BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu tempat pendidikan untuk dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki individu baik dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor melalui proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Hal tersebut diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi muda yang cerdas, kreatif, cekatan dan bertanggung jawab (Savira dan Suharsono 2013). Menurut pendapat Santrock (2003) bahwa anak SMA memasuki tahap perkembangan operasi formal dimana tahap perkembanga biologis, kognitif, dan sosio-emosionalnya mulai berubah kearah kedewasaan. Di bangku SMA, siswa tentunya dituntut untuk menjadi lebih bertanggung jawab atas kehidupan akademiknya. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Masril (Ellena, 2014) tentang perilaku yang dilakukan siswa saat di sekolah didapatkan bahwa 25-40% siswa SMA terlambat masuk kelas setiap harinya, 15-40% siswa SMA mengerjakan pekerjaan rumah (PR) ketika berada disekolah, 50% siswa SMA harus mengikuti ujian remidial disetiap ujian bulanan, dan 20% siswa SMA jika ditanya tentang cita-cita di masa depan mereka tidak menjawab. Hasil survey tersebut 1
2 menunjukan rendahnya self regulated learning yang dimiliki siswa, hal ini ditandai dengan minimnya keinginan siswa untuk berprestasi secara akademik. Peneliti juga melakaukan wawancara dengan siswa SMA pada tanggal 10 November 2015, didapatkan fakta bahwa anak lebih suka bermain dan membaca novel ketika jam belajar tiba. Di rumah mereka jarang belajar, mereka belajar ketika ada tugas sekolah. Setelah tugas sekolah selesai dikerjakan, mereka tidak akan belajar lagi. Jarang sekali mereka belajar, jika belajar rata-rata dari mereka belajarnya hanya sesuka hati mereka. Mereka belajar hanya membaca materi yang telah disampaikan oleh guru mereka, ketika sudah merasa bosan mereka akan menyudahi kegiatan belajarnya dan memilih bermain handphone. Ketika mereka ada kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah, mereka akan memilih bertanya pada teman-temanya daripada dengan orangtuanya. Mereka merasa nyaman bertanya kepada teman-temanya karena setiap mereka bertanya kepada orangtua rata-rata orangtua tidak bisa membantu. Oleh karena itu ketika ada pekerjaan rumah (PR) yang susah dikerjakan mereka akan mengerjakan saat berada disekolah bersama teman-temanya. Adanya kurikulum 2013 siswa dituntut untuk lebih aktif lagi dalam proses belajarnya, karena kurikulum ini menerapkan pembelajaran berbasis aktivitas. Kurikulum 2013 diharapkan mampu membentuk remaja yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi. Untuk itu siswa dituntut untuk lebih kreatif, aktif serta lebih pintar dalam mengelola waktu belajarnya. Sikap yang demikian sangat
3 mempengaruhi prestasi belajar anak, dengan munculnya daya kreatif dan pengelolaan waktu belajar yang tepat akan mempengaruhi motivasi belajar anak. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan mempengaruhi sikapnya dalam belajar, siswa akan lebih giat untuk belajar dan lebih bertanggung jawab dengan jam belajarnya. Oleh karena itu sangat diharapkan siswa-siswi mampu mengatur dan lebih bertanggung jawab dalam proses belajarnya. Adanya self regulated learning yang tinggi pada siswa, dapat mendorong siswa untuk lebih semangat dalam belajar, yang tentunya akan berdampak juga pada prestasi belajar yang baik. Sebaliknya, adanya self regulated learning yang rendah pada siswa akan berdampak pula pada rendahnya motivasi siswa dalam belajar, sehingga memungkinkan pencapaian prestasi belajar yang kurang maksimal. Menurut Santrock (Alfiana, 2013) siswa yang memiliki kemampuan self-regulated learning menunjukkan karateristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu dan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajuan target belajar, mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Zimmerman (1989) bahwa individu yang memiliki self regulated learning merupakan individu yang aktif secara metakognisi, motivasi, dan perilaku di dalam proses belajarnya. Menurut Santrock (2003) siswa yang memiliki kemampuan self-regulated learning menunjukan karateristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu
4 dan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajuan target belajar, mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam prestasi. Pekrun, dkk. (2002) telah mengkaji bagaimana pengaruh self regulated learning terhadap emosi emosi akademik yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap meningkatnya prestasi akademik anak. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya self regulated learning pada siswa, diantaranya ialah faktor pribadi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dianggap sangat mempengaruhi siswa dalam mengarahkan proses belajar. Faktor lingkungan ini salah satunya bisa diperoleh dari lingkungan keluarga, terutama orangtua. Martinez Pons (1996) telah mengkaji self regulated learning berdasarkan keterlibatan orangtua terhadap prestasi akademik. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan orangtua dapat meningkatkan self regulated learning anaknya sehingga prestasi akademiknya meningkat. Menurut Hurlock (Santi, 2013) perlakuan orangtua terhadap anaknya dapat mempengaruhi bagaimana anak itu memandang, menilai, dan mempengaruhi sikap anak tersebut terhadap orangtua serta mempengaruhi kualitas hubungan yang berkembang diantara mereka. Selain mengalami pertumbuhan fisik, seorang anak juga mengalami perkembangan dalam hal intelektual. Kemampuan intelektual anak memungkinkan untuk menilai pengalaman dengan pandangan yang baru.
