BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap penduduk berhak

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A.

TESIS Untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat Sarjana S 2. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa akan datang yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

pendidikan dan penelitian yang erat hubungannya dengan kehidupan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhinya serta meminimalkan kesalahan yang membuat pasien kecewa.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan bisa menjalani aktifitas kehidupannya dengan baik.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

Kamus Indikator Pelayanan Medis RSIA NUN Surabaya Pelaksanaan Rapat Dokter Umum / Dokter Gigi Setiap Bulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah Sakit merupakan suatu sistem atau bagian yang integral

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. dilingkungan Badan Usaha Milik Negara. Pelayanan publik berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain pelayanan berbagai jenis laboratorium, gizi/makanan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah. sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan bagian integral dari seluruh sistem pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan umum di bidang kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

Perbedaan jenis pelayanan pada:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Winardi (2001) dan Hasibuan (1996) istilah motivasi (motivation)

jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN) yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya tanpa memandang kemampuannya membayar. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu pemerintah bersifat wajib menyelenggarakan pemenuhan hak dasar perlindungan kesehatan masyarakat dalam meningkatkan status kesehatannya melalui institusi penyelenggara pelayaanan kesehatan. Salah satu institusi penyelenggara pelayanaan kesehatan adalah rumah sakit. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Selanjutnya, hampir seluruh kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan obat-obatan.

Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan dan merupakan komponen terbesar dalam pembiayaan kesehatan yaitu mencapai hingga 70 % (Kemenkes RI, 2010). Dalam pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu, dengan harga terjangkau adalah sasaran yang harus dicapai. Penggunaan obat yang rasional merupakan persyaratan yang harus diikuti dalam pemberian pengobatan. Menurut WHO (1985) penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang cukup dan dengan harga atau biaya yang paling murah bagi pasien. Dalam hal peresepan obat oleh dokter, masih ditemukan peresepan obat yang tidak rasional seperti peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang mahal. Hal ini merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian yang lebih serius dalam pelayanan kesehatan karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasien yang dapat berupa dampak klinik (efek samping dan resistensi kuman) dan juga dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau) (Kemenkes RI, 2011). Untuk melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan obat rasional, WHO menyusun indikator yang menjadi acuan dalam melakukan pengukuran capaian keberhasilan upaya dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Salah satu

indikator tersebut adalah indikator peresepan yaitu persentase peresepan obat dengan nama generik (Kemenkes RI, 2011). Obat umumnya di produksi dan dipasarkan dengan menggunakan merk dagang (brand name) yaitu nama yang menjadi milik produsen obat yang bersangkutan. Disamping itu obat dapat pula di produksi dengan nama generik yaitu obat yang menggunakan nama sesuai dengan nama zat berkhasiat yang dikandungnya, yang dapat digunakan oleh setiap produsen yang memproduksi obat tersebut. Obat generik dikenal dari logonya yang menjadi ciri khasnya dikenal sebagai Obat Generik Berlogo (OGB). OGB yang lebih umum disebut obat generik saja memiliki harga lebih rendah dari pada harga obat dengan merk dagang untuk jenis dan efek pengobatan yang sama, karena kemasannya yang sederhana dan tidak di promosikan. Walaupun harganya murah, mutu obat generik terjamin, pengawasan mutu dilakukan secara ketat pada industri yang memproduksinya dengan menerapkan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB). Untuk lebih meningkatkan dan memeratakan pelayanan kesehatan, pemerintah Indonesia meluncurkan Program Obat Generik sejak tahun 1989 yang tujuannnya memudahkan akses masyarakat terhadap obat yang mutunya terjamin dengan harga terjangkau. Selanjutnya pemerintah melalui Menteri Kesehatan Republik Indonesia memutuskan, menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor HK. 02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pemerintah. Permenkes tersebut mewajibkan dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis. Selanjutnya, setelah dikeluarkannya peraturan tersebut dokter diharapkan mematuhi peraturan dan meresepkan obat generik agar semua lapisan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan obat dengan harga terjangkau dan mutu terjamin serta dapat memperbaiki derajat kesehatan masyarakat. Rumah Sakit Haji Medan merupakan salah satu rumah sakit kelas B yang berada di Kota Medan milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan merupakan salah satu rumah sakit rujukan. Rumah Sakit Haji Medan memiliki 16 Staf Medis Fungsional (SMF), 34 orang dokter tetap, 91 orang dokter tidak tetap, serta jumlah rata-rata kunjungan rawat jalan pasien umum berjumlah 487 kunjungan perbulan dan 167 kasus perbulan untuk jumlah rata-rata kunjungan rawat inap pasien umum. Fenomena yang sering terjadi menyangkut pelayanan obat di Rumah Sakit Haji Medan adalah dalam hal penulisan resep obat generik oleh dokter yang masih rendah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.1, sehingga pasien harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli obat karena obat yang diresepkan bukan obat generik yang harganya lebih mahal dibandingkan obat generik. Penyebab rendahnya peresepan obat generik di Rumah Sakit Haji Medan diduga terkait dengan rendahnya motivasi dokter dalam menulis resep obat generik, dan hal ini memengaruhi kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik.

