BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang. menggembirakan. Salah satunya, tercermin dalam perbandingan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paradigma yang lama atau cara-cara berpikir tradisional. Dalam dunia pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar kita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makna umum pendidikan adalah sebagai usaha manusia menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2 siswa, diketahui kegiatan belajar mengajar fisika yang berlangsung dikelas hanya mencatat dan mengerjakan soal-soal, hal ini menyebabkan siswa kuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I PENDAHULUAN. pendidikan. Bahkan sistem pendidikan di Indonesia saat ini juga telah banyak. mengubah pola pikir terutama dalam dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi.

I. PENDAHULUAN. setiap saat semua orang atau kelompok melakukan interaksi. Bila tak ada komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2003:10).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

siswa yang memilih menyukai pelajaran fisika, sedangkan 21 siswa lagi lebih memilih pelajaran lain seperti bahasa Indonesia dan olahraga, hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi, beberapa dekade terakhir ini, daya saing bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang menggembirakan. Salah satunya, tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) kembali merilis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terbaru untuk tahun 2013. Dalam laporan mereka, Indonesia berada di peringkat 108 dari 187 negara yang dinilai. Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa Indonesia. Sumber daya manusia yang berkualitas sudah pasti didukung oleh pendidikan yang berkualitas juga. Dampak pada masalah sistem pendidikan dapat dilihat dari prestasi siswa pada Trend of International on mathematics and science study (TIMSS), tampak jelas bahwa kemampuan siswa secara rata-rata masih dibawah standar internasional dengan nilai rata-rata 500. Pada ruang lingkup Asia Tenggara, Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Untuk sains/ipa kelas VIII, Indonesia menempati posisi 5 besar dari 1

2 bawah (bersama Macedonia, Lebanon, Moroko, Ghana). Peringkat Indonesia berada 39/42 dengan nilai 406 tahun 2011, tetapi yang sangat mengejutkan adalah bukan dengan kemampuan siswa untuk menyelesaikan fisika secara matematis namun karena rendahnya kemauan siswa dalam pemecahan masalah fisika dan pemaham konsep. Tantangan inilah menjadi tugas bersama khususnya tugas guru sebagai pendidik dan pengajar (efendi, 2010:72) Misi pendidikan yang seutuhnya menjadi tanggung jawab profesional setiap guru harus dapat berupaya meningkatkan kualitas sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru dalam hal ini berperan dalam kegiatan proses pembelajaran sebagai kegiatan dalam mencapai tujuan pendidikan. Hal ini berarti berhasil tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai tenaga pendidik yang tidak hanya berupaya mengusai materi pembelajaran namun juga mengetahui bagaimana cara materi itu disampaikan dan bagaimana pula karakteristik siswa yang menerima materi pelajaran tersebut. Pendidik yang profesional diharapkan mampu mengelola model pembelajaran yang sesuai dengan karakter seluruh siswa sebagai strategi pembelajaran, sehingga pembelajaran akan tampak lebih menarik. Pada dasarnya fisika merupakan pelajaran yang cukup menarik sebab dapat diamati dari gejalagejala alam dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari hari secara langsung. Namun, hal ini tidak mendukung hasil belajar peserta didik, ternyata fisika termasuk dalam nilai rendah dibanding nilai pelajaran yang lainnya.

3 Hasil wawancara oleh penulis selama melaksanakan observasi adalah nilai fisika di SMN N 1 Sunggal yang diperoleh oleh siswa yakni 4,5. Nilai ini tergolong rendah bila dibandingkan dengan nilai KKM (kriteria ketuntasan minimal) yakni 6,5, hal ini dipengaruhi oleh kurang efektifnya pembelajaran yang digunakan oleh guru, pembelajarannya tampak monoton dari waktu kewaktu. Kekurang efektifan pembelajaran ini menimbulkan kejenuhan dan kebosanan dalam diri siswa yang berdampak pada gagalnya guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain itu juga disebabkan berbagai hal, salah satunya faktor yang terdapat didalam diri siswa seperti sikap mereka terhadap fisika yaitu mereka beranggapan bahwa pelajaran fisika lebih sulit, sehingga siswa terlebih dahulu merasa jenuh sebelum mempelajarinya atau berkurangnya motivasi siswa. Sehingga ini merupakan sifat negatif yang menyebabkan dorongan untuk belajar akan menjadi rendah, sehingga siswa menjadi pasif. Rendahnya minat dan motivasi siswa untuk mempelajari fisika terbukti dari prestasi belajar fisika siswa pada umumnya lebih rendah dibanding pelajaran sains lainnya seperti biologi dan kimia, hal ini disebabkan oleh: a) siswa masih belum dapat menyadari manfaat fisika didalam kehidupan sehari hari, b) masih ada beberapa guru fisika yang dalam mengajarkan fisika selalu menekankan segi matematisnya saja sehingga pelajaran fisika menjadi sulit dan membosankan, c) kelemahan guru dalam faktor instrument, kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana yang tidak maksimal dilaksanakan dalam pembelajaran.d) sebagian siswa tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan mereka dikemudian hari.

