bina dan/atau kerjasama pemasaran Benih Bina. e. Izin atau tanda daftar diterbitkan oleh bupati/walikota. f. Izin atau tanda daftar ditembuskan kepada Menteri Pertanian melalui 26

Direktur Jenderal dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Pengawasan dan Sertifikasi Benih. g. Izin atau tanda daftar paling kurang berisi keterangan pemilik, data lahan, identitas dan domisili pemilik, lokasi lahan, status kepemilikan lahan, luas areal, jenis Tanaman dan rencana produksi. 2. Persyaratan a. Untuk memperoleh izin produksi Benih Bina produsen benih harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/walikota dengan persyaratan: memiliki akte pendirian usaha dan perubahannya (kecuali untuk perseorangan). surat kuasa dari Direktur Utama (kecuali perseorangan). KTP pemilik atau penanggung jawab perusahaan. 27

fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). fotokopi surat keterangan telah melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). fotokopi Hak Guna Usaha (HGU) bagi yang menggunakan tanah Negara. rekomendasi sebagai produsen benih yang diterbitkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Pengawasan dan Sertifikasi Benih. b. Untuk memperoleh tanda daftar, calon Produsen Benih mengajukan permohonan benih kepada bupati/walikota dengan persyaratan: Identitas dan alamat domisili yang benar. 28

jenis dan jumlah benih yang akan diproduksi. fasilitas dan kapasitas prosesing dan penyimpanan yang dimiliki untuk produksi Benih Tanaman pangan. 29

30

TATA CARA PEMBERIAN REKOMENDASI TEKNIS 5.1. Rekomendasi Teknis 1. Pemberian Izin Usaha Tanaman Pangan (IUTP,IUTP-P, IUTP-PP dan perbenihan) dalam rangka penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi teknis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri Pertanian. 2. Rekomendasi Teknis untuk tanaman pangan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan 5.2. Pemberian Rekomendasi IUTP,IUTP-P, IUTP-PP 1. Mekanisme Pengajuan Permohonan Langkah langkah untuk pengajuan ijin rekomendasi teknis izin usaha budi daya tanaman pangan sebagai berikut : a. Calon investor menyerahkan permohonan kepada LO untuk 31

diperiksa kelengkapan dokumen sebagai persyaratan. b. LO menyerahkan dokumen kepada TU PTSP memproses secara administrasi dan menerbitkan surat pengantar ke Direktur Jenderal Tanaman Pangan. c. LO menyerahkan surat pengantar ke Direktur Jenderal Tanaman Pangan melalui Sub. Bagian Layanan Rekomendasi. d. Sub. Bagian Layanan Rekomendasi memeriksa kelengkapan Berkas untuk kemudian didistribusikan ke anggota Tim Rekomendasi Teknis Direktorat Tanaman Pangan serta mengagendakan Rapat Tim. e. Tim Rekomendasi Teknis melakukan telaah dan saran pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan melalui subbagian Layanan Rekomendasi. f. Direktur Jenderal Tanaman Pangan menyetujui/ menolak Rekomendasi Teknis Izin Usaha dan disampaikan 32

kepada subbagian Layanan Rekomendasi untuk diterbitkan. g. Sub. Bagian Layanan Rekomendasi menyampaikan penerbitan/penolakan Rekomendasi Teknis ke TU PTSP di BKPM h. TU PTSP menyampaikan Rekomtek ke BKPM. i. IUTP-P, IUTP-PP dan IUTP berlaku selama pelaku usaha masih melakukan kegiatannya dan tidak dapat dipindah tangankan. 2. Penundaan Permohonan a. Permohonan ditunda, apabila setelah dilakukan pemeriksaan dokumen masih ada kekurangan persyaratan yang harus dipenuhi. b. Penundaan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan disertai alasan penundaan. c. Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pemberitahuan 33

penundaan dan pemohon belum melengkapi kekurangan persyaratan, permohonan dianggap ditarik kembali. d. Apabila pemohon telah melengkapi persyaratan sebelum 30 (tiga puluh) hari kerja, Bupati/Walikota atau Gubernur dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sudah menerbitkan IUTP-P, IUTP-PP, atau IUTP. 3. Penolakan Permohonan a. Permohonan ditolak apabila setelah dilakukan pemeriksaan dokumen ternyata persyaratan tidak benar, usaha yang akan dilakukan bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau perencanaan makro pembangunan tanaman pangan provinsi atau rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. b. Penolakan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan disertai alasan penolakannya. 34