5 Cara memandang yang baru itu tidak hanya ditunjukkan pada lingkungan sekitarnya saja, melainkan juga pada dirinya sendiri dan orangtuanya. Pola pengasuhan orangtua yang diterapkan kepada anak ketika dirumah, akan diinternalisasikan oleh anak sehingga pola asuh tersebut dapat mempengaruhi munculnya self regulated learning anak (Januardini, Hartati dan Astuti, 2013). Orangtua memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya, sehingga diharapkan ayah ataupun ibu dapat menjalankan peran masing-masing dengan sebaik-baiknya. Karena pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan akademik anak. Cara orangtua mendidik anakanaknya akan mempengaruhi proses belajar dan prestasi belajar anak, karena pola asuh orangtua menjadi prediktor yang mempengaruhi perkembangan dalam kemampuan sosial, akademik, dan psikososial (Palupi, 2013). Kasih sayang orangtua sangat diperlukan dalam mendidik anak-anaknya, kasih sayang yang diberikan orangtua dapat berupa perhatian orangtua yang memperhatikan kegiatan anak dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam kegiatan belajar anak. Perhatian tersebut dapat diberikan oleh orangtua dengan melakukan hal-hal kecil yang dapat menumbuhkan rasa nyaman kepada anak. Menurut Baedi (2009) menyatakan bahwa keterlibatan orang tua dalam proses akademik anak sangat membantu proses perkembangannya di sekolah. Dengan hanya bertanya apakah si anak sudah mengerjakan PR atau belum, sudah belajar atau belum, bagaimana nilainya di sekolah, bagaimana hubungannya dengan
6 guru-guru dan teman-temannya di sekolah, ternyata semua itu oleh anak sebagai dukungan yang luar biasa. Terkadang, tidak semua orangtua memiliki waktu untuk bisa memberikan perhatiannya kepada anak-anak mereka. Menurut Anggraini (2014) belum seluruhnya orangtua bisa melaksanakan peran dan fungsi ibu dan ayah dengan baik. Ketidakmampuan dalam melaksanakan peranan orangtua tersebut dikarenakan kesibukan orangtua dalam urusan pekerjaan masing-masing. Pola asuh pada orangtua yang kurang memperhatikan perkembangan anaknya, bisa disebut juga dengan pola asuh permisif. Pola asuh permisif merupakan perilaku dimana orangtua kurang memberikan perhatian terhadap anak-anak mereka. Menurut Hurlock (1999) biasanya pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan untuk melakukan kegiatan apapun dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak serta kurangnya kontrol orangtua terhadap kegiatan yang anak lakukan. Menurut Baumrind, orangtua dengan pola asuh permisif biasanya kurang memberikan pengarahan dan tuntutan kepada anak, serta semua keputusan diserahkan kepada anak. Bahkan orangtua jarang memberikan bimbingan dan melakukan peranya dalam perkembangan pendidikan anak. Pada saat diterapkan pola asuh permisif anak akan merasa orangtua tidak peduli dengan perilaku yang dilakukannya. Dengan adanya pola asuh permisif akan berdampak pada berperilaku anak, yakni anak akan sering berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri (Santosa dan Marheni, 2013).