4 Agar kegiatan pembelajaran dapat berhasil, guru sebagai pengajar harus mampu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Melalui landasan filosofis psikologi kognitif, model pembelajaran berbasis masalah dipromosikan menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang baru. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi dalam jumlah yang besar seperti pada pembelajaran langsung dan ceramah. PBM dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya; mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan; dan menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom (Arends, 2008:43).

5 Pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk siswa belajar menjadi pembelajar yang mandiri, saling bekerja sama untuk memecahkan masalah, dan belajar untuk mencari tahu, bukan diberi tahu. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah ialah sebagai desainer pembelajaran, fasilitator dan mediator pembelajaran. Pemecahan masalah diartikan sebagai suatu proses pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah, mulai dari identifikasi masalah, pengumpulan dan penganalisaan data dan informasi, pemilihan alternatif serta perancangan tindakan yang bertujuan untuk menemukan solusi. Memecahkan masalah merupakan pemanfaatan dari proses berpikir. Kemampuan seseorang memecahkan suatu masalah ditentukan oleh pemahamannya terhadap masalah itu. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara memecahkan masalah (Trianto, 2007:65). Pemecahan masalah merupakan salah satu jenis proses berpikir konseptual tingkat tinggi karena siswa harus mempunyai keterampilan menggabungkan aturan-aturan untuk mencapai suatu pemecahan. Hal senada diungkapkan Eric (2003:20) bahwa pemecahan masalah adalah proses berpikir tingkat tinggi yang meliputi proses analisis, sintetis dan evaluasi. Metode yang terkenal dan sering digunakan dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah melibatkan tahapan dan langkah-langkah pemecahan masalah. Keterampilan memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan (Dahar, 1996:138). Oleh karena itu keterampilan memecahkan masalah penting dimiliki oleh siswa untuk menentukan sikap dan

6 tindakan yang benar pada saat dihadapkan dengan masalah-masalah yang terjadi di sekolah. Masalah tersebut digunakan sebagai suatu konteks bagi siswa untuk mempelajari cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi &Senduk, 2003:79). Siswa tidak dapat menghubungkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan masalah yang disajikan sehingga proses pembelajaran yang terjadi kurang mengajak siswa untuk berpikir kritis. Pada umumnya mereka tidak menyadari bahwa mereka telah memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk menganalisis suatu masalah fisika, akan tetapi pengetahuan itu tersimpan sebagai pengetahuan yang terpisah sehingga siswa tidak melihat hubungan dengan konteks masalah yang ditanyakan. Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa adalah model Problem Based Learning. PBL (Problem Based Learning) adalah suatu model pembelajaran dengan membuat konfrontasi pada pembelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar, Boud, F., dan Fogarty (dalam Ngalimun, 2012:46). Lebih lanjut Arends (2008:43) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajarkan dengan PBL yaitu inkuiri dan keterampilan melakukan pemecahan masalah fisika, belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviours) dan keterampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

7 Konsep fisika yang dipelajari merupakan konsep yang abstrak, sehingga untuk membuatnya nyata (konkrit) diperlukan alat bantu pembelajaran. Alat bantu tersebut adalah media pembelajaran flash. Bagi siswa itu sendiri menurut Hartanto (2011:15), menyatakan bahwa animasi flash dapat menjadikan mata pelajaran fisika menjadi lebih mudah dipahami oleh para siswa. Siswa yang pada awalnya berfikir bahwa fisika hanyalah identik dengan banyak rumus, tetapi dengan menggunakan animasi flash fisika diharapkan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan. Hadi (2012:2) menyatakan dengan animasi macro flash, siswa akan belajar lebih bermakna. Media animasi juga berguna untuk melawan kebosanan siswa dalam belajar sehingga siswa tetap aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu flash juga memiliki kemampuan untuk mengimpor file suara, video maupun file gambar dari aplikasi lain. Dengan melihat langsung gerak benda akan mempermudah siswa memahami materi pembelajaran yang diajarkan akan menjadi daya tarik untuk mengikuti pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian Muhammad Zunanda (2015:96) menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan kemampuan berpikir kritis lebih baik dalam meningkatkan keterampilan pemecahan masalah fisika siswa dengan hasil interaksi pada kelas problem based learning sebesar 0,043 dibanding konvensional. Penelitian ini belum mencapai hasil yang maksimal karena dalam penelitian ini penggunaan model oleh peneliti khususnya masyarakat belajar dalam pembagian kelompok, peneliti terlalu banyak membagi jumlah kelompok sehingga waktu yang tersedia menjadi tidak efisien,