4. Masa Berlaku IUTP, IUTP-P dan IUTP-PP a. IUTP-P, IUTP-PP atau IUTP berlaku selama pelaku usaha masih melakukan kegiatan usaha. b. IUTP-P, IUTP-PP, dan IUTP dilarang untuk dipindahtangankan. 5. Perubahan Usaha Perubahan luas lahan dan/atau kapasitas unit usaha pascapanen terpasang dari skala usaha daftar menjadi skala usaha izin harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pelaku usaha budidaya tanaman pangan yang memiliki Izin (IUTP-P atau IUTP) dan akan melakukan perubahan luas lahan 25 Ha (dua puluh lima hektar) atau lebih harus mendapat persetujuan dari pemberi izin. b. Pelaku usaha yang memiliki IUTP-PP atau IUTP apabila melakukan perubahan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari kapasitas unit 35

pengolahan terpasang harus mendapat persetujuan dari pemberi izin. c. Untuk mendapat persetujuan perubahan luas lahan dan/atau kapasitas unit pengolahan terpasang, pelaku usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada pemberi izin dengan melampirkan persyaratan (IUTP-P dan IUTP-PP). d. Bupati/walikota atau gubernur dalam memberikan persetujuan perubahan luas lahan dan/atau kapasitas unit pengolahan terpasang berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). e. Perubahan luas lahan dan/atau kapasitas unit pengolahan yang dilakukan di atas tanah milik masyarakat adat, selain harus memenuhi persyaratan perubahan lahan dan/atau kapasitas unit 36 terpasang juga harus menyelesaikan

status pemanfaatan lahannya oleh pelaku usaha dengan masyarakat adat setempat yang dibuktikan secara tertulis. 6. Kewajiban Pemegang IUTP, IUTP-P, IUTP-PP Perusahaan tanaman pangan yang telah memiliki IUTP, IUTP-P, IUTP-PP wajib: a. Merealisasikan usaha paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkan IUTP, IUTP-P, IUTP-PP. b. Menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi setempat. d. Melaporkan perkembangan usaha proses produksi, pascapanen dan keterpaduan keduanya kepada bupati/walikota atau gubernur. 37

e. Melaporkan realisasi luas lahan budidaya yang ditanam, 38 keadaan/serangan organisme pengganggu tumbuhan, perkembangan produksi, dan pengolahan atau pemasaran hasil sesuai jenis usaha kepada bupati/walikota dalam hal ini Kepala Dinas Kabupaten/Kota, selanjutnya Kepala Dinas kabupaten/kota melaporkan kepada gubernur dalam hal ini Kepala Dinas provinsi. Kepala Dinas provinsi melaporkan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal. f. Menjamin kelangsungan usaha, menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan sumber daya genetik, mencegah terjangkitnya organisme penggaggu tumbuhan (OPT), dan mencegah timbulnya kerugian pihak lain dan/atau kepentingan umum. g. Membayar penerimaan Negara Bukan Pajak apabila pelaku usaha melakukan usaha dengan

memanfaatkan jasa dan/atau sarana yang disediakan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak. 7. Sanksi Administrasi a. Pelaku usaha yang memiliki IUTP-P, IUTP-PP, atau IUTP dan mendapat persetujuan perubahan luas lahan dan/atau kapasitas unit pengolahan terpasang yang tidak melaksanakan kewajiban, tidak menjamin kelangsungan usaha, tidak menjaga kelestarian fungsi lingkungan, sumber daya genetik, tidak mencegah berjangkitnya organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan/atau tidak mencegah timbulnya kerugian pihak lain dan/atau kepentingan umum diberikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali masing-masing dengan tenggang waktu 3 (tiga) bulan. 39

b. Apabila dalam 2 (dua) kali peringatan tidak diindahkan, IUTP-P, IUTP-PP, atau IUTP dicabut. c. Pelaku usaha yang memiliki IUTP-P atau IUTP dan mendapat persetujuan perubahan luas lahan dan/atau kapasitas unit pengolahan terpasang tidak melaksanakan kewajibannya selain izin usahanya dicabut, diusulkan pencabutan Hak Guna Usaha kepada instansi yang berwenang. 5.3. Pemberian Rekomendasi Benih Tanaman 1. Mekanisme Pengajuan a. Bupati/walikota setelah menerima permohonan izin atau tanda daftar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, harus memberikan jawaban menerima atau menolak. b. Permohonan yang diterima diterbitkan izin atau tanda daftar usaha produksi Benih Bina. 40