7 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ellena (2014) tentang keterkaitan pola asuh dengan self regulated learning siswa menengah atas, didapatkan hasil bahwa pola asuh permisif berdampak pada rendahnya self regulated learning yang dimiliki oleh siswa. Penelitian lain juga dilakukan oleh Januardini, Hartati, dan Astuti (2013) didapatkan hasil bahwa penerapan pola asuh permisif berdampak pada self regulated learning yang rendah pada siswa. Keadaan orangtua yang sering mengabaikan atau kurang menaruh perhatian dalam proses tumbuh kembang anak akan menimbulkan berbagai kesulitan. Terutama dalam perkembangan pendidikan, tidak adanya perhatian yang diberikan orangtua akan membuat anak memilih meminta bantuan teman sekelas ketika mengalami kesulitan belajar. Sehingga anak akan memilih mengerjakan tugasnya di sekolah bersama teman-temanya dibanding mengerjakan tugasnya dirumah. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan anak saat berada di rumah membuat anak memilih untuk mengisi waktu jam belajarnya untuk melakukan kegiatan yang lain. Dengan demikian semangat yang dimiliki anak untuk belajar sangat rendah. Mereka belajar ketika ada tugas saja, jika tidak ada tugas mereka tidak belajar dan memilih membaca novel dan melakukan kegiatan yang mereka suka. Akibatnya self regulated learning yang dimiliki oleh anak sangat rendah. Kemampuan self-regulated learning sangat penting dimiliki oleh pelajar, agar memiliki tanggung jawab yang besar terhadap diri dan perilaku demi tercapainya
8 tujuan yang telah ditargetkan. Oleh karena itu kondisi lingkungan khususnya pola asuh orangtua sangat mempengaruhi self regulated learning siswa. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh permisif orangtua dengan self regulated learning pada siswa SMA. C. Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya ilmu psikologi perkembangan dan ilmu psikologi pendidikan. Sedangkan secara praktis diharapkan penelitian ini mamapu memberi manfaat kepada siswa SMA tentang proses belajar yang baik. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada orangtua agar bijak dalam menerapkan pola asuh yang baik dalam mendidik anak, supaya anak dapat memiliki self regulated learning yang baik dalam proses belajarnya. Sehingga prestasi anak akan meningkat dengan baik.
9 D. Keaslian Penelitian Penelitian dengan topik self regulated learning dan pola asuh orangtua sudah sering dilakukan. Namun, topik tentang hubungan antara pola asuh permisif dengan self regulated learning belum pernah diteliti. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian Ellena (2014) dengan judul Perbedaan Self- Regulated Learning Siswa SMA Ditinjau dari Persepsi Terhadap Pola Asuh Orangtua. Subjek dari penelitian ini adalah siswa SMA rentang usia 16-18 tahun dengan jumlah subjek sebanyak 215 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan pola asuh orangtua dengan self regulated learning. Setyanto (2014) juga meneliti dalam skripsi dengan judul Pengaruh Self- Regulated Learning dan Pola Asuh Orangtua Terhadap Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Univesitas UNY fakultas Ekonomi dengan program studi akutansi, manajemen, pendidikan ADP, pendidikan akutasi, pendidikan ekonomi, pendidikan akutansi inter tahun angkatan 2011-2013. Jumlah subjek yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 290 mahasiswa. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan pola asuh orangtua dengan prokrastinasi akademik mahasiswa. Penelitian lain dilakukan oleh Tamami (2011) dalam skripsi dengan judul Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Self regulated learning Terhadap Prokrastinasi pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Subjek yang digunakan adalah siswa-siswi MTs Negeri 3 Pondok Pinang yang terdiri dari kelas VII, VIII, dan IX. Subjek
10 dari penelitian ini sebanyak 273 Siswa-siswi. Hasil dari penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan dari pola asuh orangtua terhadap prokrastinasi siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas maka penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian yang orisinil terutama dari segi topik, subjek, dan lokasi penelitian, yaitu : 1. Keaslian topik Topik yang diangkat yaitu hubungan pola asuh permisif orangtua dengan self regulated learning siswa menengah atas (SMA). Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu pola asuh permisif orangtua sebagai variabel bebas dan self regulated learning siswa SMA sebagai variabel tergantung. 2. Keaslian teori Penelitian ini menggunakan teori dari Hurlock (1999) untuk variabel pola asuh permisif orangtua, sedangkan untuk variabel self regulated learning peneliti merangkum aspek self regulated learning dari teori Zimmerman (Chen, 2002). 3. Keaslian alat ukur Penelitian ini menggunakan dua alat ukur, yakni skala pola asuh permisif dari penelitian Sarastuti (2008) dan skala self regulated learning dari penelitian Putro (2014).
11 4. Keaslian subjek Subjek yang digunakan dalam penelitian ini orisinil, subjek yang digunakan dalam penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya terkait dengan pola asuh permisif orangtua dengan self regulated learning siswa. Karakteristik subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMA dengan usia 16-18 tahun, dan belum menikah.