8 selain itu peneliti masih kurang menggunakan media sehingga setiap kelompok tidak dapat bekerja secara maksimal. Sementara itu, hasil penelitian Makmur Hartono (2013:137) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah fisika menggunakan pembelajaran langsung. Penelitian ini juga belum mencapai mencapai hasil yang maksimal karena disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurang aktifnya siswa dalam proses belajar mengajar terutama dalam kelompok belajar dan pengalokasian waktu yang kurang efisien. Untuk itu pada penelitian ini penulis berusaha mengatasi kendala-kendala yang ada dengan cara menggunakan media pembelajaran yang sederhana, menciptakan suasana yang lebih efektif yaitu dengan cara melakukan pemantauan pada setiap siswa ketika proses eksperimen sedang berlangsung dan lebih memotivasi siswa serta lebih mengoptimalkan alokasi waktu untuk setiap tahap pembelajaran yang sudah ditetapkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, sehingga alokasi waktu untuk setiap tahap pembelajaran efisien. Melalui pemaparan di atas dan didasari pada kenyataan bahwa model pembelajaran problem based learning dan kemampuan berpikir kritis dapat membawa siswa untuk memiliki keterampilan pemecahan masalah pembelajaran fisika serta membentuk hubungan komunikasi dua arah secara interaktif antara guru dan siswa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

9 Efek Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Menggunakan Macro flash dan Berpikir Kritis Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa SMA. 1.2. Identifikasi Masalah Sebagaimana yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah pada penelitian ini adalah: 1. Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran 2. Guru kurang memahami penerapan model pembelajaran sehingga pembelajarannya tampak monoton dari waktu kewaktu. 3. Kurangnya keterampilan siswa dalam memahami persoalan yang diberikan dan menghubungkannya dengan konsep fisika serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Hasil belajar siswa masih rendah. 5. Siswa beranggapan bahwa pelajaran fisika sulit dan membosankan. 6. Siswa tidak dapat menghubungkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan masalah yang disajikan sehingga proses pembelajaran yang terjadi kurang mengajak siswa untuk berpikir kritis. 1.3. Batasan Masalah Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Model pembelajaran yang digunakan selama kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran berbasis masalah menggunakan macro flash dan konvesional

10 2. Subjek penelitian adalah siswa siswi SMA Negeri 1 Sunggal semester genap kelas XI T.P 2015/2016. 3. Materi yang diajarkan sebagai bahan penelitian yaitu Fluida dinamis. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada efek model Problem Based Learning menggunakan macro flash terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa? 2. Apakah ada efek keterampilan berpikir kritis terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa? 3. Apakah terdapat interaksi antara model Problem Based Learning menggunakan macro flash dan keterampilan berpikir kritis terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui efek model Problem Based Learning menggunakan macro flash terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa. 2. Untuk mengetahui efek keterampilan berpikir kritis terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa. 3. Untuk mengetahui interaksi antara model Problem Based Learning menggunakan macro flash dan keterampilan berpikir kritis terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa.

11 1.6. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai berikut: a. Peneliti 1. Peneliti dapat mengetahui hasil belajar dengan menggunakan model PBL. 2. Peneliti dapat mengetahui hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran konvesional. 3. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya b. Institusi 1. Bahan informasi hasil belajar siswa dengan menggunakan model PBL menggunakan macro flash dan berpikir kritis terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika SMA. 2. Bahan alternatif bagi pengajar fisika dalam memilih model pembelajaran. c. Siswa 1. Siswa dapat lebih menguasai pelajaran 2. Siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. 3. Siswa dapat mengubah anggapan bahwa pelajaran fisika itu sulit dan membosankan. 1.7. Definisi Operasional Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut: 1. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme.

12 Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. (Arends, 2008:43). 2. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh pendidik di sekolah. Dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, tanya jawab serta pembagian tugas yang dilakukan secara berkelompok. 3. Berpikir kritis adalah aktivitas terampil, yang bisa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain (Fisher, 2009:13). 4. Pemecahan masalah adalah proses berpikir tingkat tinggi yang meliputi proses analisis, sintetis dan evaluasi (Eric, 2003:20). Dalam penelitian ini, langkah-langkah pemecahan masalah yang dipakai adalah teknik pemecahan masalah Polya (1985:6) yaitu memahami masalah (Understanding the problem), menyusun rencana (Devising plan), melaksanakan rencana (Carrying out the plan) dan memeriksa kembali (Looking back). 5. Media Macro Flash adalah salah satu media yang digunakan dalam komunikasi langsung seperti presentasi, khususnya presentasi digital. Macro flash digunakan agar presentasi tampak lebih komunikatif dan menghidupkan suasana. Materi yang disajikan menjadi lebih menarik, tidak membosankan, dan tidak monoton (Andi, 2013:2)