c. Permohonan yang ditolak diberitahukan kepada pemohon disertai dengan alasan secara tertulis. d. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tidak ada jawaban diterima atau ditolak, permohonan dianggap diterima dan harus diterbitkan izin atau tanda daftar usaha produksi Benih Bina oleh bupati/walikota. e. Apabila izin atau tanda daftar usaha produksi Benih Bina belum diterbitkan, pelayanan sertifikasi dapat dilaksanakan Rekomendasi. berdasarkan 2. Kewajiban Produsen Benih a. Menerapkan sistem manajemen mutu untuk produsen yang mendapatkan sertifikat sertifikasi sistem manajemen mutu. b. Mentaati peraturan perundangundangan bidang perbenihan. 41

c. Mendokumentasikan data benih yang diproduksi dan diedarkan. d. Bertanggungjawab atas mutu Benih Bina yang diproduksi. e. Memberikan keterangan kepada Pengawas Benih Tanaman atau Pengawas Mutu Pakan apabila diperlukan. 3. Pencabutan Izin a. Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan penilaian secara berkala terhadap persyaratan. b. Apabila berdasarkan penilaian ternyata bahwa persyaratan tidak terpenuhi lagi, maka Menteri dapat mencabut izin. 5.4. Tim Rekomendasi Teknis Dalam memberikan pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal, telah dibentuk Tim teknis lingkup Direktorat Jenderal sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Nomor 42 82/HK.310/C/10/2016 Tentang Tim

Rekomendasi Teknis Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada tanggal 03 Oktober 2016. Pemeberian Rekomendasi Teknis dilakukan berdasarkan Pertimbangan Teknis yang diberikan oleh anggota Tim kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan. Tim Rekomendasi Teknis terdiri dari Ketua Tim dan Pelaksana. Ketua Tim pelaksana adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang bertanggung jawab menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Direktur Jenderal berupa (1) saran dan pertimbangan teknis dalam rangka pemberian rekomendasi teknis usaha tanaman pangan; (2) laporan pelaksanaan kegiatan pemberian rekomendasi teknis usaha tanaman pangan. Kebijakan yang ditetapkan dalam pelaksanaan pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha di bidang Tanaman Pangan berdasarkan kajian dan pertimbangan Tim Teknis. Tim Rekomendasi Teknis Lingkup Direktorat Tanaman Pangan bertugas sebagai berikut Panduan : Rekomendasi Teknis Izin Usaha 43

1. Melakukan telaahan dan verifikasi permohonan rekomendasi teknis izin usaha tanaman pangan; 2. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan untuk Pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha Tanaman Pangan; 3. Melakukan monitoring dan evaluasi dalam rangka rekomendasi teknis usaha bidang tanaman pangan; 4. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan Direktur Jenderal Tanaman Pangan. 5.5. Ketentuan Lain Apabila di dalam negeri terjadi bencana alam atau ledakan serangan organisme pengganggu tumbuhan sehingga produksi usaha budidaya tanaman tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, produk yang dihasilkan dari usaha budidaya tanaman wajib diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 44

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 6.1. Pembinaan IUTP-P, IUTP-PP, atau IUTP yang diterbitkan bupati/walikota ditembuskan kepada Gubernur Provinsi bersangkutan dan Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal. Sedangkan IUTP-P, IUTPPP, atau IUTP yang diterbitkan oleh Gubernur ditembuskan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal dan Bupati/ Walikota bersangkutan. Pelaku Usaha yang memiliki IUTP wajib untuk a. Merealisasikan usaha paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkan IUTP-PP; b. Menerapkan AMDAL, atau UKL dan UPL sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup; 45

c. Menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/ koperasi setempat d. Melaporkan perkembangan usaha proses produksi kepada bupati/walikota atau gubernur sesuai kewenangan. Pelaku usaha melakukan pelaporan yang meliputi realisasi luas lahan budidaya yang ditanam, keadaan/ serangan organisme pengganggu tumbuhan, perkembangan produksi, dan pengolahan atau pemasaran hasil sesuai jenis usaha serta disampaikan kepada bupati/walikota dalam hal ini Kepala Dinas kabupaten/ kota, selanjutnya Kepala Dinas kabupaten/kota melaporkan kepada gubernur dalam hal ini Kepala Dinas provinsi. Kepala Dinas provinsi melaporkan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal. 6.2. Pengawasan Pelaku usaha budidaya tanaman pangan wajib menjamin kelangsungan usaha, 46 menjaga kelestarian fungsi lingkungan,