Peran manajemen rumah sakit dalam hal pemberian penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) juga belum ada guna menyikapi rendahnya peresepan obat generik di Rumah Sakit Haji Medan. Pedoman yang mengatur sistem pemberian insentif dan penghargaan bagi para dokter yang menulis resep obat generik juga belum tersedia. Penyebab lainnya diduga adanya peran dari detailer (sales) obat sebagai dutaduta farmasi yang sangat intens, sabar dan tak kenal lelah mendekati dokter untuk meresepkan obat sesuai dengan produk obat yang ditawarkan oleh detailer tersebut. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa dokter juga mendapatkan imbalan atau bonus dibalik peresepan obat yang ditawarkan oleh detailer tersebut (Iwan, 2010). Hal ini bisa mengakibatkan harga obat semakin mahal karena harus menanggung biaya atas imbalan atau bonus tersebut dan juga biaya promosi obat yang cukup besar, serta pada akhirnya pasien yang menjadi dirugikan. Dari survei pendahuluan yang dilakukan dengan cara mengambil secara acak sejumlah resep pada pasien umum dan menghitung persentase (%) jumlah obat generik yang ditulis dalam resep, dengan target yang ingin dicapai oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia adalah sebesar 80-90%, diperoleh data peresepan obat generik pada pasien umum yang dilayani pada bulan Juli sampai dengan September 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1. Peresepan Obat Generik pada Pasien Umum yang Dilayani pada Bulan Juli s/d September 2012 No Bulan Pelayanan Obat Generik Obat Generik Target (2012) Rawat Inap (%) Rawat Jalan (%) Kemenkes (%) 1 Juli 51,93 40,17 2 Agustus 43,72 41,21 80-90 3 September 53,25 42,16 Selain itu, hasil survei pendahuluan melalui wawancara dengan Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan pada bulan November 2012 menunjukan bahwa ada keluhan pasien sehubungan dengan pelayanan obat-obatan yaitu adanya obat-obatan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien umum yang tidak tersedia seluruhnya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan, sehingga terkesan obat di Instalasi Farmasi tidak lengkap. Hal yang menyebabkan ketidaksesuaian antara resep dengan ketersediaan obat generik di Instalasi Farmasi diduga terkait perilaku dokter yang menuliskan resep bukan obat generik sehingga tidak semua item obat tersedia di Instalasi Farmasi. Upaya yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan terkait dengan peresepan obat generik adalah dengan melakukan sosialisasi penggunaan obat generik untuk pelayanan kesehatan, namun kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik sebagaimana yang terlihat dalam Tabel 1.1 masih rendah. Hal tersebut yang mendorong penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan. Pada penelitian ini, peneliti juga

menganalisis apakah karakteristik individu dilihat dari usia, jenis kelamin, lama kerja dan pendidikan dapat memengaruhi kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan. Menurut Kelman yang dikutip dalam Sarwono (1997) perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru menjadi internalisasi. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman atau sanksi jika tidak patuh, atau memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan. Salah satu aspek yang turut menentukan perilaku individu dalam hal ini kepatuhan adalah motivasi. Herzberg dalam Hasibuan (2005), mengemukakan bahwa motivasi terdiri dari 2 (dua) faktor meliputi Faktor Intrinsik yaitu: tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan, dan kemajuan. Sedangkan Faktor Ektstrinsik meliputi: gaji, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status. Hasil penelitian Maricella (2010) tentang Tingkat Kepatuhan Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dalam Meresepkan Obat Generik di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan diperoleh hasil bahwa tingkat kepatuhan peresepan obat generik oleh dokter di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tergolong dalam kategori kurang patuh yaitu peresepan obat generik kurang dari 50%. Hasil penelitian lain oleh Hastuti (2005) tentang Analisis Faktor Motivasi yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Dokter Spesialis Dalam Penulisan Resep Sesuai Formularium di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Semarang diperoleh hasil bahwa variabel yang berhubungan dengan kepatuhan dokter spesialis dalam menulis resep sesuai formularium adalah insentif penulisan resep, kebebasan memberi usulan tentang ketersediaan obat, kebebasan memberikan kritik, mematuhi peraturan pekerjaan dan sanksi peraturan. Sementara hasil penelitian Alwi (2002) tentang Analisis Kepatuhan Dokter Menulis Resep Berdasarkan Formularium Di Rumah Sakit Dokter Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang Pada Tahun 2002 mengungkapkan bahwa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kepatuhan dokter menulis resep berdasarkan Formularium RSMH Palembang adalah sikap, jenis kelamin, peran detailer, tingkat pendidikan, peran Komite Medik dan motivasi. Penelitian lain oleh Daniel (2001) tentang Faktor-Faktor Perilaku Dokter yang Berhubungan Dengan Penulisan Resep Obat Dengan Nama Generik Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta mengungkapkan bahwa faktor perilaku dokter yang berhubungan secara bermakna

dengan penulisan resep dengan nama generik adalah sikap terhadap program obat generik dan lama kerja di RSUP Fatmawati. Berdasarkan hasil penelitian Surjanto (2001) mengenai beban biaya yang timbul akibat ketidakpatuhan pemberian obat generik pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien atau keluarga pasien karena ketidakpatuhan pemberian obat generik secara financial mencapai Rp. 10.600.000 atau 55,46 % dari belanja obat pasien atau dengan estimasi sekitar Rp. 600.000 per pasien rawat inap. Berdasarkan paparan di atas, maka perlu dikaji apakah karakteristik individu dan motivasi dapat berpengaruh terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada pengaruh karakteristik individu dan motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu dan motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan.

1.4 Hipotesis Terdapat pengaruh karakteristik individu dan motivasi terhadap kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik pada pasien umum rawat jalan di Rumah Sakit Haji Medan. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Rumah Sakit Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka pengambilan keputusan untuk menentukan Kebijakan sistem pelayanan obat rumah sakit serta memperhatikan dampaknya bagi peningkatan pelayanan pasien. 2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan karakteristik individu, motivasi dan kepatuhan dokter dalam menulis resep obat generik dalam pelayanan kesehatan. 3. Bagi Peneliti Mendapat pengalaman dan wawasan yang menunjang aplikasi nyata ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.