BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri dan sesuatu yang indah bagi seseorang yang sudah berkeluarga. Jika anak dalam keadaan sehat, orang tuapun senang dan bangga. Anak yang sehat jasmani dan rohani merupakan aset bangsa karena di tangan mereka kelak nasib bangsa ini ditentukan. Jika suatu bangsa memiliki anakanak yang sehat jasmani dan rohani maka akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Hal yang harus dilakukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperhatikan aspek tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang baik secara fisik maupun psikososial (Nursalam & Susilaningrum, Utami, 2005). Tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologisnya. Tingkat tercapainya potensi biologis seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu faktor genetik, lingkungan bio-psikososial, dan perilaku proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri pada setiap anak. Setiap anak akan melewati tahap tumbuh kembang secara fleksibel dan berkesinambungan. Salah satu tahap tumbuh kembang yang dilalui anak adalah masa prasekolah (3-6 tahun). Pada usia inilah pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat berperan penting untuk menunjang perkembangannya terutama perkembangan motorik halus (Soetjiningsih, 1995). Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberi rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki 1
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal, dan informal. Dengan tujuan pendidikan anak usia dini yaitu membentuk anak Indonesia yang berkualitas sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa dan membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah (Maimunah, 2009). Sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang sistem pendidikan nasional No.20 / 2003 ayat 1, yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun. Sementara itu, menurut Kajian Rumpun Ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun diantaranya preschool atau kindergarten ( 3-6 tahun ) (Maimunah, 2009). Menurut Wong (2000) tumbuh kembang anak terdiri dari beberapa tahapan dimana setiap tahapan mempunyai ciri masing-masing. Salah satu tahapan tumbuh kembang anak adalah usia prasekolah (3-6 tahun). Keberhasilan penerimaan pada tahap tumbuh kembang anak sebelumnya adalah penting bagi anak usia prasekolah (3-6 tahun). Usia prasekolah mempunyai karakteristik sendiri, masa ini sebagai masa persaingan anak menuju periode sekolah, kemampuan interaksi dengan orang lain dan orang dewasa menggunakan bahasa untuk menujukkan kemampuan mental, bertambahnya perhatian terhadap waktu dan ingatan. Menurut kajian ilmiah, bahwa 50 % perkembangan kecerdasan anak akan terjadi pada masa usia 0-4 tahun, masa ini sering disebut masa golden age (usia emas). Namun demikian pendidikan dini bagi anak secara dini belum dapat menjangkau seluruh sasaran. Data dari Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 menyebutkan bahwa dari 28,6 juta anak usia dini, baru 50,9 % yang sudah terlayani PAUD (termasuk, play group) baik formal maupun nonformal. Targetnya pada akhir 2009, angka partisipasi kasar PAUD (termasuk, play group) mencapai 53,9 % (Elisabeth, 1995 ). Lebih lanjut dinyatakan oleh Elizabeth (1995) dalam Silawati, E (2008) bahwa PAUD 2
(termasuk, play group) saat ini baru mampu melayani 54,47 % dari jumlah anak usia 0-5 tahun yakni yang mencapai 26 juta anak. Sedangkan pemerintah sendiri menargetkan pada tahun 2014 PAUD (play group) mampu menjangkau 72 % anak. Menurut catatan United Nations Educational Scientific and Cultural Organizations atau UNESCO, angka partisipasi pendidikan anak usia dini atau PAUD (termasuk, play group) di Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara berpenghasilan rendah di Asia lainnya. Partisipasi PAUD di Indonesia hanya 22 persen, dimana angka tersebut lebih rendah dibanding partisipasi PAUD di Filipina yang sebesar 27 persen, Vietnam yang sebesar 43 persen, Thailand sebesar 86 persen, dan Malaysia sebesar 89 persen (Mariyo (2007) dalam Maimunah (2009). Secara kuantitas jumlah anak usia dini di Indonesia memang relatif sangat tinggi, namun demikian sebagian besar dari mereka itu belum terlayani pendidikannya. Dari sebanyak sekitar 13,5 juta anak usia 0 sampai dengan 3 tahun ternyata baru sekitar 2,5 juta atau 18,74 persen yang terlayani. Di sisi lain dari sekitar 12,6 juta anak usia 4 sampai 6 tahun ternyata baru sekitar 4,6 juta atau 36,54 persen yang terlayani pendidikannya. Kondisi demikian tentu saja dapat berdampak pada perkembangan anak usia dini. Perkembangan adalah segala perubahan yang terjadi pada anak baik secara fisik, kognitif, emosi maupun psikososial. Peran aktif keluarga terhadap perkembangan motorik halus anak usia prasekolah sangat penting, karena anak usia ini merupakan masa emas (golden age). Dimasa ini anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik, emosi, kognitif, maupun psikososial (Harlimsyah & F.P, 2008). Salah satu aspek yang penting pada proses tumbuh kembang adalah perkembangan motorik halus karena merupakan awal dari kecerdasan dan emosinya. Perkembangan yang normal sangat tergantung pada faktor genetik, faktor hormon, faktor lingkungan, dan faktor nutrisi (Nursalam, 2005). 3