sumber daya genetik, mencegah timbulnya kerugian pihak lain atau kepentingan umum. Pengawasan usaha budidaya tanaman pangan dilakukan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai lingkup kewenangannya, dilakukan evaluasi secara berkala berdasarkan laporan perkembangan usaha budidaya tanaman pangan. Pelaku usaha dalam melakukan usaha dengan memanfaatkan jasa dan sarana yang disediakan oleh pemerintah, dikenakan kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP. Untuk petani kecil berlahan sempit dan petani kecil dalam memanfaatkan jasa dan sarana yang disediakan oleh pemerintah tidak dikenakan tarif PNBP. 47

Apabila ada pejabat dalam memberikan tanda daftar usaha terbukti memungut biaya pendaftaran, dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. 48

DAFTAR LAMPIRAN 49

50

Lampiran : 1. Surat Pernyataan bersedia melakukan kemitraan KOP SURAT PERUSAHAAN SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MELAKUKAN KEMITRAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Jabatan : Nama Perusahaan : Alamat Perusahaan : No. Telp/ HP : Dengan ini menyatakan sanggup dan bersedia untuk melakukan kemitraan dengan petani serta tunduk pada aturan hokum yang berlaku di Indonesia. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, serta menjadi salah satu untuk kelengkapan memenuhi persyaratan Rekomendasi Teknis dari Kementerian Pertanian.,.. 2016 Yang membuat pernyataan (distempel basah) Ttd Meterai Rp. 6000 Nama lengkap Direktur 51

Lampiran : 2. Surat Pernyataan Kesanggupan Untuk Menerapkan Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian KOP SURAT PERUSAHAAN SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN UNTUK MENERAPKAN SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Jabatan : Nama Perusahaan : Alamat Perusahaan : No. Telp/ HP : Dengan ini menyatakan sanggup dan bersedia untuk menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian serta tunduk pada aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, serta menjadi salah satu untuk kelengkapan memenuhi persyaratan Rekomendasi Teknis dari Kementerian Pertanian.,.. 2016 Yang membuat pernyataan (distempel basah) Ttd Meterai Rp. 6000 Nama lengkap Direktur 52

Lampiran : 3. Surat Rekomendasi Teknis Izin Usaha Tanaman Pangan KOP GARUDA Nomor : Lampiran : Hal : Tanggal/bulan/tahun Kepada Yth. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Di Jakarta Sehubungan dengan surat Saudara Nomor., tanggal..terkait dengan Permohonan Rekomendasi Teknis atas nama PT.dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan : 1. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal; 2. Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan; 3. Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/OT.140/6/2010 tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan; dan setelah mempelajari berkas permohonan yang diajukan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memberikan Rekomendasi Teknis Usaha Budidaya Tanaman Pangan untuk memperoleh persetujuan prinsip penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan rincian sebagai berikut: 1. Jenis Usaha Budidaya Tanaman Pangan :.. 2. Lokasi :.. 3. Komoditi :.. 4. Luas Areal :.. 5. Kapasitas Unit Pengolahan :.. Sebelum melaksanakan kegiatan operasional, perusahaan wajib memperoleh izin usaha tanaman pangan sesuai dengan ketentuan Menteri Pertanian Nomor 39 /Permentan/OT.140/2010 tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan. Rekomendasi teknis ini tidak berlaku apabila perusahaan melakukan perubahan jenis usaha budidaya tanaman pangan, lokasi, komoditi, luas areal, dan/atau kapasitas unit pengolahan dari ketentuan yang tercantum di atas. a.n. Menteri Pertanian Direktur Jenderal Tanaman Pangan, ttd (.) NIP. Tembusan Yth.: Menteri Pertanian (sebagai laporan) 53

Lampiran : 4. Surat Rekomendasi Teknis Izin Usaha Bidang Perbenihan Tanaman Pangan KOP DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : Lampiran : Hal : Tanggal/bulan/tahun Kepada Yth. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Di Jakarta Sehubungan dengan surat Saudara Nomor., tanggal..terkait dengan Permohonan Rekomendasi Teknis atas nama PT.dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan : 1. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal; 2. Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan; 3. Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/PK.110/11/2015 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina Tanaman Pangan dan Tanaman Hijauan Pakan Ternak. 5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/HK.140/4/2015 tentang Syarat, Tata Cara dan Standar Operasional Prosedur Pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha di Bidang Pertanian Dalam Rangka Penanaman Modal. Setelah mempelajari berkas permohonan yang diajukan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memberikan Rekomendasi Teknis Usaha Budidaya Tanaman Pangan untuk memperoleh persetujuan prinsip penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan rincian sebagai berikut: 1. Jenis Usaha Budidaya Tanaman Pangan :.. 2. Lokasi :.. 3. Komoditi :.. 4. Luas Areal :.. 5. Kapasitas Unit Pengolahan :.. Sebelum melaksanakan kegiatan operasional, perusahaan wajib memperoleh izin usaha tanaman pangan sesuai dengan ketentuan Menteri Pertanian Nomor 56 Tahun 2015 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina Tanaman Pangan dan Tanaman Hijauan Pakan Ternak. Rekomendasi teknis ini tidak berlaku apabila perusahaan melakukan perubahan jenis usaha budidaya tanaman pangan, lokasi, komoditi, luas areal, dan/atau kapasitas unit pengolahan dari ketentuan yang tercantum di atas. Direktur Jenderal Tanaman Pangan, ttd (.) NIP. Tembusan Yth.: Menteri Pertanian (sebagai laporan) 54

Lampiran : 5. Alur Pengajuan Permohonan Rekomendasi Teknis Izin Usaha Tanaman Pangan 1 Hari 15 Hari BKPM DITJEN. TANAMAN PANGAN Calon Investor LO Kementan Dokumen tidak Lengkap Dokumen Lengkap Ket :. Tidak Memenuhi Persyaratan Memenuhi Persyaratan 3 rangkap tanda terima diserahkan investor ke TU PTSP TU Pelayanan Terpadu Satu Pintu Deputi BKPM Surat Pengantar PTSP ke Ditjen Tanaman Pangan Layanan Rekomendasi Verifikasi Dokumen Dit. Akabi Dit. Serealia Dit. PPHTP Dit. Perbenihan Tim Rekomtek Ditjen TP Memeriksa & Penelaahan Teknis Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis Memenuhi Persyaratan Teknis Penolakan Persetujuan Penolakan Rekomendasi Penerbitan Rekomendasi Surat Dirjen (Penolakan/Penerimaan) Rekomendasi Teknis 55

56

Lampiran : 6. Peraturan menteri Pertanian RI No. 26/Permentan/HK.140/4/2015 Tentang Syarat, Tata Cara dan Standar Operasional Prosedur Pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha di Bidang Pertanian Dalam Rangka Penanaman Modal 57

58

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG SYARAT, TATA CARA DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN REKOMENDASI TEKNIS IZIN USAHA DI BIDANG PERTANIAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses, mulai dari permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk perizinan dan non-perizinan melalui satu pintu telah diundangkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu; b. bahwa untuk mendukung percepatan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu, Menteri Pertanian telah mendelegasikan kewenangan pemberian izin usaha di bidang pertanian dalam rangka penanaman modal kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1312/Kpts/KP.340/12/2014; c. bahwa atas dasar hal tersebut di atas, dan membantu kelancaran dan memberikan kepastian dalam pelaksanaan pelayanan pemberian izin usaha di bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis izin usaha di bidang pertanian dalam rangka penanaman modal; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik 59

Indonesia Nomor 5015) juncto Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5619); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4347); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5106); 9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142) 10. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221); 11. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339); 12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 13. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; 14. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman - 2-60

Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan; 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/ OT.140/4/2009 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/ OT.140/6/2010 tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 288); 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/ SR.120/8/2012 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 818) juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 116/ Permentan/SR.120/11/2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1322); 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/ OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2013 Nomor 1180); 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/ SR.120/1/2014 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 54) juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/SR.120/3/2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 363); 21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/ PD.100/6/2014 tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 836); 22. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/OT.210/ 6/2002 tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan. Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG SYARAT, TATA CARA DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN REKOMENDASI TEKNIS IZIN USAHA DI BIDANG PERTANIAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL. - 3-61