Dalam anak usia dini ini terutama usia prasekolah (3-6 tahun) sangat dibutuhkan perkembangan motorik halus. Dalam perkembangan ini anak sering melakukan ketrampilan / kemampuan dengan menggunakan gerakan tangan dan lengan. Anak usia prasekolah ini umunya dimasukkan di kelompok bermain (play group), ada juga anak usia ini hanya di rumah sehingga tidak mendapatkan pendidikan dari luar sebagai penunjang ke jenjang berikutnya untuk memacu perkembangannya terutama perkembangan motorik halus pada usia prasekolah. Berdasarkan hasil survey awal pada anak usia prasekolah di play group yang ada di Desa Ambokembang Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Kurikulum yang digunakan dalam play group ini adalah BCCT (Beyond Centres Circles Time). Kurikulum ini mengajarkan kepada anak sebuah gambar yang sebelumnya tidak berbentuk setelah itu kita gabungkan sehingga menjadi gambar yang sempurna, sehingga anak cenderung lebih aktif. Ketrampilan yang diajarkan pendidik menjadi hal yang penting yang dapat memacu perkembangan anak terutama perkembangan motorik halus, sering anak yang di kelompok bermain (play group) lebih kreatif dan trampil terutama dalam hal menulis, menggambar, menghitung, menggunting kertas, menyusun bangunan maupun ketrampilan yang lain. Sehingga anak yang di play group lebih cepat berkembang terutama perkembangan motorik halusnya dibanding dengan anak usia prasekolah yang tidak di play group (Harlimsyah & F.P, 2008). Sedangkan anak yang tidak belajar di play group, perkembangan ketrampilan dan kreatifitasnya kurang. Sering kali anak lebih banyak bermain di luar dibanding belajar di rumah. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh dari orang disekitarnya, kurangnya pengetahuan orangtua, orangtua lebih mementingkan bekerja daripada memperhatikan anak. Memungkinkan anak yang tidak belajar di play group tidak mendapatkan stimulasi atau kurikulum yang terencana sebagaimana dilakukan di sebuah play group. Kondisi demikian memungkinkan perkembangan anak menjadi tidak terstimulasi secara optimal (Harlimsyah & F.P, 2008). 4
Berdasarkan uraian dari fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan perkembangan motorik halus anak usia prasekolah di kelompok bermain dengan tidak di kelompok bermain di Desa Ambokembang Kecamatan Kedungwuni Kab Pekalongan. B. Rumusan masalah Apakah ada perbedaan perkembangan motorik halus anak usia prasekolah di kelompok bermain dengan tidak di kelompok bermain di Desa Ambokembang Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan? C. Tujuan 1. Tujuan umum Mendiskripsikan perbedaan perkembangan motorik halus anak di kelompok bermain dan tidak di kelompok bermain di Desa.Ambokembang Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. 2. Tujuan khusus a. Menggambarkan perkembangan motorik halus anak usia prasekolah di kelompok bermain. b. Menggambarkan perkembangan motorik halus anak tidak di kelompok bermain di Desa Ambokembang Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. c. Mendiskripsikan analisis perbedaan perkembangan motorik halus anak yang belajar di kelompok bermain dengan anak yang belajar tidak di kelompok bermain di Desa Ambokembang Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. 5
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi profesi keperawatan Sebagai bahan untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan dilapangan tentang perkembangan motorik halus anak di kelompok bermain dan tidak di kelompok bermain. 2. Bagi institusi pendidikan Sebagai masukan agar lebih memperhatikan perkembangan anak terutama perkembangan motorik halus usia prasekolah. 3. Bagi peneliti Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dan mengetahui adanya perkembangan yang lebih lanjut terutama perkembangan motorik halus anak usia prasekolah. 4. Bagi masyarakat Dapat memberikan pemahaman orangtua tentang perkembangan motorik halus terutama usia prasekolah. E. Bidang ilmu Penelitian ini terkait dengan bidang ilmu keperawatan anak. 6