BAB I PERSYARATAN REKOMENDASI TEKNIS Bagian Kesatu Umum Pasal 1 Izin Usaha di Bidang Pertanian dalam rangka Penanaman Modal, meliputi: a. Izin Usaha Tanaman Pangan; b. Izin Usaha Hortikultura; c. Izin Usaha Perkebunan; d. Izin Usaha Peternakan; dan e. Izin Usaha Obat Hewan untuk Produsen. Pasal 2 Izin Usaha di Bidang Pertanian dalam rangka Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atas Nama Menteri Pertanian, setelah memperoleh rekomendasi teknis dari Direktur Jenderal pembina komoditas di lingkungan Kementerian Pertanian. Bagian Kedua Izin Usaha Tanaman Pangan Pasal 3 Izin Usaha Tanaman Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, terdiri atas: a. Izin Usaha Proses Produksi; b. Izin Usaha Penanganan Pasca Panen; c. Izin Usaha Keterpaduan antara Proses Produksi dan Penanganan Pasca Panen; dan d. Izin Usaha Perbenihan Tanaman. Pasal 4 Untuk memperoleh rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Izin Usaha Proses Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, pemohon harus memenuhi persyaratan: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. Surat Keterangan domisili; d. Rekomendasi kesesuaian dengan Rencana Tata ruang Wilayah (RTRW)/Rencana Tata Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota dari bupati/walikota untuk Izin Usaha Tanaman Pangan Proses Produksi yang diterbitkan oleh gubernur; - 4-62

e. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan tanaman pangan provinsi dari gubernur untuk Izin Usaha Tanaman Pangan Proses Produksi yang diterbitkan oleh bupati/walikota; f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000; g. Rencana kerja pembangunan unit usaha budidaya tanaman pangan; h. Hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; i. Pernyataan kesanggupan menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian; j. Pernyataan kesanggupan melakukan kegiatan usaha paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkan izin usaha; dan k. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan. Pasal 5 Untuk memperoleh rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Izin Usaha Penanganan Pasca Panen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, pemohon harus memenuhi persyaratan: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. Surat Keterangan domisili; d. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); e. Izin Usaha Perindustrian (IUP); f. Rekomendasi kesesuaian dengan RTRW/RDTR kabupaten/kota dari bupati/walikota untuk Izin Usaha Pangan Penanganan Pasca Panen yang diterbitkan oleh gubernur; g. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan tanaman pangan provinsi dari gubernur untuk Izin Usaha Pangan Penanganan Pasca Panen yang diterbitkan oleh bupati/walikota; h. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000; i. Rekomendasi lokasi dari pemerintah daerah lokasi unit pengolahan; j. Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh bupati/walikota; k. Rencana kerja pembangunan unit usaha budidaya tanaman pangan; l. Hasil AMDAL atau UKL dan UPL sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup; m. Pernyataan kesanggupan menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian; n. Pernyataan kesanggupan melakukan kegiatan usaha paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkan izin usaha; dan o. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan. Pasal 6 Untuk memperoleh rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Izin Usaha Keterpaduan antara Proses Produksi dan Penanganan Pasca Panen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, pemohon harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 4 dan Pasal 5. - 5-63

Pasal 7 Untuk memperoleh rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Izin Usaha Produksi Perbenihan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, pemohon harus memenuhi persyaratan: a. Akte pendirian usaha dan perubahannya; b. Surat kuasa dari Direktur Utama; c. Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik atau penanggung jawab perusahaan; d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); e. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); f. Hak Guna Usaha (HGU); dan g. Rekomendasi sebagai produsen benih dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menyelenggarakan fungsi pengawasan dan sertifikasi benih. Bagian Ketiga Izin Usaha Hortikultura Pasal 8 Izin Usaha Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, terdiri atas: a. Izin Usaha Budidaya Hortikultura; dan b. Izin Usaha Perbenihan Hortikultura. Pasal 9 Untuk memperoleh rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Izin Usaha Budidaya Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, pemohon harus memenuhi persyaratan: a. Akte pendirian perusahaan atau perubahannya yang terakhir; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. Surat keterangan domisili; d. Studi kelayakan usaha dan rencana kerja usaha; e. Surat Keterangan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan; f. Surat pernyataan kesanggupan untuk melakukan Kemitraan; dan g. Untuk Unit Usaha Budidaya Hortikultura yang menggunakan lahan yang dikuasai oleh negara, harus dilengkapi hak guna usaha. Pasal 10 Untuk memperoleh rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Izin Usaha Perbenihan Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, pemohon harus memenuhi persyaratan: - 6-64